Semua Bab Fated: Bab 41 - Bab 50
60 Bab
Chapter 41
“Kenapa kamu menginap di hotel?” Vincent bertanya, menatap mata Bianca setelah dia memarkir mobilnya di tempat parkir sebuah hotel mewah bintang lima. Bianca, yang duduk di sebelahnya, menghela nafas. “Aku tidak ingin tinggal di rumahku. Kamu tau mamaku kan, dia tidak pernah bosan memarahiku saat aku di rumah. Dia ingin aku segera menikah," jawabnya dengan wajah sedih dan cemberut. Vincent tertawa pelan. “Kalau begitu kenapa tidak menikah saja. Kamu sangat cantik. Kamu tinggal memilih pria yang kamu suka dan dia akan dengan senang hati menikahimu,” godanya.Bianca terdiam sambil terus menatap mata Vincent. “Jika aku memilihmu, maukah kamu menikah denganku?” dia bertanya, suaranya rendah. Vincent terdiam dengan rasa penasaran melihat tatapan Bianca. Matanya seakan sedang mengatakan kalau dia bersungguh-sungguh dengan apa yang dia katakan. Vincent kemudian tertawa canggung. “Aku tidak punya nyali untuk menikahimu. Aku takut para sainganku akan me
Baca selengkapnya
Chapter 42
Bosku dan aku sedang duduk di sofa sambil mendengarkan musik romantis yang lembut setelah kami selesai makan malam. Lengannya melingkari bahuku sementara kepalaku bersandar di dadanya dengan lenganku melingkari pinggangnya. Aku tersenyum; aku merasa sangat bahagia. Jantungku berdegup bahagia berada didalam pelukannya. Dia kemudian mencium keningku dengan lembut dan memegang daguku membuatku melihat ke matanya. Tatapan matanya mengatakan kepadaku betapa dia sangat mencintaiku. Dia lalu mencium bibirku dengan lembut. Aku sangat menikmati dan menyukai cara dia menciumku.Ponselnya tiba-tiba berdering, memaksa bibir kami untuk berpisah. “Tsk!” katanya dengan kesal sementara aku menahan senyumku. Dia kemudian mengambil ponselnya di meja di samping sofa. Dia tersenyum senang ketika dia tahu siapa yang meneleponnya. “Ya, ada apa?” tanyanya dan terdiam mendengar perkataan orang yang meneleponnya. “Iya, aku tahu. Aku tidak akan lupa. Bye,” katanya. Dia lalu men
Baca selengkapnya
Chapter 43
Vincent sedang duduk di sofa di dalam kamar tidurnya di mansionnya. Dia mengepalkan tangannya dengan air mata di matanya. Kesedihan, kemarahan, dan dendam mencengkeramnya dengan kuat, membuatnya kehilangan akal sehatnya. Vincent telah menelepon detektif yang disewanya untuk menemukan pembunuh ibunya, dan detektif itu telah menceritakan semua yang telah terjadi kepadanya. Seseorang kemudian mengetuk pintu. “Masuk,” kata Vincent dengan nada dingin. Pintu kamar terbuka, dan Carson berjalan masuk ke dalam kamar dan berdiri menghadap Vincent. Wajah Carson berubah khawatir ketika dia melihat wajah Vincent. “Apa yang terjadi? Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Carson. “Beraninya kau berbohong padaku! Kenapa kamu tidak mengatakan yang sebenarnya padaku!” Vincent berkata dengan marah. “A-apa yang kamu bicarakan? Aku tidak mengerti maksudmu,” kata Carson dengan penasaran. Mata marah Vincent mencengkeram mata Carson. “Thomas telah menceri
Baca selengkapnya
Chapter 44
Keesokan harinya di kantor Vincent. Vincent sedang duduk di kursi di belakang meja kerjanya. Tangannya berada di keningnya dengan matanya terpejam. Kemarahan dan kesedihan memenuhi pikirannya. Dia sama sekali tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Pagi tadi, saat rapat dengan stafnya, dia terus memarahi mereka tanpa alasan. Dia melampiaskan amarahnya pada mereka. Carson, yang berdiri di depan meja Vincent, menatapnya dengan mata sedih. Hatinya sangat sedih dan khawatir melihat Vincent seperti ini. Vincent membuka matanya dan menatap mata Carson. “Kenapa kamu masih berdiri di sini? Tinggalkan aku sekarang,” katanya dengan nada dingin.Carson ragu-ragu untuk berbicara. Dia memberanikan dirinya sebelum dia membuka mulutnya untuk mengatakan apa yang ada di pikirannya. “Vincent, kamu tidak seharusnya seperti ini. Ayahnya yang melakukan itu, bukan dia. Kalian berdua saling mencintai. Tolong, lupakan balas dendammu dan hidup bahagia bersamanya,” katanya dengan h
Baca selengkapnya
Chapter 45
Air mata mengalir di pipiku saat aku mencuci piring setelah makan malam. Bosku dan Bianca makan di ruang makan bersama sementara aku makan di dapur sendirian.Otakku mengatakan kepadaku kalau aku sangat bodoh, tapi hatiku tidak peduli sama sekali. Aku sangat mencintai bosku dan aku akan melakukan apapun untuk bisa bersama dengannya bahkan jika aku harus menderita karena mencintainya. Aku menyeka air mataku saat Bianca berjalan masuk ke dalam dapur. Dia mencibir padaku saat dia berdiri di dekatku. “Kamu benar-benar tidak tahu malu ya? Vincent tidak menginginkanmu lagi. Kenapa kau tidak pergi saja dari sini dan menjauh darinya!”Aku pura-pura tidak mendengar apa yang dia katakan dan terus mencuci piring. “Apakah kamu tuli! Aku sedang berbicara denganmu!” dia berteriak sambil meraih lenganku. “Jangan sentuh aku!” kataku sambil mencoba melepaskan tanganku darinya. Aku kaget saat tanganku tidak sengaja mengenai pipinya.“Dasar jalang! Beraninya kamu m
Baca selengkapnya
Chapter 46
Bianca sedang duduk di sofa didalam apartemen Vincent. Dia memiliki senyum jahat di wajahnya. Dia mengira rencana jahatnya bersama Ivy untuk menjebak Angela telah berhasil dan dia tidak tahu kalau rencana mereka itu telah gagal. Sebelumnya, setelah Angela meninggalkan apartemen untuk pergi ke hotel, Bianca menelepon Vincent dan memberitahunya bahwa Ivy meneleponnya dan mengatakan bahwa dia mendengar percakapan antara kakaknya dan Angela di telepon. Mereka berjanji akan bertemu di hotel. Bianca juga memberi tahu Vincent bahwa Ivy telah memberitahunya apa yang telah terjadi antara kakaknya, Vincent dan Angela. Bianca sengaja menyuruh Angela untuk pergi ke hotel milik Vincent agar karyawannya bisa menjadi saksi mata atas perselingkuhan mereka tapi dia tidak menyadari bahwa itu justru malah mengungkap kebohongan yang dia buat sendiri. Bianca menoleh ke pintu saat itu terbuka dan dia melihat Vincent masuk ke dalam ruangan. Bianca berdiri dari sofa saat Vincent ber
Baca selengkapnya
Chapter 47
Keesokan harinya di kantor Vincent. Bianca sedang berjalan menuju ke ruang kerja Vincent. Vincent meneleponnya dan menyuruhnya untuk menemuinya di tempat itu. Bianca memandang wajah Carson dengan kebencian saat dia lewat di depan meja kerjanya.Demikian juga, dengan Carson, dia memandang Bianca dengan tatapan yang sama dengannya. Mereka seperti anjing dan kucing yang siap untuk berkelahi. Bianca memalingkan mukanya dari Carson sambil mencibir. Dia lalu menghentikan langkahnya saat dia berdiri di depan pintu ruang kerja Vincent dan mengetuk pintu itu. “Masuk!” kata Vincent.Bianca membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam ruangan. Dia tersenyum ketika dia melihat Vincent sedang duduk di sofa sambil meyilangkan kakinya. Senyum di wajah Bianca menghilang saat dia berdiri menghadap Vincent. Rasa dingin mengalir di tulang punggungnya melihat Vincent yang menatapnya dengan dingin dan marah. “Kenapa kamu menamparnya! Aku bilang jangan p
Baca selengkapnya
Chapter 48
Sekarang hampir jam makan siang ketika Vincent sedang duduk di sofa di kamar hotelnya. Dia baru saja menyelesaikan rapat dengan stafnya. Vincent, Angela, dan Carson tiba di Sapporo pagi ini dan mereka segera pergi ke hotel milik Vincent tempat mereka menginap sekarang. Vincent memejamkan matanya, mengerutkan alisnya. “Apa yang telah kau lakukan! Mengapa kamu bersikap lembut padanya? Kamu seharusnya membencinya, bukan mencintainya!” dia memarahi dirinya sendiri. Dia menghela nafas dengan putus asa karena hatinya tidak mau mendengar apa yang diperintahkan oleh otaknya. Dia membuka matanya dan melihat ke arah pintu ketika seseorang mengetuk pintu itu. “Masuk,” katanya. Carson berjalan masuk ke dalam kamar saat pintu terbuka dan berdiri di depan Vincent sambil tersenyum. “Apa kamu mencariku?” tanyanya. Senyum di wajah Carson tiba-tiba menghilang, melihat tatapan serius Vincent. “Kita akan makan siang di kamar ini. Bawa Angela ke sini untuk
Baca selengkapnya
Chapter 49
“Ya Tuhan… Indah sekali…” kataku tanpa berkedip, melihat bunga-bunga sakura yang bermekaran dengan begitu indahnya di sekitarku. Air mancur dan berbagai macam bunga menghiasi seluruh taman, membuat aku merasa seperti berada di negeri dongeng. Aku mengarahkan pandanganku pada Carson saat dia tersenyum hangat padaku. Aku balas tersenyum padanya, lalu aku menatap bosku, yang berdiri di dekat kami. Dia terus melihat ke depan, tapi aku bisa merasakan kalau dia sedang menatapku melalui kacamata hitamnya. Sebelum kami datang ke tempat ini, bosku menyuruhku melepas seragam pelayanku dan sekarang aku mengenakan pakaian kasualku. Carson juga mengenakan pakaian kasualnya. Dia sekarang terlihat lebih muda dari usianya. Bosku mengenakan jaket mantel kasual abu-abu, kemeja abu-abu dan celana panjang putih. Dia terlihat sangat tampan, sangat seksi dan juga terlihat elegan. Bosku kemudian berjalan lurus ke depan, tanpa mengatakan apa-apa kepada kami. Kami segera meng
Baca selengkapnya
Chapter 50
Angela’s POVAku sedang duduk di tempat tidur dengan punggungku bersandar di kepala tempat tidur. Sekarang sudah hampir tengah malam tapi aku tidak bisa tidur. Aku terus memikirkan bosku dan aku bertanya-tanya mengapa dia terlihat sangat kesakitan dan mengapa dia mencium bibirku dengan sangat lembut.Aku kemudian mengambil ponselku. Aku ingin tahu apakah dia baik-baik saja. “Pak, apakah anda sudah tidur?” Aku mengiriminya pesan.Tak lama kemudian, dia membalas pesanku. “Ya, dan kau baru saja membangunkanku. Datanglah ke kamarku sekarang.”Rasa takut tiba-tiba mencengkeramku, membuat jantungku berdegup kencang. “Kenapa dia menyuruhku datang ke kamarnya?” tanyaku pada diriku sendiri. Aku takut dia akan meniduriku dan menyiksaku lagi.Aku menepuk kepalaku dengan kesal. “Kenapa kamu begitu bodoh! Kamu seharusnya jangan mengirim pesan padanya. Kamu baru saja membangunkan singa yang sedang tidur!”
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status