All Chapters of Brother Luck(not): Chapter 21 - Chapter 30
139 Chapters
Axe's Weird Side
“Apa yang kau lakukan, Axe?” tanyaku penasaran. Sedari pagi aku melihatnya sibuk dengan urusannya sendiri di salah satu ruangan kosong di mansion besar miliknya.“Merenovasi tempat ini menjadi kamar,” jawabnya sembari sibuk mengecat. “For our baby,” lanjutnya semangat. Aku tidak percaya bahwa pria sepertinya akan seantusias ini menjadi seorang ayah. Karena kadang – kadang Axe terlalu labil, sikapnya bisa berubah secara drastis dan tak bisa ditebak. Dia juga bisa begitu emosional terhadapku.“Bukankah ini terlalu cepat? kandunganku baru 6 minggu.” Aku menatap punggung yang basah oleh keringat itu. Sepertinya pendingin ruangan di sini tak mampu bersaing dengan semangatnya yang bergelora. Dasar manusia posessif. Aku bahkan masih ingat bagaimana tiba – tiba dia menyewa dokter kandungan wanita untukku, hanya karena tak ingin Dokter Arnold yang memeriksaku. Oh. Dia cemburu dengan dokter pribadinya sendiri. Ta
Read more
Meet Danial
Sejak kejadian kemarin. Akhirnya aku berhasil membujuk Axe untuk mengizinkanku tinggal bersamanya di penthouse-nya. Meskipun agak terpaksa, tapi Axe tetap mengiyakan. Dia memberiku syarat untuk tidak berusaha melarikan diri lagi darinya. Aku tidak akan melakukannya jika dia terus bersikap lembut padaku. Namun, untuk syarat lainnya di mana aku harus terus berada di kamarku, aku tidak yakin. Karena satu – satunya alasan aku ingin menetap di penthouse-nya agar aku bisa bebas keluar masuk melakukan apa pun yang aku mau. Termasuk mencari tahu beberapa hal yang tidak aku ketahui tentang pria itu. Saat ini aku sudah berada di pusat pembelanjaan tanpa sepengetahuan Axe. Membeli ponsel baru untukku. Tentu saja aku akan menghubungi mom nanti. Aku ingin tahu detail peristiwa lainnya tentang perjanjian itu, perjanjian hitam di atas putih yang melibatkan Axe hingga pria itu harus tinggal jauh dari kami dalam kurung waktu cukup lama.“Hai, Bridgette. Long time no see.&
Read more
Sadness
Aku membuka mata pelan. Kepalaku terasa pening setelah berusaha mengingat kejadian di penthouse Axe. Dua orang pria asing berpenampilan seram menatapku sinis. Mereka mengancamku hingga berdiri di sudut lift penuh ketakutan. Aku sempat melihat mereka tersenyum miring sebelum akhirnya tidak sadarkan diri, dan ketika aku terbangun. Aku menyadari tangan dan kakiku terikat di atas sebuah blankar berkarat. Langit – langit di ruangan ini juga terlihat tak terawat. Beberapa kotoran dan warna usang di dinding menandakan aku berada di sebuah bangunan tak terpakai. Apa Axe menculikku sampai di sini? Why?Aku terhentak dari pikiran kosongku saat mendengar suara derap kaki beberapa orang mulai mendekat. Napasku menderu waspada ketika pintu itu terdobrak keras, menampilan beberapa orang dengan topeng menutup wajah mereka. Salah satu dari mereka mengangkat daguku kasar. Mata cokelat kelamnya menatap penuh dendam padaku.“This is my luck. Aku sudah lama menanti hal ini. Take my revenge to him
Read more
Gone
“Axe, awas. Akh!” Aku berteriak disusul rasa sakit yang mencengkram di perutku. Sesaat kulihat Axe berhasil menghindari peluru Gorson dengan menjadikan salah satu lawannya sebagai tameng. Gorson salah jika dia berpikir Axe menjadi lemah ketika kelemahan pria itu dilukai olehnya. Sebaliknya kelemahan itulah yang membuat Axe bisa setangguh ini. Terhitung semua pasukan bertopeng Gorson habis dibabat olehnya. Hanya tersisa Gorson yang terbaring lemah dengan keadaan babak belur oleh Axe dan wanita angkuh itu yang sudah meninggalkan tempat ini saat kekacauan terjadi.Dengan tertatih Axe berjalan menghampiriku. Sesekali tubuh Axe terlihat sempoyongan sambil memegang perutnya. “It’s alright. Kalian akan baik – baik saja,” ujarnya lemah sambil melepaskan ikatan di tangan dan kakiku.“Aku bisa sendiri,” ucapku saat Axe bersiap akan mengangkat tubuhku. Dia sudah terluka parah. Tidak mungkin aku membiarkannya menahan berat tub
Read more
Lies
“Apa mom boleh bertanya sesuatu padamu?” tanyanya dengan suara tertahan.Peralihan topik, pikirku. Tapi aku tetap mengangguk, meskipun ragu. Berharap bukan pertanyaan sulit yang akan kuterima.“Siapa yang menghamilimu?”Boom! Kepalaku terasa seperti disiram air panas mendengar pertanyaan mom. Apa yang harus kukatakan padanya sekarang? Aku tak mungkin berkata jujur padanya. Dia akan kecewa, bukan hanya padaku tapi juga pada Axe. Bahkan pada dirinya sendiri.“Aku tidak tahu, mom. Aku diperkosa, pelakunya pergi meninggalkanku begitu saja.” Aku menatap lurus ke depan. Tidak tahu kenapa kebohongan meluncur dengan sempurna dari bibirku.“Kau yakin, honey?” tanya mom memastikan. Aku mengangguk pelan. Kurasa mom tahu aku berbohong. Tapi dia hanya diam membiarkan kebohongan itu berjalan dengan semestinya. Mungkin dia sadar aku butuh istirahat dari pikiran buruk yang menghantui.“Baiklah. Sekarang sebaiknya ka
Read more
The Power of Love
Aku menarik napas dalam melihat suasana cafetaria di rumah sakit yang  ramai. Langkahku cepat menuju kasir untuk membayar sarapanku tadi. Aku tidak bisa meninggalkan Axe terlalu lama di ruang ICU sendiri, takut tiba – tiba terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan. Saat aku bersiap akan meninggalkan tempat itu, mataku tak sengaja menangkap sesosok pria paruh baya yang baru beberapa hari lalu bertemu denganku. Pria itu tersenyum hangat lalu menyapaku yang berdiri kaku di depannya. “Selamat pagi juga, Paman.” Aku membalas senyumnya ragu, sedikit bingung kenapa dia berada di tempat ini.“Kenapa kau ada di sini, Bridgette?”Seharusnya aku yang bertanya padanya seperti itu. Tapi sepertinya Paman Danial memiliki urusan dan kami kebetulan bertemu di sini.“Axe ditembak dan koma karena menyelamatkanku, Paman.”Paman Danial terlihat kaget mendengar ucapanku. Matanya bergerak tak fokus ketika mendengar nama Axe kusebut. Sepertinya dia tak percaya dengan apa yang kukata
Read more
Wake Up
“Ini apa, Ed?” tanyaku bingung saat pria itu datang menyerahkan sebuah kantong belanjaan kepadaku.“Lihat saja, Nona.” Aku menatap Edward serius lalu menarik keluar benda yang ada di dalam kantong belanjaan tersebut. Sebuah kotak agak berkilauan sedikit membuatku menilik dalam pada pria yang masih setia berdiri di sampingku.“Di rumah sakit saya pernah bilang kalau tuan meminta saya membelikan sesuatu untuk nona. Tuan mengganti dua ponsel Anda yang sudah tuan hancurkan. Maaf kalau saya baru sempat memberikan itu kepada nona.”Aku terdiam mendengar penuturan Edward. Kenapa Axe tiba – tiba kepikiran untuk mengganti ponselku yang dirusak serta dibuang ke jendela waktu itu. Dia orang pertama yang menjauhkan benda itu dariku, tolong tambahkan ke dalam catatan dosa – dosanya kalau kalian mau.“Kenapa Axe berubah pikiran?”“Saya tidak tahu, Nona. Mungkin ketika tuan sadar, nona bisa bertanya kepadany
Read more
Roses
“Kau mau ke mana, Axe?” tanyaku begitu melihatnya menurunkan kaki, bersiap untuk berdiri.Axe menatapku sesaat lalu berjalan pelan ke arahku yang masih berdiri di ambang pintu. Aku baru saja akan mengunjunginya tapi dia sudah bersiap akan pergi.“Aku bosan,” katanya sambil menyisir rambutku pelan.Syukurlah kondisi Axe semakin baik pasca sadar dari koma. Butuh dua hari baginya untuk pulih dari keadaan lemah, meskipun sekarang aku tidak bisa mengatakan kalau dia sudah sehat. Dua hari lalu dia benar – benar hanya merebahkan dirinya di ruang kesehatan ini. Dia juga tidak banyak bicara walau kadang – kadang aku mendapati dirinya menatapku penuh tanya.Sebenarnya aku cukup kaget melihatnya berdiri menjulang di depanku. Tapi sepertinya rasa bahagia lebih mendominasi hingga hanya senyum yang kuberikan padanya.“Kau perlu istirahat.”“I’m okay, Bridgette. Kau tidak perlu khawatir.” Axe menangkup
Read more
Shadows
Aku menatap kosong daun pintu kamar di depanku. Setelah kejadian di taman waktu itu, aku merasa ada sesuatu yang berubah dari Axe. Dia menjadi lebih diam dari biasanya. Kadang – kadang aku melihatnya melamun, begitu terhanyut dalam pikirannya sendiri. Ketika sarapan maupun makan malam, Axe lebih sering memainkan makanan di atas piring daripada menyantapnya. Dia terlalu memikirkan kejadian – kejadian yang sudah berlalu. Aku takut dia menyalahkan dirinya lagi dan melakukan sesuatu yang tidak semestinya dia lakukan. Aku menghela napas berat. Sepertinya tugasku makin bertambah. Aku harus mengawasi Axe secara ketat dan harus memperhatikan kesehatannya. Rasa kehilangan yang dialami membuatnya abai untuk merawat diri.“Axe, apa aku boleh masuk?” Aku mengetuk pintu pelan. Ini bukan kamarnya apalagi kamarku. Masih ingat dengan kamar yang Axe renovasi waktu itu? Ya. Setelah urusan pekerjaannya selesai. Axe langsung mengurung diri di dalam kamar itu.
Read more
Revenge
Napasku mengembus asal mengingat kejadian malam itu. Sepertinya penolakan halusku memberi efek tidak menyenangkan di hatinya. Setiap kali aku berusaha mendekati Axe, dia selalu menghindar. Bisa kukatakan dia kembali ke mode bad mood berkepanjangan. Waktunya selalu dihabiskan untuk bekerja, pergi pagi pulang malam. Siklusnya seperti itu selama dua hari. Aku bahkan tak mendapat kesempatan sekadar menyapanya dengan kata ‘selamat pagi atau malam’ ‘sudah makan atau belum’. Bahkan di hari libur kemarin pun, dia menyibukan diri di ruang kerjanya selama seharian. Apa dia tidak sadar sikapnya membuatku merasa tidak enak.“Nona, tuan meminta Anda ke halaman belakang.”Aku tersentak oleh suara berat Edward yang datang dari belakang. Kepalaku langsung menoleh, benar saja—Edward sudah berdiri sigap di sana.“Untuk apa, Ed?” tanyaku penasaran. Bukankah Axe tak mau bicara padaku?“Ikut saja, Nona.”
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status