All Chapters of My Husband is an Idol: Chapter 21 - Chapter 30
40 Chapters
Dua satu
Dua satu   "Anna, aku tidak bisa. Kau tahu aku hanya mencintai Karin," ucap Edwin.   "Aku tahu," ucap Anna sambil tersenyum."Aku akan tetap menunggu."   "Anna ...."   "Sama sepertimu menunggu Karin, aku juga akan tetap menunggumu. Jika kau menunggu sampai ada yang resmi memiliki Karin, aku juga akan melakukan hal yang sama padamu."   Edwin hanya mengangguk. Cintanya pada Karin mungkin hanya kesia-siaan, tetapi ia tetap tidak bisa melupakan gadis itu. Sama seperti cinta Anna padanya, ia mungkin juga tidak pernah bisa membalas perasaan gadis itu, tetapi sama seperti dia, Anna juga tidak melupakan perasaan cintanya itu.***   Matthew berjalan masuk di keesokan pagi dan memberikan semangkok sup pada Karin yang juga sudah bangun.   "Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Matthew sambil menatap gadis yang tengah melahap sup tersebut.   "Rasanya aku ingin
Read more
Dua dua
Dua dua   Karin segera melepaskan diri dan mendorong Matthew menjauh.  "Ini semua terjadi karena kesalahanmu. Kenapa mendorong seperti itu? Jadi sudah kewajibanmu untuk menolongku," ucap Karin.   "Kecuali kau ingin orang-orang bilang ada artis membuat asistennya celaka," lanjut Karin lagi.  "Kau ini makin saja berani padaku," ucap Matthew sambil berjalan mendekat. Karin melangkah mundur. Namun, Matthew segera meraih tangan gadis itu.  "Kau ini mau ke mana?" tegur pria itu."Aku lapar, buatkan makanan untukku!"  Matthew kemudian melepaskan tangan Karin. Ia berjalan dan duduk di kursi yang berada di ruang tengah tempat tersebut. Karin sendiri menuju ke dapur. Ia terbengong saat membuka kulkas dan melihat isinya yang begitu banyak.  "Kau mau makan apa?" tanya Karin.  "Apa pun, apa pun yang kau buat, aku pasti akan memakannya."  "Baiklah," sahut Karin yang tengah mengambil d
Read more
Dua tiga
Dua tiga   Vian melangkah pergi dengan langkah yang cepat. Cindy segera mengikuti.    "Vian, tunggu aku!" teriaknya.   "Vian!" serunya sambil meraih tangan pria itu saat akhirnya berhasil menyusul. Vian berhenti melangkah, tetapi ia sama sekali tidak menoleh pada Cindy. Tatapannya masih tetap lurus ke depan.   "Vian, kau lihat sendiri. Karin gadis yang seperti itu, dia merayu semua pria yang dekat dengannya. Apa kau masih tetap menyukai dia?" tanya Cindy.   "Menjelekkan dia tidak akan membuatku menjadi menyukaimu," sahut Vian. Ia kemudian melangkah menuju mobil meninggalkan Cindy yang masih berdiri terpekur seorang diri.***   "Masih marah?" tanya Matthew.   "Untuk apa?" sahut Karin.   "Ya, karena bertemu Vian, kau mungkin mengira aku menjebakmu."   "Jika aku marah, kau bisa apa?" Matthew mengangkat bahu.    "S
Read more
Dua empat
Dua empat   Pintu salah satu bilik toilet dibuka dari dalam dan Karin berjalan keluar. Dua gadis yang tadi membicarakan segera diam. Mereka tidak tahu jika orang yang mereka bicarakan juga berada di toilet tersebut.   Kedua gadis itu kemudian hendak berjalan keluar.   "Apa kalian pernah bersama Matthew?" tanya Karin sambil tetap melihat kaca.   "Tidak, mana mungkin ...," jawab salah seorang gadis tersebut.   "Kalau begitu, kalian harus akui aku lebih hebat dari kalian, meski mungkin tidak lama, tapi aku telah berhasil bersama Matthew."   Ucapan Karin tersebut membuat kedua gadis itu berdiri diam tertegun. Karin berjalan mendekat pada mereka.   "Jika kalian tidak memiliki kemampuan, jangan jadikan orang lain menjadi kambing hitam kekurangan kalian," ucapnya. Ia kemudian bergegas keluar dari tempat tersebut.***   Karin mendekat dan memberikan minuman pa
Read more
Dua lima
Dua lima   "Vian!" Seseorang kembali memanggil nama pria itu dan berjalan mendekat. Orang tersebut tidak lain adalah Cindy. Cindy segera menyelipkan tangan di lengan Vian.   "Kenapa kau berjalan begitu tergesa dan meninggalkan aku?" tanyanya. Namun Vian tidak menjawab. Tatapan matanya masih terpaku pada sosok Karin.   "Wah, ternyata kau juga ada di sini. Oh ya, benar juga sekarang kau 'kan bersama Matthew, jadi tentu saja kau ada di sini," tukasnya sambil tertawa.   "Kau benar, ia ada di sini karena ia memang bersamaku," sahut Matthew sambil melingkarkan tangannya di bahu Karin.   "Sudah ya, kami pergi dulu, ayo!" pamit Matthew yang kemudian berjalan sambil membawa pergi Karin. Mereka berpapasan dengan Vian dan Anna, tetapi keempatnya hanya diam.***   Proses pengambilan gambar untuk drama telah dimulai. Karin hanya melihat dari tempat para kru berkumpul. Orang-orang tersebut masih s
Read more
Dua enam
Dua enam   "VIAN!" teriak Cindy dengan air mata berderai. Ia kemudia merosot jatuh terduduk sambil menangis. Akan tetapi, mobil Vian tetap saja melaju tanpa berhenti ataupun kembali.   "Vian!" Gadis itu sekali lagi memanggil meski tahu Vian tidak akan kembali.    'Kenapa? Kenapa setelah semua yang kulakukan, aku masih tidak berarti bagimu? Apa Karin memang lebih segalanya dariku? Apa yang dia miliki yang tidak aku punya?'tukasnya dalam hati.    Beberapa orang kru yang lewat melihat padanya, kemudian menggeleng dan berlalu pergi. Bagi mereka, Cindy memang pantas diperlakukan seperti itu, gadis itu memang selalu bersikap sombong dan tidak pernah menyapa mereka.    Cindy bangkit berdiri. Ia kemudian menyusut air mata yang mengalir di wajah. Ia kemudian berjalan pergi dengan kepala tegak.***   "Masih memikirkan Vian?" tanya Matthew sambil menoleh pada gadis di sampingnya tersebut.
Read more
Dua tujuh
Dua tujuh   Karin berjags pada malam itu karena Matthew tidak juga sadar. Ia mengganti kompres di kening pria itu berulangkali. Saat dini hari, tanpa sadar, ia jatuh tertidur sejenak. Namun ia segera kembali terbangun.      'Tidak, aku tidak bisa tidur sekarang. Aku harus menjaga Matthew,' gumam Karin saat ia terbangun. Ia kemudian melihat pada jam yang menunjukkan angka tiga.  Karin sadar Matthew belum makan apa pun dan juga belum minum obat sejak semalam. Ia kemudian membuat bubur ayam dan mencoba membangunkan pria itu.    'Bagaimana ini? Kenapa ia tidak juga bangun? Ia harus segera meminum obat ini," keluh Karin dalam hati. Ia kemudian menatap obat cair yang telah hangat tersebut dan menatap kembali Matthew yang masih terbaring dengan mata terpejam. Sejenak ia ragu, tetapi kemudian ia menggeleng.    'Tidak, aku harus memberikan obat ini. Sudahlah, ia juga tidak sadar. Ia tidak akan tahu,' uca
Read more
Dua delapan
Dua delapan   "Aku akan mengantarmu kembali," ucap Vian setelah beberapa saat. Ia kemudian kembali mengemudikan mobil ke arah apartemen Matthew. Dalam perjalanan, ia tidak lagi banyak bicara. Karin juga hanya diam. Sepanjang jalan tersebut hanya ada keheningan mengiringi mereka.   Tidak lama mereka tiba di depan kediaman Matthew. Vian menghentikan mobilnya.   "Keluar," ucapnya kemudian pada gadis di sampingnya itu. Karin segera membuka pintu mobil dan keluar tanpa berkata apa-apa. Setelahnya, Vian memacu mobil dengan cepat dan berlalu pergi dari sana.   Karin tidak segera kembali ke kediamannya. Ia malah menuju ke sebuah tempat terbengkalai di dekat tempat itu yang telah kosong dan segera menangis tersedu di sana.   'Vian, maafkan aku, maafkan aku, aku terpaksa seperti ini. Aku tidak punya pilihan selain menjadi jahat padamu,' ucap Karin dalam hati.***   Edwin, Silvi, dan Anna kemud
Read more
Dua sembilan
Dua sembilan   "Baiklah, aku akan melakukannya," tukas Karin sambil mengangguk pasti. Seulas senyum semangat tampak jelas di wajahnya.   "Itu baru gadisku," ujar Matthew sambil merangkul Karin dan menengadahkan wajah gadis itu.   "Aku bukan gadismu!" sahut Karin sambil menggeleng dan melepaskan rangkulan pria itu. Matthew tergelak sedang Karin berjalan mondar-mandir dan sibuk memikirkan konsep yang akan dia buat.***   "Di mana Karin?" tanya Vian saat ia bertemu Matthew keesokan hari di tempat syuting mereka.   "Aku mengamankan dia agar dia tidak bertemu denganmu," sahut Matthew.   "Apa maksudmu?" tanya Vian.   "Aku harus melakukannya. Dia adalah gadisku. Aku tidak mau dia bertemu terus denganmu."   "Aku hanya ingin tahu apa dia baik-baik saja?" tanya Vian kemudian. Dia berusaha untuk tetap tenang. Ia tidak bisa terpancing emosi oleh Matthew.&nbs
Read more
Tiga puluh
Tiga puluh   Karin tengah bekerja dengan komputer hingga malam. Tidak lama ia merasa penat, ia kemudian melihat foto sosok Vian di layar.   'Maaf, Vian, aku memang pengecut, tapi aku tidak bisa menjalani kehidupan dengan seorang bintang sepertimu. Kau adalah bintang, bersinar terang di langit, indah untuk dilihat hanya dari jauh seperti ini,' ucapnya dalam hati.   Ia menghela napas panjang.  'Kau akan segera melupakan aku, Vian dan kita akan menjalani jalan kehidupan masing-masing.'***  "Dia sangat terluka dan patah hati," cetus Matthew saat menemui Karin dan menceritakan tentang Vian.   "Tidak mungkin, jangan berbohong. Kami hanya berteman sebelumnya, mana mungkin sampai patah hati?"  "Kau tidak percaya? Kau harus melihat sendiri raut wajahnya. Karin, dia benar-benar menyukaimu."  "Aku tidak."  "Bagus," ucap Matthew sambil meraih tangan Karin."Itu artin
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status