All Chapters of Bukan Pilihan: Chapter 21 - Chapter 30
149 Chapters
Chapter 21 : Penculikan
    Seharusnya sore ini Diana sudah dalam perjalanan kembali. Alex menghitung, dia bisa memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi Diana untuk berangkat dari kota tempat orangtuanya tinggal menuju ke kota ini. Jika jalanan bebas hambatan perjalanan hanya membutuhkan waktu tiga jam.     Satu malam tanpa kehadiran Diana membuat Alex tidak dapat tidur karena insomnia yang diderita. Meskipun demikian dia tidak mau minum obat tidur lagi. Apa artinya satu malam dibanding selamanya?    Matahari mulai turun ke peraduannya. Langit berubah warna. Alex mondar-mandir dengan gelisah di dalam kamar ketika waktu yang dia perhitungkan terlewati. Ada secercah perasaan tidak nyaman yang tidak dapat dia singkirkan.     Untuk menghilangkan kecemasan Alex mencoba menelepon. Diana tidak menjawab panggilan teleponnya. Alex mencoba beberapa kali lagi. Hasilnya sama saja. Apakah Diana tidak mendengar dering handphonenya? Ataukah handpho
Read more
Chapter 22 : Kelemahan Terbesar
    Diana terbangun dengan linglung di atas sebuah tempat tidur. Pipinya masih terasa sakit akibat tamparan tadi. Kepalanya melayang. Diana mencoba turun dari tempat tidur dan jatuh terduduk. Kakinya lemas.    Alex. Tujuan mereka adalah Alex. Hati Diana diliputi kecemasan. Dia menyesal karena begitu mudah diculik. Orang-orang ini menyeretnya ke dalam van saat dia turun dari mobil travel. Jika terjadi apa-apa pada Alex dia akan menyesal seumur hidup. Itu pun jika dia masih hidup.     Lelaki tua bernama John yang menamparnya tadi terlihat begitu menyeramkan. Apa hubungan orang itu dengan Alex?    Terdengar suara kunci dibuka. Jantung Diana berdegup kencang. Rasa takut menyelimuti. Matanya mengawasi pintu yang terbuka.    "Ah, sudah sadar rupanya!" John tertawa senang. Dia berjalan mendekati Diana yang masih terduduk di lantai. John mengangkat Diana ke atas tempat tidur dan duduk berhadapan dengannya. Mata kanannya
Read more
Chapter 23 : Menyelamatkan Kekasih
    Dari tindakan Alex, John dapat mengukur betapa berharganya Diana. Dia mengelus bekas luka di wajahnya. Sebuah kebiasaan yang kerap dilakukan saat memikirkan sebuah rencana kotor. John memanggil anak buahnya.    "Ambilkan segelas air," perintah John.    Tidak sampai satu menit segelas air sudah diletakkan di meja John. Dia mengeluarkan sebotol cairan dan menuangkan beberapa tetes ke dalam gelas.    "Paksa wanita itu minum."     Anak buahnya mengangguk paham. Dia mengajak seorang lelaki lagi menuju kamar Diana.     John mengamati dari CCTV. Matanya memicing memperhatikan kedua anak buahnya masuk ke kamar Diana. Wanita itu tampat terkejut tapi menerima gelas air. Tidak disangka Diana menyiram anak buahnya. John tertawa. Tampaknya dia harus turun tangan sendiri.    Diana terheran-heran saat John muncul bersama dua orang lelaki yang disiramnya tadi. Mau apa dia?&n
Read more
Chapter 24 : Kekhawatiran Sang Ayah
    "Kamu tidak boleh pergi sendirian," kata Alex tegas.    "Apaan sih?"    "Kamu. Tidak boleh. Pergi. Sendirian." Alex mengeja kalimatnya.    "Tapi aku cuma mau ke dapur!" Diana kesal dan geli dengan tingkah Alex.    "Kamu mau apa? Kuambilkan."    "Aaaah kamu ini, kok jadi tambah posesif sihhh!" Diana merajuk.    Alex memeluk Diana erat-erat, "Maafkan aku Princess, perasaanku belum pulih."    Diana terhenyak. Begitu rupanya. Dia menangkup wajah Alex dan menatap matanya, "Aku baik-baik saja kan? Kamu berhasil menyelamatkanku."    "Aku tahu." Alex tersenyum.    Mata Diana melebar mendengar kepercayaan diri Alex, "Ada yang pernah bilang kalau kamu sombong?"    "Beberapa kali. Tapi mereka sudah kuberi pelajaran."    "Ehm..., kamu mau memberiku pelajaran juga?"    "Hati-hati dengan ucapanmu, Princess. Aku bisa m
Read more
Chapter 25 : Lelaki Berjas
    Diana melihat lelaki di hadapannya berbicara lewat headset. Tampaknya Benyamin memberi perintah khusus. Diana merasa akan terjadi sesuatu yang buruk. Saat itu Alex tampak berlari kecil ke arah mereka. Dia berhasil mengejar penjambret tadi dan merebut kembali tas Diana.     "Maaf, Nona. Aku harus membawamu pulang." Si lelaki berjas tersenyum.    "Aku sudah bilang tidak mau." Diana bergerak mundur.    Alex yang mengamati pergerakan tidak biasa ini mempercepat langkahnya. Wajahnya mulai cemas. Dia bisa menebak sesuatu yang aneh sedang terjadi.    "Maaf."     Diana menjerit saat lelaki berjas itu mengangkatnya dengan mudah. Tubuhnya dipanggul di pundak seperti membawa sekarung beras. Lelaki itu berjalan cepat ke arah pintu utama.    "Hei!!" Alex berteriak. Sedikit lagi dia mencapai Diana.    "Alex!" Diana tahu Alex tidak akan membiarkannya dibawa pergi, "Turunkan aku
Read more
Chapter 26 : Bodyguard
    Sampai malam tiba tidak ada satu pun telepon dari Benyamin. Hal ini membuat Diana gelisah. Berada di antara dua lelaki yang saling menatap seperti banteng hendak beradu membuat syarafnya tegang. Alex terpaksa mengijinkan Jack ikut naik ke penthouse atas permintaan Diana.     "Telepon bosmu." Alex melempar handphone ke atas meja.    "Tidak bisa," sahut Jack dengan wajah penuh senyum, "Aku tidak hafal nomornya."    "Apa?? Bawahan macam apa kau?"    "Bawahan yang setia."    "Bagaimana kalau kupatahkan gigimu supaya tidak bisa tersenyum lagi?" sergah Alex.    "Aku mau lihat kau mencobanya." Jack terkekeh.    Kedua lelaki itu berdiri berbarengan saling mencengkeram baju lawan. Diana geleng-geleng kepala.     "Kalian umur berapa sih?" gerutu Diana.    "Belum setua dia," sahut Jack.    "Perjalanan tiga puluh lantai ke bawah tida
Read more
Chapter 27 : Dua Petarung
    Subuh ketika Diana masih terlelap....    Alex berdiri berhadapan dengan Jack di atap gedung. Angin malam bertiup kencang membuat pakaian mereka berkibar. Dua pasang mata saling menatap mengukur kekuatan lawan. Jika saja di langit ada kilat menyambar adegan ini akan terlihat sempurna seperti film-film silat.    "Aku mengajukan diri begitu mengenali fotomu, Vorst." Jack berkata dengan dingin, "Sekali dayung dua pulau terlampaui."    "Tidak bisa move on dari masa lalu?" ejek Alex.    "Tidak!" seru Jack, "Aku sudah menanti berbulan-bulan untuk dipasangkan denganmu di arena, tapi begitu saatnya hampir tiba kau menghilang."    "Baiklah. Tidak ada cara lain, bukan?" Dengan senyum tersungging di bibir, Alex melepas kemeja dan melemparnya ke lantai. Tato naga Alex membuatnya terlihat garang.    Jack terlihat bersemangat. Dia melepas jas serta kemeja dan meletakkannya dengan hati-hati di lantai.
Read more
Chapter 28 : Jack
    Diana geleng-geleng kepala melihat kondisi Alex dan Jack yang baru turun dari atap. Wajah mereka berantakan sehabis berkelahi tapi ketegangan yang ada sejak awal sudah lenyap.    "Kalian dari mana?" tanya Diana. Dirinya terbangun dan menemukan sisi tempat tidur Alex dingin.    "Ngobrol."    "Jalan."    Kedua jawaban yang berbeda keluar bersamaan dari mulut Alex dan Jack. Mereka bertatapan dan tertawa. Diana terhenyak. Apa yang terjadi dengan mereka? Diana membuntuti Alex ke dalam kamar.    "Alex, apa yang--"    "Bagaimana kalau Jack menempati kamarmu? Dan kamu pindah kesini?" Alex memotong kata-kata Diana.    "Ide buruk! Aku tidak mau!"    "Oh, ya betul. Terlalu berbahaya untukmu." Alex tertawa.    Diana berpikir sejenak, "Di atap bukannya ada kamar tidak terpakai? Kurasa ukurannya juga cukup besar untuk ditinggali dengan layak."   
Read more
Chapter 29 : Simpati Untuknya
    "Sebenarnya tidak seburuk itu kok. Lagipula pintumu kan memang mau diganti?" kata Diana sambil memegangi lengan Alex.    "Betul. Pintu itu terlalu rapuh," timpal Jack yang sedang menggoreng sosis dan memanggang roti. Celemek berwarna hijau cerah menggantung di lehernya. Hari sudah menjelang pagi maka dia memutuskan untuk membuat sarapan.    "Itu keputusanku! Bukan kamu, bodyguard nyasar! Lain kali lakukan tugasmu dengan lebih baik!" sergah Alex. Urat di pelipisnya menonjol.    Bibir Jack komat-kamit menirukan kata-kata Alex.     "Heh, jangan kira aku tidak bisa melihatmu!" bentak Alex.     Jack baru menyadari kalau gerak-geriknya terpantul jelas di kitchen set yang daun pintunya terbuat dari stainless steel. Dia menyeringai.    "Alex, jangan." Diana menahan Alex dengan segenap bobot tubuhnya.    Saking kesalnya Alex pergi ke atap untuk menghajar samsak. Selama in
Read more
Chapter 30 : Ingin Kepastian
    Club yang dikunjungi malam ini berlokasi di kota tetangga dengan jarak tempuh dua jam berkendara dalam kondisi lalu lintas lengang. Tidak ada yang mengobrol sepanjang perjalanan. Ada ketegangan pekat di udara. Saking pekatnya jika ada yang mengeluarkan pentul korek api, akan menyala.    Alex membawa serta laptopnya dan laptop Diana. Tinggal menancapkan kabel data di laptop dan semua informasi yang ada dalam perangkat elektronik club dapat dibaca. Praktis dan tidak ada yang dapat disembunyikan.    Mobil parkir di tempat yang tersedia. Mereka bertiga masuk ke club dengan Alex berjalan mendahului. Semua karyawan menyambutnya dengan hormat, tapi menatap Diana dan Jack dengan terheran-heran.    Seolah teringat sesuatu Alex menghentikan langkahnya untuk menunggu Diana. Dia lalu merangkulnya masuk ke ruang kantor.    "Selamat malam, Alex. Kami sudah menunggu kedatanganmu!" sapa seorang lelaki muda berperawakan besar.
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status