All Chapters of Dipole: Chapter 1 - Chapter 5
5 Chapters
Satu
Shibuya, 10 Oktober 2015. "Aku membutuhkan sebuah pekerjaan," Himeko kemudian menyeruput pelan kopinya. Kafein adalah salah satu zat yang selalu bersamanya. Namun, alangkah lebih baik lagi kalau dirinya dapat menemukan sebuah pekerjaan yang bisa menghasilkan pundi-pundi penentu hidupnya. "Pekerjaan yang tidak bakal membuatku lelah sekali. Yang berhubungan dengan sastra atau geografi, dan kalau bisa gajinya besar." Seorang pemuda yang kini duduk tepat di hadapan sang gadis berambut hitam arang—Nakano Kei—mendengkus sebal. "Tidak ada pekerjaan yang tidak membuat lelah, Himeko. Makanya tidur. Matamu makin mengerikan. Hentikan juga kebiasaan mengiris kulit tanganmu, kalau mati duluan gara-gara itu bagaimana? Katanya mau berniat bunuh diri dengan menerjunkan diri ke palung Mariana sebagai lulusan oseanografi yang sukses." Sang gadis yang tadi membuka pertanyaan, Watanabe Himeko menyingkap lengan baju panjangnya, ada luka sayatan di sana. Lumayan banyak. Himeko memang sedang stres akhir-a
Read more
Dua
Shibuya, 10 Oktober 2015. Nakamura Naoto dikenal sebagai pemuda yang tak terduga. Pemuda itu dikenal sebagai siswa yang terlihat tidak bersemangat dengan pelajaran akademik, tetapi mempunyai sejuta mimpi nan nyata. Dengan semangat tinggi dan senang melakukan sebuah aktivitas gerak—Naoto juga dikenal sebagai pemuda yang mungkin akan memilih masa depan berbau olahraga ketika SMA. Namun nyatanya, kini pemuda itu tengah memusatkan studinya pada suara hal yang sangat terdengar akademik; mempelajari hal-hal yang berbau kejiwaan manusia. Psikologi. Saat Naoto mengatakan kepada sahabat dekat, wali, dan juga guru-gurunya—pemuda itu mendapatkan tawa dan tatapan tak percaya. Dan fakta bahwa bahwa Naoto dan menyerah adalah ketidakmungkinan, membuat keinginannya itu kini nyata. "Kenapa cepat sekali, sih." Café au lait yang sejak tadi menemaninya menyelesaikan beberapa revisi skripsi demi mendapatkan gelar sarjana tinggal sedikit. Naoto menghela napas, lagi-lagi pemuda itu harus mengucapkan sel
Read more
Tiga
Toshima, 23 Desember 2015. Kembali kepada kehadiran Nakamura Naoto—Himeko memilih untuk memutus pandangan, kumpulan pastri dan donat yang berada di dekatnya lebih menarik untuk gadis lihat daripada pemuda yang entah mengapa kini mendekatinya. Atau mungkin lebih tepatnya, mendekati mesin pembuat kopi dan susu otomatis yang memang berada di dekat sang gadis. Pemuda itu rupanya membuat latte—melihat begitu banyak susu yang dituang daripada kopi di gelas anti panas berukuran sedang. Himeko tak berusaha mengintip ataupun ingin tahu, tapi hal itu tertangkap oleh manik arangnya begitu saja. Dan gadis itu hampir menahan napas ketika Naoto benar-benar mendekat ke arahnya.  "Saya ingin Oden paket B. Apa bisa kembali dihangatkan?"  Himeko gelagapan, tetapi gadis itu tetap mengangguk. Menyiapkan pesanan pemuda itu, menghangatkannya, dan menyerahkannya dengan canggung. "
Read more
Empat
Toshima, 25 Desember 2015.   Hari ini, Natal telah dilaksanakan. Banyak pegawai konbini yang sebenarnya ingin meliburkan diri, tetapi hanya sedikit nan diizinkan atasan. Alasannya—konbini 24 jam ini memang harus tetap buka, banyak orang yang masih membutuhkan sesuatu pula masih terdapat diskon nan menggiurkan.    Himeko salah satu yang tidak mendapat jatah libur—pun gadis itu memang tidak menginginkannya.    Natal diidentikan dengan libur—kumpul bersama keluarga, sahabat, atau bahkan sekadar menghabiskan waktu bersama pacar jika memilikinya. Namun, Himeko tak memiliki alasan-alasan klise seperti di atas.    Keluarga Watanabe kecil milik Himeko tak lagi pernah berkumpul lagi sejak dirinya kuliah. Ayahnya yang galak sampai sekarang masih agak tidak menerima dirinya menjadi sarjana oseanografi, tidak memilih jurusan yang dikehendakinya. Pun pria baya itu mungkin akan kini lebih memilih me
Read more
Lima
26 Desember 2015.Himeko datang ke konbini dengan perasaan campur aduk, tetapi jika ditilik dengan pasti—ada sekelebat rasa malas yang menghantui. Namun mau bagaimana juga, gadis itu memang memiliki kewajiban untuk datang ke konbini. Mencari pundi-pundi kehidupannya dengan pasti.Pagi itu, sejak dirinya masih di dalam kereta menuju Toshima, Himeko terlihat seperti gadis yang centil karena tak henti-hentinya menatap ke dalam ponsel pintarnya nan tengah terhubung dengan kamera. Lagaknya seakan-akan ingin berswafoto, tetapi sedari tadi pun sang gadis belum menekan tombol pengambil gambar bawaan ponsel pintarnya.Tak lupa sesekali Himeko juga menurunkan lengan jaketnya agar benar menutupi keseluruhan lengannya, terutama lengan kiri."Selamat pagi. Seperti biasanya, kau menjadi yang paling pagi datang, Himeko."Sesampainya di konbini yang masih belum terdapat pelanggan pada pagi itu, Himeko disambut oleh seorang pemuda yang rambutnya diwarnai merah marun. Di bawah matanya terdapat kantung m
Read more
DMCA.com Protection Status