All Chapters of Sang Penata Rias: Chapter 11 - Chapter 20
55 Chapters
BAB 11 - CEMBURU BUTA
Hari sabtu tiba, tetapi jadwal Geraldy masih saja padat. Dengan mengenakan mini dress chiffon, aku kembali berangkat ke lokasi shooting.Aku memilih taxi online sebagai transportasi untuk membawaku tiba di sana. Soalnya, hari ini supir agensi yang biasa menjemputku sedang sakit.Sepanjang perjalanan, hatiku sangat gundah. Entah mengapa aku punya firasat buruk.Ah, mungkin karena aku terlalu memikirkan tentang komentar dari fans berat Geraldy tadi malam. Untung saja video yang diposting oleh fanspage @soulmate_Geraldy itu bukanlah video di mana Geraldy memelukku tiba-tiba. Melainkan hanya video di mana Geraldy berusaha menangkap lenganku agar aku tidak terjatuh ke tanah.Tentu saja raut wajahku sangat aneh di video itu. Bagaimana mungkin tidak? Soalnya aku tengah dipanggil-panggil oleh hantu. Untung saja aku tidak cosplay menjadi reog, saking aku begitu ketakutan.Rasanya komentar-komentar dari bucin Geraldy begitu menggelikan bagi
Read more
BAB 12 - PERCOBAAN PEMBUNUHAN
Salah satu impianku adalah bisa mempraktekkan makeup di depan banyak orang, di mana wajahku disorot langsung oleh cahaya panggung. Aku ingin sekali menjadi yang paling bersinar di antara semua orang yang ada di sekelilingku. Dan saat ini, aku tengah merasakan sebagian kecil dari impianku itu. Yaitu disorot langsung oleh cahaya lampu yang begitu benderang, sampai mataku sulit membuka dengan sempurna. Akulah orang yang paling benderang di lahan parkiran ini. Meskipun begitu, aku sangat terheran dengan sosok pengemudi mobil putih ini. Mengapa dia tiba-tiba saja menghidupkan mobil dan mengenakan topeng aneh? Ini, kan, bukan hari halloween. Ternyata orang aneh di dunia ini, bukan hanya Geraldy. Ah, sial. Ada-ada saja! Hari ini benar-benar hari yang buruk. Aku pun memutuskan untuk mundur selangkah dari hadapan mobil putih yang pengemudinya tampak tidak waras ini. Atau mungkin, yang tidak waras adalah diriku sendiri,ya? Namun, sebelum aku se
Read more
BAB 13 - KEDATANGAN YANG TAK DIHARAPKAN
Hari kembali berganti, tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Aku kesulitan tidur semalaman karena terlalu galau memikirkan kelanjutan dari karirku ini. Sepertinya apapun keputusan yang aku ambil, tetap akan membuahkan penyesalan.Sesaat kemudian, dokter Farhan datang untuk memeriksaku. Jujur saja, aku sangat cemas. Otakku terus saja memikirkan kemungkinan terburuk dari situasi ini.“Sejauh ini perkembangan Jaeryn sangat bagus, saya pikir tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perkiraan saya, Jaeryn membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu untuk pemulihan. Selama masa pemulihan, Jaeryn harus istirahat total, ya. Obatnya juga harus tetap jalan sesuai arahan saya,” ucap Dokter Farhan kepada Bunda.Aku langsung lega mendengar penuturan itu, begitu juga dengan Bunda.“Baik, dok, terima kasih banyak,” balas Bunda.“Sama-sama, Bu. Jaeryn, cepat pulih, ya. Dokter tinggal dulu.” Dokter Farhan pun beranjak me
Read more
BAB 14 - DIHINA MISKIN
Setelah ruangan hening selama beberapa saat, Geraldy akhirnya buka suara. Kali ini, gantian Bunda yang mematung untuk menyimak pembicaraan.“Kenapa?” Tanyanya sambil membenarkan kerah jaket kulitnya.Geraldy bahkan kembali duduk di kursi dan menatap dalam kedua belah mataku. Seakan – akan ia hendak membunuhku jika aku tidak memberikan jawaban yang tepat.“Apa-apaan sikap sok pedulinya ini,” batinku.Tentu saja aku langsung kikuk dan mati gaya. Jujur saja, baru kali ini aku merasa sangat gugup ketika menatap mata seorang pria. Mata miliknya itu, benar-benar kharismatik dan mengandung banyak arti. Menatap matanya seakan menatap awan; di mana mendung dan cerah terkandung di dalamnya. Tatapan matanya itu, sukses membuatku takjub sekaligus takut.Entah bagaimana, auranya itu menciutkan nyaliku. Padahal, ada banyak uneg-uneg yang ingin kutumpahkan. Bahkan jika bisa, aku ingin memakinya. Namun, diriku yang tadinya be
Read more
BAB 15 - PERUBAHAN SIKAP
“Siapa kamu?” bentak Bunda tiba-tiba.Aku yang sudah tertidur lelap pun sontak membuka mata.“Mau apa kamu?” Bunda tampak sangat terganggu.Astaga! Yang benar saja. Arwah bapak-bapak yang biasa menggangguku itu kembali menghantuiku. Parahnya dia bahkan turut menakut-nakuti Bunda.“Pergi kamu! Berhenti mengikutiku!” Kali ini aku jauh lebih berani dari sebelumnya.“Jaeryn ....” arwah itu kembali memanggil lirih namaku.“Aku bilang pergi dari sini!” Usirku lagi.Namun, arwah itu tampak punya nyali. Semakin kami mengusirnya, ia malah semakin mendekat.“Kalian miskin dan pantas mati,” ucap arwah itu dengan tatapan yang penuh dengan kegelapan.Tanpa basa-basi, dia langsung mendorong Bunda ke dinding kemudian mencekik Bunda. Bunda tampak tidak berdaya untuk menyerang balik ataupun menyelamatkan diri. Serta merta aku pun syok dan langsung berteriak.&
Read more
BAB 16 - ADU MULUT
“Ih, Bunda. Kok gitu, sih, ngomongnya,” protesku sambil melipat tangan dengan raut cemberut.“Kenapa? Nggak terima? Kita memang miskin. Dari awal Bunda nikah sama Ayahmu, kita ini sudah miskin.”“Haduh, si Bunda malah bawa-bawa Ayah lagi,” protesku di dalam hati.“Tapi nggak seharusnya Geraldy menghinaku miskin hanya karena aku mau mengundurkan diri. Lagian mengundurkan diri itu hakku. Emangnya kerja rodi?” Balasku lagi.Ops! Tapi ... Bunda, kan, tidak tahu kalau Geraldy mencaciku pada saat aku sedang berpura-pura sakit kemarin. Ya ampun, aku baru sadar kalau dari tadi aku keceplosan.“Emangnya kapan dia hina kamu miskin?” tanya Bunda curiga.Aku terpaksa memberikan alasan bahwa Geraldy mencaciku melalui pesan Whatsapp.Namun, Bunda masih saja menyudutkan aku. Bunda bilang, bahwa aku memang layak untuk dicaci oleh Geraldy. Sebab, dia sudah begitu baik mau menawarkan
Read more
BAB 17 - TAWARAN APARTEMEN
“Jadi tanggal berapa lo bakalan masuk ke apartemen gue?”Seketika aku membeku setelah membaca pesan dari Geraldy. Tak kusangka dia benar-benar akan menagih tentang ini kepadaku. Aku jadi semakin kepikiran, apa benar dia seniat itu untuk bertanggung-jawab? Ah, rasanya tidak mungkin. Dia pasti berharap bahwa aku menjawab ‘tidak’ untuk tawarannya itu.Namun, entah mengapa aku tak berani membalas pesan itu dengan penolakan. Anehnya … alasanku bukanlah karena takut akan dicaci oleh Geraldy lagi, melainkan aku takut kalau Geraldy akan kecewa. Bagaimana kalau dia benar-benar tulus? Bunda bisa saja benar. Meskipun, firasatku mengatakan bahwa Bunda salah jauh lebih besar.Apa sebaiknya kubuktikan saja? Aku tinggal membalas pesannya dengan mengatakan bahwa minggu depan aku akan pindah ke apartemennya. Lalu menelaah reaksinya.Akh! Tapi jangan deh! Nanti aku terkesan murahan. Sial … bahkan di masa cuti seperti ini aku t
Read more
BAB 18 - PULANG DARI RUMAH SAKIT
Satu minggu berlalu cepat, hari di mana aku harus mengungsi ke apartemen Geraldy pun tiba. Dokter Farhan resmi memperbolehkan aku pulang meskipun setelah ini, aku masih harus istirahat total.Seorang suster mengingatkan Bunda tentang jadwal minum obatku. Setelah itu ia melepas infus dari tangan kiriku kemudian memberiku selamat. Ia juga membantuku duduk di kursi roda.Setelah berpamitan dengan beberapa suster yang saat itu sedang jaga, aku dan Bunda memasuki lift untuk turun ke lobby. Geraldy sudah menjadwalkan seorang supir untuk menjemput kami hari ini.Ketika pintu lift membuka, mataku langsung menangkap sosok Pak Tarno; supir Horas Entertainment yang biasa mengantarku.“Pak Tarno!” Sapaku bersemangat.“Eh, Jaeryn. Gimana keadaanmu? Maaf Bapak tidak berani datang menjengguk, takut malah ganggu,” balas Pak Tarno.“Selamat siang, Bu,” Pak Tarno turut menyapa Bunda dan Bunda melempar senyum.“
Read more
BAB 19 - APARTEMEN GERALDY
Graha Palace, tempat ini benar-benar terlihat seperti istana. Aku tak percaya bisa memijakkan kaki di dalam bagunan tinggi nan megah yang sebelumnya hanya bisa kulihat melalui televisi. Eh …  bukan memijakkan kaki, deng! Naik kursi roda maksudku.Cederaku membuat orang-orang memperlakukan aku layaknya seorang putri. Pak Tarno membantu mendorong kursi roda, kemudian ada dua orang pemuda yang mengenakan jas lengkap dengan dasinya membantu membawakan barang-barangku. Rasanya seperti dikawal.Memang, sih, rasanya enak. Tetapi di lubuk hatiku terdalam tetap ada perasaan tak biasa. Sebab … ini pertama kalinya aku diperlakukan begitu spesial. Orang miskin sepertiku, selama ini hanya menjadi kacung saja. Hmm … lagi-lagi aku iri sama Geraldy karena dia bisa menikmati kemewahan ini setiap hari.“Saya antar sampai sini saja, ya,” ucap Pak Tarno setelah ia memarkirkan kursi rodaku tepat di depan pintu apartemen Geraldy.“Te
Read more
BAB 20 - MEJA MAKAN
“Jadi, rencana Bunda sampai kapan kerja di sini?” Tanyaku sambil menemani Bunda mempersiapkan makan malam di dapur.“Nggak tahu, liat nanti.” Bunda menjawab cuek sambil menggoreng ayam.“Yaudah! Kalau cederaku sudah sembuh, aku bakalan balik sendiri ke rumah,” ancamku.“Lho? Emangnya kamu berani tinggal sendiri?” Bunda meledekku.“Ih … Bunda yang serius, dong! Kerja di sini juga bukan solusi,” protesku dengan rengekan.“Lalu, apa Jaeryn? Kamu mau apa? Dapat banyak duit, kok, nggak mau.”Tak kusangka, ternyata Bunda benar-benar kukuh dengan pekerjaan ini. Ia tidak merasa terbebani atau terhina. Bahkan menurut Bunda, kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali. Seakan-akan, aku adalah orang yang tidak pandai bersyukur.Sejujurnya bukan tidak bersyukur, sih. Kalau mau ngomongin bersyukur, tentu mau tidak mau aku harus bersyukur bisa tinggal di tempat yan
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status