All Chapters of Mengukir Impian Baru: Chapter 81 - Chapter 90
114 Chapters
Bab 81 - Mengundurkan Diri
Manajer itu keluar dari ruangan dengan wajah penuh penyesalan kepadaku. Dia tidak bisa berbuat banyak atas laporan yang aku sampaikan. Karena dia hanya bisa bertindak jika ada bukti. Mereka berdua keluar dari ruangan IT, tetapi Pak Varen masih sempat menoleh ke arahku dan tersenyum penuh arti. Aku mengepalkan tinjuku.“Cel, mereka mungkin tidak percaya kepadamu, tetapi aku percaya,” ucap Nola berusaha untuk menghiburku. “Wajah kamu pucat sekali. Sebaiknya kamu makan dahulu sebelum kembali bekerja.”“Aku tidak yakin aku masih sanggup bekerja.” Aku terduduk di kursi kosong yang ada di ruangan itu.“Kamu sedang lapar. Ayo, kamu makan dahulu.” Nola menarik tanganku untuk berdiri. Aku menurut. Lagi pula aku tidak mungkin berada di ruangan itu lebih lama. Mereka sudah kembali bekerja.Kami duduk di sofa pada ruang duduk yang ada di lantai tersebut. Aroma makanan yang lezat itu mudah saja membantu mengembalikan sel
Read more
Bab 82 - Hanya Mimpi
Lampu lalu lintas berwarna merah sedang menyala saat ponselku bergetar. Aku memutuskan untuk menjawab panggilan masuk tersebut agar keadaan di dalam mobil tidak terlalu sepi. Tidak pernah terlintas di benakku bahwa aku akan pernah mendengar berita terburuk dalam hidupku. Setidaknya, bukan kabar itu. Ayah berusaha tegar di seberang telepon saat memberiku kabar tersebut.Jason meninggal dalam sebuah kecelakaan. Kakakku yang akhir-akhir ini bersikap begitu baik dan melakukan banyak hal bersamaku. Kami berolahraga bersama, memeriksa stan pameran bersama, menemui investor, melakukan inspeksi terakhir di mal baru kami, bahkan mendiskusikan laporan bersama. Semua hal itu adalah hal terakhir yang aku lakukan bersamanya?Kami lebih banyak menghabiskan waktu dengan bertengkar, berdebat, dan bersaing karena orang-orang di sekitar kami sering membanding-bandingkan kami berdua. Mengapa saat hubungan kami membaik, kami hanya bisa menjalaninya sesaat saja? Mengapa kakakku dijemput se
Read more
Bab 83 - Konsekuensi
Seperti yang aku harapkan, aku terbangun. Aku melihat ke langit-langit ruangan. Ini adalah kamarku. Aku mengerang pelan merasakan kepalaku sangat sakit. Aku menoleh ke kanan untuk melihat jam digital yang ada di atas nakas. Pukul tujuh pagi. Aku terlambat bangun dari biasanya.Saat menoleh ke kiri, aku melihat seseorang berbaring dengan posisi miring di sisiku. Kedua tangannya memegang tanganku yang ada di depan wajahnya. Lalu kejadian semalam bermain di kepalaku. Aku sangat terpukul dengan kematian Jason sehingga tidak mau melepaskan tanganku darinya. Dan di sinilah dia. Berbaring bersamaku sampai pagi.Aku menarik tanganku perlahan agar dia tidak terbangun. Hal pertama yang aku lakukan adalah mandi. Aku tidak akan sempat untuk berolahraga. Ada hal penting yang harus aku lakukan pada pagi ini. Setelah mengenakan setelan kerjaku, aku memasukkan dompet dan ponsel ke saku jasku.Gadis itu masih tertidur pulas. Semalam dia pasti sangat kelelahan karena ulahku. Aku
Read more
Bab 84 - Perpisahan
Rumah terlihat ramai dengan mobil polisi, wartawan dari berbagai media, dan mobil yang sepertinya adalah milik para kenalan dan keluarga yang datang untuk mengucapkan belasungkawa. Lingkungan sekitar rumah kami yang biasanya sunyi menjadi ramai seperti mal pada akhir pekan. Aku melihat salah satu petugas keamanan kami menuntunku untuk bergerak terus sampai ke pekarangan rumah. Orang-orang hanya parkir di tepi jalan, halaman rumah kami tidak dipenuhi dengan mobil.Tidak ada kerumunan wartawan di depan rumah. Lokasi yang biasanya dijadikan Ayah sebagai tempat untuk menjawab pertanyaan mereka. Mungkin konferensi pers mengenai pemberitahuan kematian Jason sudah selesai. Dan dugaanku benar. Beberapa wartawan yang aku kenal sedang duduk di beberapa kursi yang tersedia sambil menikmati makanan.Pintu ruang tamu terbuka, aku melongokkan kepala dan melihat polisi sedang berbicara dengan Ayah dan Bunda. Aku memutuskan untuk mundur dan membiarkan mereka yang menanganinya. Keadaan
Read more
Bab 85 - Awal yang Baru
Aku menatap pesan pada surelku cukup lama. Tanggal pengirimannya adalah hari Kamis yang lalu. Tetapi aku sedang sibuk dengan urusan pasca kematian Jason, jadi aku tidak sempat memeriksa apa pun yang ada di ponsel. Aku hanya menjawab panggilan masuk. Pesan dan surel total aku abaikan. Perusahaan lain yang juga aku kirim surat lamaran dan daftar riwayat hidup memanggilku untuk mengikuti psikotes pada hari Senin besok. Aku tidak tahu harus merasa bahagia atau sedih dengan kabar tersebut. Bahagia karena aku tidak terlambat membacanya, sedih karena aku terharu aku mendapatkan kesempatan kedua secepat ini. “Kamu seharusnya bahagia. Mengapa kamu malah terlihat seperti orang yang baru mendengar vonis sakit yang mematikan?” ucap Jonah yang ikut makan siang bersama kami. Hari ini hari Minggu, hari kencan kami. Tetapi kami memutuskan untuk berada di rumah saja. “Aku tidak yakin apakah aku akan siap untuk menghadapi psikotes besok.” Aku menerima ponselku dari Jonah dan m
Read more
Bab 86 - Kado Terbaik
Aku, Ayah, dan Bunda berada di ruang dokter keluarga kami dengan perasaan waswas. Seorang dokter spesialis forensik dan timnya juga berada di ruangan tersebut. Mereka sudah siap memberi keterangan mengenai hasil autopsi Jason.Penyebab kematiannya sudah tidak mengejutkan lagi. Jason meninggal di tempat kejadian akibat benturan keras pada kepalanya. Luka lain yang dialaminya dalam kecelakaan tersebut juga cukup fatal. Selain itu dia tidak punya riwayat penyakit apa pun. Dia adalah pria yang sehat. Tentu saja. Kami sekeluarga rutin melakukan pemeriksaan kesehatan setahun sekali.“Kami juga sudah memberikan laporan hasil autopsi kepada pihak kepolisian untuk mendukung penyelidikan mereka atas kecelakaan tersebut,” ucap dokter itu menambahkan.Mereka tidak membantu sama sekali. Aku berharap mereka menemukan sesuatu yang lebih dari itu. Theo dan timnya terpaksa melepaskan sopir truk itu beberapa hari setelah dia tidak mau buku mulut. Dua hari kemudian, di
Read more
Bab 87 - Kesempatan Kedua
Jonah sudah memiliki segalanya. Aku mencari beberapa barang yang cocok untuk dijadikan sebagai kado ulang tahun untuk seorang kekasih, tetapi tidak ada yang kelihatannya akan disukainya. Papa dan Kak Nevan sudah menyiapkan kado dari mereka sejak beberapa hari yang lalu.Akhirnya, aku menyerah dan memutuskan untuk memberikan apa yang paling dia inginkan. Iya, dia sering menggunakannya sebagai ancaman, namun aku yakin bahwa dia sebenarnya serius dengan keinginannya tersebut. Kami memang belum lama saling mengenal tetapi aku percaya kepada hatiku. Dia sudah memilih Jonah, jadi mengapa kami tidak meresmikan hubungan kami?“Aku juga mencintaimu, Celeste,” bisiknya. Aku tertegun mendengarnya. Apa? Apa yang baru saja dia katakan? Dia menciumku tetapi aku tidak membalasnya.Yang aku inginkan adalah memberinya kado yang tidak akan pernah dia lupakan. Tetapi dia malah memberiku sebuah kejutan yang besar. Aku tidak pernah menduga bahwa aku akan mendengar dia me
Read more
Bab 88 - Maafkan Aku
“Selamat pagi, rekan-rekan semua. Saya Naura Putri Mahardika, mewakili perusahaan mengucapkan selamat datang. Kalian adalah orang-orang terbaik dari ribuan pelamar yang memilih kami untuk menjadi tempat dalam berkarya. Saya sangat berharap kita semua bisa bekerja sama dengan baik.” Naura adalah team leader-ku di perusahaan sebelumnya. Bagaimana bisa dia juga adalah direktur keuangan di perusahaan ini?Naura membacakan beberapa peraturan dasar bagi pegawai yang bekerja di perusahaan ini, lalu duduk dan Tyas yang mempresentasikan bagaimana kami menggunakan setiap aplikasi kerja yang ada pada komputer kami masing-masing. Kami mendapatkan masing-masing satu orang senior yang akan menjadi mentor kami selama satu minggu pertama. Aku sangat lega mendengarnya. Aku bisa belajar lebih cepat dan tidak perlu autodidak lagi.“Aku senang sekali saat tahu kamu juga melamar ke perusahaan ini!” ucap Naura yang mendekatiku usai briefing sin
Read more
Bab 89 - Penerus Keluarga
“Sebaiknya kamu mulai mengakhiri hubunganmu dengan Celeste, Jo,” ucap Jovita saat kami sedang sarapan pada Senin pagi itu. Aku tidak meresponsinya dan memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutku. Seorang pelayan ingin menambahkan kopi ke dalam cangkirku, aku menolak.Ayah dan Bunda juga tampak tidak tertarik dengan ucapannya itu. Mereka hanya diam menikmati sarapan mereka masing-masing. Kami sudah tidak terkejut lagi dengan omongannya dan tingkahnya. Aku terus berkata kepada diriku sendiri agar bersabar. Waktunya akan segera tiba bagi kami untuk mengetahui semua kebenarannya.Sejak dia keluar rumah pada hari Minggu yang lalu tanpa diantar oleh sopir pribadinya, aku meminta Theo untuk mengirim orang agar membuntutinya ke mana pun dia pergi. Dan jika memungkinkan, menyadap ponsel dan memeriksa semua pesan atau surel yang ada di dalamnya.“Aku mengandung bayi laki-laki. Penerus Jason satu-satunya.” Kalimatnya itu menarik perhatian Ayah dan Bu
Read more
Bab 90 - Berbaikan Kembali
Aku tahu bahwa pegawai yang berurusan dengan administrasi sudah pulang lebih dahulu daripada pegawai yang berhubungan langsung dengan tamu restoran. Jadi, aku meminta Jonah untuk mengantarku ke rumah sahabatku. Aku hanya memberi lima menit kepada Pras, maka hanya itu yang dia dapatkan dariku.“Cel?” Nola melihatku dan Jonah secara bergantian dengan tatapan bingung.“Aku harap kamu dan adik-adikmu belum makan malam.” Aku mengangkat kantong plastik berisi makanan yang aku bawa. Dia tersenyum, lalu membuka pintu pagar rumahnya untuk kami.Kami makan malam bersama sambil berbincang dengan santai. Aku lebih banyak bertanya kepada adik-adiknya mengenai perkembangan mereka di sekolah masing-masing. Topik yang aman. Jonah seperti biasa, hanya diam saja dan menatap dingin kepada mereka.Karena itu setelah selesai makan malam, mereka langsung mengambil alih tugas merapikan meja dan mencuci piring. Lalu masuk ke kamar mereka masing-masing unt
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status