Semua Bab Mengukir Impian Baru: Bab 41 - Bab 50
114 Bab
Bab 41 - Bertengkar Lagi
Jonah mendekatkan wajahnya kepadaku, aku refleks memejamkan kedua mataku. Benar, ‘kan? Dia selalu menggunakan cara ini untuk menghukumku setiap kali aku mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya aku katakan. Aku menunggu beberapa saat tidak terjadi apa pun. Aku membuka salah satu mataku dan melihat dia hanya beberapa senti saja dari wajahku. Apa yang dia lakukan?“Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Kamu tidak ingin aku menciummu tetapi kamu berulang kali sengaja memancingku untuk melakukannya,” katanya yang tidak terlihat risih dengan kedekatan fisik kami. Aku tidak bisa memberi respons karena bergerak sedikit saja, bibirku akan menyentuh bibirnya.“Ada apa? Kamu kehilangan kata-kata sekarang? Kamu tidak punya bantahan apa pun lagi?” katanya sedikit mendesak. Ya, sudahlah. Yang terjadi, terjadi saja.“Kamu berdiri terlalu dekat.” Aku sengaja menekan kepalaku ke badan mobil agar tidak ada bagian wajahku yang menyentuhnya.
Baca selengkapnya
Bab 42 - Pertanyaan Penting
Berani-beraninya dia berusaha menyerangku. Aku masih bisa menoleransi kata-kata spontan yang sering diucapkannya untuk menantangku. Tetapi menggunakan kekerasan untuk melawanku sudah melewati batas. Sepanjang hari ini aku akan memberitahunya bagaimana seharusnya dia bersikap kepada tunangannya sendiri.Tidak ada satu kata pun di dunia ini yang bisa membuatnya tunduk. Hanya satu. Menikah. Dia begitu ketakutan dan panik setiap kali aku mengancam akan memajukan tanggal pernikahan kami. Aku tidak akan melakukan itu karena aku masih punya banyak rencana dan tidak ingin ada penghalang yang disebut sebagai seorang istri. Tetapi melihatnya bungkam dan tidak berkutik untuk beberapa saat membuatku harus menggunakan hal itu sebagai ancaman.Dia pasti berpikir bahwa aku sama saja seperti laki-laki di luar sana yang menggunakan kekerasan tanpa tahu bagaimana mengantisipasi perlawanan yang datang tiba-tiba. Aku tidak sama sepertinya yang hanya belajar beberapa trik untuk membebaskan
Baca selengkapnya
Bab 43 - Senyuman
Dia bilang dia butuh bukti? Oke. Aku akan membuktikan bahwa aku juga bisa serius dengan kata-kataku sendiri. Aku tidak tahu akan seperti apa hubungan kami di masa depan jika kami meneruskan pertunangan ini. Tetapi jika harus memilih, maka sampai saat ini dia adalah pilihan yang terbaik.Aku tahu bahwa pertanyaan ini tidak akan dibahas lagi. Tidak akan pernah, bila aku tidak salah menilai Jonah. Dia bukan tipe laki-laki yang suka menoleh ke belakang berkali-kali sehingga menghalanginya untuk melangkah maju.Jika sebuah ciuman yang dimintanya untuk membuktikan keseriusanku, maka itu yang aku berikan kepadanya. Tetapi saat menciumnya, aku bisa merasakan bibirnya membentuk sebuah senyuman. Aku tidak pernah melihatnya tersenyum sebelumnya. Aku menjauhkan wajahku untuk melihat wajahnya. Aku benar. Dia sedang tersenyum. Dan aku melihat seberkas emosi pada kedua matanya.Entah apa yang mendorongku, aku berpindah duduk ke pangkuannya, lalu mencium bibirnya berkali-kali.
Baca selengkapnya
Bab 44 - Sederajat
Jonah mengajakku memasuki setiap ruangan yang ada di lantai dasar. Selain ruang duduk yang tadi aku masuki, ada ruang duduk lain yang sepertinya ditujukan untuk menerima tamu. Ruangannya lebih besar dengan sofa yang lebih banyak. Karena ada pada bagian paling depan, ruangan itu memiliki dua jendela ganda di sudutnya. Ukurannya dari lantai sampai ke langit-langit sehingga ruangan itu sangat terang oleh sinar matahari.Berikutnya, dia membawaku ke ruang makan yang lebih besar. Benar dugaanku. Ruang makan tadi adalah untuk keluarga, sedangkan yang besar adalah untuk menjamu tamu. Sayang sekali, ruangan ini pasti jarang digunakan. Tetapi dengan adanya pelayan, ruangan itu sama bersihnya dengan ruangan sebelumnya yang telah aku masuki.Ketika dia membawaku ke sebuah ruangan yang dipenuhi dengan buku, aku langsung menebak bahwa itu adalah ruang kerja sekaligus ruang untuk membaca atau belajar. Aku memeriksa beberapa buku pada salah satu rak. Semuanya adalah buku mengenai man
Baca selengkapnya
Bab 45 - Jatuh Cinta
Sepertinya aku jatuh cinta kepada wanita muda ini. Bagaimana aku bisa tahu, entahlah. Tetapi aku menyukai setiap kejutan yang diberikannya kepadaku. Hanya dalam satu hari dia sudah dua kali membuatku terkejut. Pertama, dia berani mencoba menyakitiku secara fisik. Yang kedua adalah yang paling menarik, dia yang berinisiatif memberiku ciuman seintim itu.Belum cukup dengan kejutan itu, dia kembali membuatku terpesona dengan sikap sopannya kepada Pak Endra. Pria itu hanya seorang koki, seperti yang pernah diucapkan Jovita. Tetapi Celeste memperlakukannya dengan hormat bahkan menghargai setiap pendapatnya. Para pelayan akan sangat menyukainya nanti. Sekarang saja dia sudah berhasil mencuri hati kepala koki kami.Yang membuatku tidak mengerti adalah apakah dia wanita normal? Aku yakin bahwa setiap perempuan yang melihat rumah kami, gedung perusahaan kami, mobil mewah kami, bahkan pakaian yang kami kenakan, akan berusaha keras agar bisa menjadi nyonya di rumah ini. Tetapi ti
Baca selengkapnya
Bab 46 - Sakit
Aku merasakan sakit pada pinggang, perut bagian bawah, dan punggung bawahku. Tetapi aku masih bisa melakukan aktivitas ringan. Aku sarapan bersama Papa dan Kak Nevan, juga masih sempat menonton siaran televisi. Kak Nevan sudah memberikan pereda rasa sakit andai rasa nyerinya sudah tidak tertahankan lagi.Obat itu selalu berakhir di tangannya lagi karena aku tidak akan menyentuhnya. Setiap kali sakit ringan, aku lebih memilih untuk menggunakan pengobatan alami. Minum air hangat, makan buah, melakukan kompres, apa saja yang penting bukan memasukkan bahan kimia itu ke dalam tubuhku.Bosan hanya menonton acara yang itu-itu saja, aku memutuskan untuk berbaring di kamar dan memeriksa kabar di media sosial lewat tabletku. Jonah sedang apa sekarang? Bila aku meneleponnya, apakah dia akan terganggu? Ah, sebaiknya jangan. Dia sedang bekerja.Mendengar getaran di atas nakas, aku segera mengambil ponselku dan tersenyum saat melihat layar. Bukan Jonah. Aku mendesah pelan. &l
Baca selengkapnya
Bab 47 - Obat yang Manjur
“Jonah, tunggu sebentar.” Nola mengikuti kami dari belakang. Tetapi pria ini tidak menggubris sahabatku dan terus saja berjalan. Kali ini dia sedang menuruni tangga. “Jonah, kamu akan membawa dia ke mana?” tanya Nola bingung.“Bu, tolong bukakan pintunya.” Jonah pasti mengatakannya kepada Bu Liana. Aku melihat ke sekelilingku dengan heran. Kami berada di pekarangan rumahku. Dia akan membawaku ke mana? “Nola, bukakan pintu mobil.”“Jonah, apa-apaan ini?” tanyaku setelah bisa bicara. Dia juga tidak mengacuhkan aku dan mendudukkan aku di jok depan.Tidak mau ketinggalan, Nola ikut masuk ke mobil. Jonah segera menyalakan mesin mobilnya dan mengendarainya keluar dari pekarangan rumahku. Aku menarik napas panjang merasakan nyeri itu datang lagi. Sial. Apa yang sebenarnya terjadi?“Jonah, kita akan pergi ke mana?” tanya Nola bingung.“Ke rumah sakit. Nevan hari ini masuk kerja,
Baca selengkapnya
Bab 48 - Keadaan Darurat
Satu unit lagi dan aku akan lepas dari tanggung jawab pemasaran apartemen baru kami. Walaupun para agen penjual begitu bersemangat menawarkan unit terakhir, aku menyuruh mereka semua untuk istirahat makan siang. Tidak ada gunanya mereka memaksakan diri jika karena pekerjaan ini mereka menjadi sakit.Aku menunggu laporan dari stan lain yang ada di beberapa mal yang berlomba menjual unit terakhir. Tetapi sampai jam makan siang tiba, belum juga ada berita. Fabian mengajakku untuk makan di salah satu restoran, aku menolak. Aku lebih memilih makan bersama karyawan lainnya di belakang stan. Hanya tinggal satu unit lagi, aku lebih baik menunggu bersama mereka.Fabian baru saja datang membawakan makan siang yang dibelinya ketika ponsel dengan nomor pribadiku bergetar. Aku mengeluarkan benda itu dan terkejut melihat nama pada layar. Celeste tidak pernah meneleponku pada jam kerja. Biasanya hanya mengirim pesan.“Halo,” sapaku sambil berjalan menjauh dari para
Baca selengkapnya
Bab 49 - Tampil Beda
Aku mengenakan dress berwarna hitam dengan bagian rok bertumpuk dipadukan dengan blazer berwarna putih dan sepatu berhak datar berwarna putih gading. Aku memasukkan semua barang yang akan aku butuhkan ke tas. Setelah untuk terakhir kalinya melihat bayanganku di cermin, aku keluar dari kamar.Papa dan Kak Nevan sedang menikmati sarapan mereka. Air liurku terbit melihat bacon disajikan di atas meja. Aku segera duduk dan membuat roti isiku sendiri. Aku mengambil selembar roti tawar, lalu secara berurutan meletakkan selada, irisan tomat, bacon, telur, garam, lada, dan saus tomat, kemudian meletakkan selembar roti tawar lagi di atasnya.“Kamu bukannya mau ke kampus?” tanya Kak Nevan melihat penampilanku. Aku mengangguk pelan sambil mengunyah roti isiku. “Lalu mengapa kamu berpakaian seperti itu? Biasanya kamu hanya memakai blus dan celana panjang.”“Bukan aku yang akan sidang hari ini, aku juga tidak
Baca selengkapnya
Bab 50 - Kelas Satu
Papa menolak keras ketika aku mengatakan kepadanya mengenai rencana liburan bersama tersebut. Dia tidak percaya bahwa teman-teman akan menjagaku dengan baik. Walaupun aku sangat tidak suka dengan ide itu, aku benar-benar tidak mau mengatakan hal itu, tetapi demi kata iya darinya, aku terpaksa berkata bahwa Jonah juga akan ikut.Ajaib. Papa langsung setuju dan memberiku kartu kreditnya untuk memesan tiket pesawat dan kamar hotel. Aku hanya bisa bengong. Nola membenci ide itu saat aku memberitahunya lewat telepon. Namun karena kami benar-benar ingin pergi, kami akhirnya mengalah. Jonah hanya membalas pesanku dengan satu kata favoritnya, oke.Baru hari pertama liburan, Jonah sudah membuatku kesal. Dia menjemputku dari rumah dengan limousine. Katanya, fasilitas dari maskapai penerbangan. Oh, aku tidak mengeluhkan hal itu. Yang aku keluhkan adalah dia kembali sibuk sendiri dengan ponselnya. Apakah dia tidak mengajukan cuti karena akan ikut berlibur? Mengap
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status