All Chapters of TAKDIR: Chapter 11 - Chapter 20
28 Chapters
Chapter 11
Hari ini, Ratih langsung kembali ke rumah setelah mengantar si kembar ke sekolah. Ia harus ke pasar karena semua bahan makanan di rumah sudah habis.“Kamu mau kemana, Ratih?” Tanya Vania dengan riang seakan tak pernah terjadi sesuatu padanya.“Aku hendak ke pasar, Vania.” Jawab Ratih sambil mengambil tas belanja.“Aku ikut.” Kata Vania memohon.Ratih hanya diam, jika menolak maka dia akan dianggap tidak sopan karena berani menentang keinginan majikan, namun jika ia mengizinkan Vania ikit, ia takut jika hal yang sama akan terjadi lagi.“Kamu tetap diam di rumah, jika kamu ingin membeli jajanan pasar seperti biasa cukup titip saja pada Ratih. Ini uangnya.” Kata Oma Rahma sembari memberikan uang belanja untuk Ratih.“Ma, aku yakin aku bisa jaga diri. Dia tidak akan berani menemuiku lagi.” Kata Vania meyakinkan Oma Rahma.“Atas dasar apa kamu berkata demikian? Laki-laki bre
Read more
Chapter 12
Pak Hadi segera mengantar Ratih pulang. Ratih masih sangat kaget dengan kejadian yang dia alami tadi. Sama sekali tidak terpikirkan olehnya jika orang itu punya keinginan untuk membunuh Ratih. Jika memang demikian, bisa dipastikan bahwa orang itu adalah orang tidak baik dari masa lalu Ratih. Lalu siapa yang bisa memberitahu pada Ratih tentang orang itu? Ya, Vania dan Oma Rahma pasti tahu siapa laki-laki itu. Ratih akan berusaha mencari tahu. Sesampainya di rumah, terlihat Oma Rahma dan Vania sudah menunggu di depan. Pasti mereka tahu apa yang baru saja menimpa Ratih. Ratih turun dari mobil, hendak mengambil barang belanjaan namun dihentikan oleh Vania.“Ratih, kamu masih sangat lemas. Ikut aku. Biar Pak Hadi yang membawa masuk semua barang belanjaannya.” Kata Vania sambil menggandeng tangan Ratih.Tanpa disuruh pun, Pak Hadi dengan sigap mengambil barang-barang dari bagasi dan segra membawanya masuk.Ratih masuk ke rumah digandeng oleh Oma Rahma dan
Read more
Chapter 13
Sang mentari telah menampakkan semburat sinarnya, Sarah sudah bangun sedari tadi. Sejak kecelakaan itu, ia memang berusaha untuk terlihat rajin di hadapan suaminya. Bukan karena memang berubah, hanya sementara agar suaminya mau mengurus dan mengambil motornya di kantor polisi. Sarah bosan jika setiap hari harus kembali seperti dulu, kemana-mana harus berjalan kaki.“Mas, ayolah. Kenapa tidak segera mengambil motorku di kantor polisi? Kalau motorku kelamaan tidak diambil nanti malah diambil alih sama polisi lho.” Bujuk Sarah, sama sekali tidak digubris oleh Rahman.Rahman masih melanjutkan kesibukannya memandikan burung kesayangannya, akhir-akhir ini Rahman punya hobi baru yaitu memelihara burung berkicau. Akhir-akhir ini dia juga berangkat agak siang untuk mengantar Gladys dan Syena ke sekolah. Rahman selalu mengajak Syena turut serta naik motor ketika hendak mengantar Gladys. Meskipun Syena menolak, Rahman tetap akan memaksa. Berbeda dengan Sarah.&
Read more
Chapter 14
Waktu demi waktu berlalu, rasanya seperti tiba-tiba saja. Kini, Syena dan Gladys tengah menjalani ulangan kenaikan kelas. Itu artinya sudah hampir satu tahun Ratih merantau di Negri orang. Ratih selalu menghubungi anaknya via telepon, melepas rindu lewat suara. Syena, gadis kecil yang sama sekali tidak pernah bertemu dengan Ayahnya dan bahkan tak pernah mengetahui siapa nama Ayahnya itu kini sudah tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat baik dan berpikiran dewasa jika dibandingkan dengan anak seusianya. Namun tak bisa dipungkiri, setiap kenaikan kelas dan para wali murid mengambil rapor dan tepat saat itu juga diadakan pementasan yang disaksikan oleh para wali murid juga pengumuman juara dan kedua orang tua para juara disuruh ikut naik ke atas panggung, ia selalu sedih. Dan kesedihan itu kini akan semakin terasa karena Ibunya bahkan tidak ada di sampingnya sekarang. Entah siapa yang akan menjadi walinya nanti, jika bukan kedua orang tua Gladys maka Neneknya yang akan mewakili.
Read more
Chapter 15
“Aw.” Ratih menekik kesakitan.Darah segar mengalir dari jari telunjuknya, segera ia mengambil tisu untuk membersihkan darah dari jarinya dan juga yang sudah menetes di meja. Pikirannya sejak tadi memang tidak enak, biasanya jika demikian sedang terjadi sesuatu pada putrinya. Ia jadi tidak fokus melakukan pekerjaannya.“Ada apa ini sebenarnya?” Tanya Ratih pada dirinya sendiri.Oma Rahma yang baru saja masuk ke dapur hendak mengambil minuman dingin terkejut saat melihat Ratih yang masih menggenggam tisu penuh darah. Ia segera mendekati Ratih.“Ada apa Ratih? Tanganmu kena pisau? Kenapa tidak hati-hati. Obati saja dulu, masaknya dilanjut lagi nanti.” Perintah Oma Rahma.Ratih hanya mengangguk lalu keluar dari dapur untuk mencari alat P3K di kotak dekat ruang keluarga. Vania sedang duduk santai sambil menonton televisi disana.“Ada apa Ratih?” Tanya Vania masih belum mengalihkan pandangannya dari
Read more
Chapter 16
“Apa yang sebenarnya telah terjadi?” Tanya Bude Rima pada dirinya sendiri karena ia begitu khawatir, sedari tadi Rahman tidak mau mengangkat telepon darinya.Beberapa menit kemudian, Gladys pulang bersama dengan Bu Andin. Bude Rima yang melihat hal itu segera menyambut mereka dengan beragam pertanyaan.“Selamat sore, Bu Andin. Apa yang sebenarnya terjadi? Seharusnya sekolah sudah selesai sejak siang, kan? Kenapa Gladys baru pulang sekarang? Dan dimana Syena? Rahman juga belum pulang sampai sekarang.” Tanya Bude Rima bertubi-tubi membuat Bu Andin bingung harus menjawab pertanyaan yang mana terlebih dahulu.“Begini, Bu. Mungkin Pak Rahman lupa tidak memberi tahu. Kebetulan saya yang menghubungi Pak Rahman jadi dia di rumah sakit menemani Syena sekarang. Telah terjadi kecelakaan di sekolah tadi. Gladys entah bagaimana dia tiba-tiba mendorong Syena sampai terjatuh dan kepalanya membentur tiang yang ada di depannya. Syena mengalami penda
Read more
Chapter 17
Drrrt drrrt drrrtRahman merasakan ponselnya bergetar. Ia merogoh sakunya dan mengambil ponselnya di sana. Ia membaca sekilas nama yang tertulis di sana. Ratih, panggilan masuk dari Ratih.“Permisi Pak Bayu. Saya mau angkat telepon sebentar.” Pamit Rahman pada Pak Bayu yang sedari tadi berbincang dengannya.“Silakan.” Jawab Pak Bayu mempersilakan.Sementara Rahman mengangkat telepon, Pak Bayu masuk ke ruang rawat Syena. Dia melihat gadis kecil itu masih terbaring lemah. Pak Bayu tersenyum, entah mengapa ia merasa sangat menyayangi gadis kecil yang bahkan tidak pernah dikenalnya itu.“Hey.” Sapa Pak Bayu.Jantung Syena berdetak kencang. Ia bahkan sangat gugup ketika melihat Pak Bayu mendekatinya. Syena merasa ada perasaan aneh dalam dirinya. Namun ia mencoba bersikap biasa saja.“Sudah merasa lebih baik?” Tanya Pak Bayu. Kini ia duduk di kursi samping tempat tidur Syena.“I i
Read more
Chapter 18
“Herman.” Panggil Bude Rima ketika melihat anaknya pulang namun buru-buru pergi lagi.“Ibu, aku harus segera kembali ke rumah sakit. Kasihan Syena kalau sendirian di sana.” Jawab Rahman sambil merapikan beberapa pakaiannya dan pakaian milik Syena yang tadi sudah diambilnya ke dalam tas.“Kalau hanya untuk mengambil pakaian, kenapa tidak telepon Ibu saja. Biar Ibu yang antar.” Kata Bude Rima mengikuti anaknya yang sedang berjalan tergesa menuju keluar rumah.Rahman hanya terdiam, kini ia sudah naik ke vespa miliknya dan siap melajukan kendaraan itu, ketika tiba-tiba Sarah datang bersama dengan Gladys.“Ayah mau ke mana? Buru-buru sekali.” Tanya Gladys dengan wajah semringah yang justru dibalas dengan tatapan tidak suka oleh ayahnya.“Ya pasti kembali ke rumah sakit lah. Anak kesayangannya kan sedang dirawat sekarang. Sampai tidak ingat pulang ke rumah.” Kata Sarah dengan nada menyindir.
Read more
Chapter 19
“Mau ke mana, Ratih?” Tanya Pak Hadi ketika melihat Ratih keluar dari rumah dengan terburu-buru.“Eh, Pak Hadi. Mau ke minimarket depan sana sebentar, Pak. Beli susunya si kembar. Saya lupa cek. Ternyata susu mereka sudah habis. Apalagi setiap mau tidur mereka selalu minum susu, kasihan kalau nanti malam mereka tidak minum susu. Saya permisi dulu, Pak.” Jawab Ratih.“Tidak mau saya antar? Saya hanya khawatir jika terjadi apa-apa lagi.” Kata Pak Hadi.“Tidak perlu, Pak. Lagi pula saya hanya sebentar. Mari, Pak.” Jawab Ratih lagi kemudian berlalu pergi.Saat itu hari sudah sore. Jalanan terlihat agak sepi, lengang. Setelah sampai di minimarket yang dituju, Ratih segera membeli susu itu, membayar di kasir dan kemudian pulang. Namun di perjalanan, tangannya tiba-tiba dicekal dari belakang oleh seseorang. Ratih terkejut ketika menoleh dan mendapati Frans di sana. Tapi kali ini penampilannya biasa saja. Tidak mema
Read more
Chapter 20
Syena mengerjapkan matanya perlahan, sinar matahari yang masuk melalui celah jendela berhasil membangunkannya. Ia melihat pakdenya berdiri di ambang jendela, penglihatannya mengarah ke taman. Begitu menyadari Syena sudah terbangun, Rahman segera mendekat ke arah Syena.“Mau jalan-jalan ke taman?” tanya Rahman dengan senyum semringah.Syena mengangguk, tapi terlebih dulu Rahman membersihkan wajah Syena dengan washlap yang telah dicelupkan pada air hangat yang telah ia siapkan. Setelah selesai, Rahman membawa kursi roda dan membantu Syena turun dari ranjang kemudian duduk ke kursi roda.“Mari kita jalan-jalan.” Kata Rahman pada Syena.Mereka menyusuri lorong rumah sakit yang masih terlihat sepi. Hanya ada beberapa keluarga penunggu pasien yang terlihat sedang berlalu lalang dengan kesibukan masing-masing. Mereka menuju taman yang berada tepat di belakang ruangan Syena dirawat. Sesampainya di sana, wajah Syena mulai berubah. Udara sej
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status