All Chapters of Mengukir Impian Baru: Chapter 51 - Chapter 60
114 Chapters
Bab 51 - Satu Kamar
Reaksinya saat mengetahui bahwa kami akan tidur satu kamar sudah bisa aku tebak. Karena itu aku tidak mengatakan apa pun mengenai rencanaku tersebut. Kami sudah bertunangan, apa salahnya tidur dalam satu kamar? Kami tidak tidur dalam satu tempat tidur, apa yang dia khawatirkan?Aku memang tertarik kepadanya. Aku tahu bahwa aku sedang menyiksa diriku sendiri dengan berada dalam satu kamar dengannya tetapi tidak bisa menyentuhnya. Perasaan yang diam-diam tumbuh untuknya di dadaku tidak banyak membantuku. Hampir setiap malam aku memikirkannya. Setidaknya, aku ingin mencium bibirnya sebelum tidur.Tentu saja aku tidak mungkin melakukannya. Kami hanya bertemu pada hari Minggu atau hari lainnya bila ada hal yang tak bisa kami hindari. Hanya pada saat kami bertemu aku bisa mendapat satu ciuman. Aku masih punya harga diri. Aku tidak mungkin mampir setiap kali usai kerja ke rumahnya hanya untuk mencicipi bibirnya. Dia bisa curiga bahwa aku jatuh cinta kepadanya.“K
Read more
Bab 52 - Bukan Anak Kecil
Papa benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa dia mengizinkan aku dan Jonah tidur dalam satu kamar? Sampai aku pamit untuk berangkat pagi tadi, Papa tidak mengatakan apa pun tentang ini kepadaku. Aku benar-benar tidak percaya papaku sendiri mengizinkan ini terjadi.Seharusnya kami berada di pulau ini untuk bersenang-senang dan menikmati alam. Semua rencana itu hancur karena masalah kamar. Mengapa dia tidak tidur di kamarnya sendiri saja dan aku bersama teman-temanku? Bukankah itu akan lebih nyaman baginya?“Aw!” Aku memekik terkejut ketika sesuatu yang dingin menyentuh wajahku. Nola tertawa.“Wajah apa itu? Kita ke sini untuk berlibur, bukan untuk memikirkan masalah,” ucap Nola sambil menyiramkan air laut ke arahku.“Nola, cukup!” kataku setengah marah. Dia terus saja menyerangku hingga akhirnya aku ikut tertawa bersamanya. Dan perang air pun tidak terhindarkan.Dia menyerah lebih dahulu. Aku tertawa penuh kemenan
Read more
Bab 53 - Dalam Mimpimu
Aku tidak nyaman mengenakan mantel mandi tersebut lebih lama, tetapi aku juga tidak berani berganti pakaian di kamar ini. Dia bisa keluar dari kamar mandi kapan saja, dan aku tidak mau dia melihatku tanpa pakaian.Kami akan bicara setelah dia selesai mandi. Apa dia pikir aku takut kepadanya? Memangnya apa yang bisa dia lakukan? Dia bisa berenang di kolam dan membiarkan puluhan mata menikmati tubuh indahnya. Mengapa aku tidak boleh melakukan hal yang sama? Aku tetap berpakaian, sama seperti dia. Lagi pula apa bedanya baju renang one piece atau two piece?Peraturannya selalu saja hanya diberlakukan untukku, sedangkan dia tidak. Aku rasanya ingin menarik-narik wajah dinginnya itu karena sudah membiarkan banyak orang melihat tubuhnya. Nola dan teman-temanku juga seenaknya saja menatapnya tanpa berkedip. Mereka sebenarnya sahabatku atau bukan? Dan berani sekali mereka berharap bisa tidur satu kamar dengannya.Sebentar. Apa yang sedang aku pikir
Read more
Bab 54 - Pencari Masalah
Apa yang disampaikan di internet seratus persen benar. Aku sangat takjub saat melihat sendiri hasilnya. Ternyata menghadapi wanita yang sedang marah tidaklah sesulit yang aku bayangkan. Aku hanya perlu memeluknya sampai dia merasa tenang.Celeste bukan hanya tidak marah lagi kepadaku, dia bahkan tidak menolak ciumanku. Aku tidak percaya masih beberapa minggu lalu dia bukan hanya menolak, tetapi juga tidak tahu bagaimana cara mencium dengan benar. Sekarang dia bukan hanya membalas ciumanku, dia juga sudah belajar melakukannya dengan benar.Debaran di dadaku saat kami berada begitu dekat terhadap satu sama lain dan rasa sedih ketika harus menjauhkan diri hanya memiliki satu arti. Aku jatuh cinta semakin dalam kepada gadis ini. Karena kalau bukan itu alasannya, aku tidak akan bertingkah seperti tadi saat mengetahui dia memakai baju renang itu.Kami sedang berada di kolam renang, dia berencana untuk berenang bersama teman-temannya, tentu saja dia memakai baju renang
Read more
Bab 55 - Dalam Mimpi
Hatiku terasa lebih ringan setelah kami bicara baik-baik di kamar. Kami duduk begitu dekat di sofa dan mendiskusikan banyak hal. Tentu saja banyak berciuman juga. Ehem. Sampai akhirnya perutku berbunyi merusak suasana indah tersebut.Kami keluar dari kamar sambil bergandengan tangan. Aku menekan bel kamar Nola, tetapi tidak ada respons. Aku menekan bel kamar teman kami, juga tidak ada respons. Sepertinya mereka sudah turun ke restoran lebih dahulu.Dan dugaanku benar. Nola menyambut kedatangan kami dan mengajak kami untuk duduk bersama mereka. Makan malam itu sangat menyenangkan sampai para pria kenalan teman-temanku datang ke meja kami. Salah satu dari mereka mengenal Jonah dan bersikap tidak sopan dengan meletakkan tangannya di atas meja agar bisa menjabat tanganku. Tepat di atas piring Jonah.“Pria yang banyak bicara itu adalah anak salah satu pengusaha besar di Jakarta,” ucap Jonah yang akhirnya membuatku mengerti mengapa dia bersikap seolah-olah
Read more
Bab 56 - Malaikat Pelindung
“Sialan kamu. Berengsek! Jangan sentuh aku! Jauhkan tanganmu dariku!” pekikku dengan kesal.“Apa yang sedang kamu lakukan?” Jonah berbicara dengan suara seraknya. Aku membuka mata dan melihat kami sedang berbaring bersama di salah satu tempat tidur.“Pergi kamu! Enak saja kamu mau menyentuh tubuhku sebelum menikah! Pindah! Tempat tidurmu bukan di sini!” Aku memberontak ingin lepas dari pelukannya.“Ini tempat tidurku. Kamu saja yang pindah.” Dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga ke leher, lalu kembali terlelap. Aku menatapnya dengan heran. Apa yang telah terjadi? Bukankah dia ingin melakukan sesuatu denganku? Mengapa sikapnya malah acuh tak acuh begini?Aku melihat ke balik selimut. Pakaianku masih lengkap. Bahkan aku masih mengenakan pakaian yang aku ingat aku pakai saat makan malam. Apa yang terjadi? Aku duduk dan melihat ke sekujur tubuhku. Tidak ada yang berubah. Tidak ada yang terasa aneh j
Read more
Bab 57 - Kelalaian
Minggu ini benar-benar minggu yang melelahkan bagiku. Ucapan selamat yang tidak henti -hentinya berdatangan atas terjualnya seluruh unit apartemen kami. Celeste yang mengalami nyeri datang bulan. Penerbangan dari Jakarta ke Bali sekaligus pekerjaan yang menumpuk. Ditambah lagi aku harus menghadapi tunanganku yang tantrum, lalu trauma karena perbuatan pria kurang ajar itu, dan perkelahianku dengan mereka. Aku hanya ingin beristirahat pada hari Minggu.Sayangnya, aku tetap bangun pagi dan terpaksa menyibukkan diri dengan membaca berita terbaru di media berita daring. Aku akui aku iri dengan tunanganku yang bisa tidur begitu pulas di tempat tidurnya. Aku ingin sekali mengganggunya agar dia menemaniku berbincang, tetapi mengingat apa yang baru dialaminya, dia layak untuk mendapatkan waktu istirahat beberapa jam lebih lama.Aku mencium keningnya sebelum keluar dari kamar. Lebih baik aku mandi agar saat dia bangun, kami bisa ke ruang makan. Aku mengenakan salah satu kaus dan
Read more
Bab 58 - Wisuda
“Pa, ayo, cepat. Aku tidak mau sampai terlambat!” pekikku panik.Hari ini adalah hari wisudaku. Hari yang sudah aku tunggu-tunggu. Bangun lebih pagi dari biasanya, aku jalani tanpa mengeluh. Bunda mengirim penata rias dan rambut agar aku bisa tampil sempurna pada hari besarku. Kebaya yang aku kenakan pun dijahit oleh seorang desainer kebaya terkenal. Padahal aku harus menutupinya dengan toga, tetapi aku tidak menolak pemberiannya tersebut.“Hanya acara wisuda, mengapa kamu hebohnya seperti acara pemberkatan pernikahan saja,” ucap Papa sambil berjalan terburu-buru mendekati mobil. Aku memutar bola mataku dan meminta Kakak untuk segera menyetir mobilnya.“Aku tidak ingin menjadi pusat perhatian ketika aku memasuki aula, Pa.” Aku mengambil ponselku yang bergetar di dalam tasku. Jonah. “Ya?”“Apakah kamu sudah berangkat?” tanya Jonah dengan nada dinginnya.“Baru saja keluar dari gerbang,
Read more
Bab 59 - Biarkan Dia Pergi
Aku tidak pernah merasa semalu ini dalam hidupku. Hanya sebuah ciuman singkat di depan orang yang tidak kami kenal saja sudah membuat jantungku berdebar kencang. Apalagi di depan orang yang kami kenal. Yang kami lakukan tadi bukan ciuman biasa, tetapi kami saling melepaskan kerinduan dan aku tidak ingin melakukannya di depan siapa pun. Siapa pun. Termasuk Bunda.Wajahku pasti merah padam semerah yang sanggup dilakukan oleh kulitku. Sikap Jonah tidak membantuku sama sekali. Dia malah mempererat pelukannya.“Aku memintamu membawanya ke sini supaya kami bisa memperbaiki riasannya, Jonah,” kata Bunda kepada putranya.“Dan aku membantu sebisaku,” ujar Jonah acuh tak acuh. Aku menatapnya tidak percaya. Melihat lipstik yang aku pakai mengenai bibirnya, cepat-cepat aku menghapusnya dengan jariku. Ini benar-benar memalukan. Dia malah tersenyum. Senyum manisnya yang mampu membuat lututku lemas.“Ayo, Celeste. Orang-orang sudah menunggu
Read more
Bab 60 - Dia Milikku
Perasaanku tidak enak ketika melihat Jason berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu di mana tadi Celeste keluar. Entah mengapa setiap kali tunanganku ke kamar mandi, kejadian di Bali terputar ulang di kepalaku. Seharusnya aku tidak perlu mengkhawatirkannya. Ada seorang wanita yang selalu mengawasinya untukku. Jovita berdiri dan dia juga berjalan keluar aula dari pintu yang sama. Aku ingin menguji pengawal Celeste yang baru, tetapi aku tidak mau mengambil risiko. Jason dan Jovita bukanlah kombinasi yang baik. Aku tidak ingin mereka bertengkar, lalu tunanganku dijadikan kambing hitam. “Aku permisi sebentar,” kataku kepada keluargaku. “Ada yang mengkhawatirkan tunangannya,” goda Bunda. Aku hanya memutar bola mataku. Dugaanku benar. Jovita melihat Jason sedang bicara dengan Celeste. Dia malah menyuruh istrinya untuk pergi. Melihat tunanganku tidak punya kesempatan untuk menjauh darinya, aku memilih untuk membantunya. Celeste bisa ada dalam b
Read more
PREV
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status