Semua Bab Anak Kembar Sang Konglomerat: Bab 91 - Bab 97
97 Bab
91. Masa Lalu Itu (3)
Berlin, Jerman, 2013 Setelah dokter memberikan kabar baik kepada Elina, wanita hamil itu tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaan bahagianya sekarang. Ia bersandar di sofa sambil menonton acara televisi dengan menikmati secangkir kopi. “Huek!” elina segera berlari ke kamar mandi yang berada di lantai bawah. Dengan wajah pucat dan perut yang bergejolak, Elina memuntahkan cairan kental dan bening. Kepalanya kembali pusing seperti pertama kali dirinya muntah karena kehamilannya. Elina membasuh wajahnya dengan air dan menatap dirinya di cermin. Entah angin apa, Elina terisak merasakan sakit di dadanya. Elina menghapus air matanya sembari mengingat kembali kebersamaanya dengan mantan suami. Elina harus m
Baca selengkapnya
92. Penculikan Liana
Liana mengelilingi halaman rumahnya sendiri, dengan mengayuh sepeda. Ia tersenyum sembari menaruh boneka sapi berukuran sedang di ranjang sepeda sebagai temannya bermain. Kakaknya sedang belajar di dalam kamarnya, untuk persiapan olimpiade antar sekolah. Kedua anak laki-laki seperti Liam dan Devan mengambil mata pelajaran matematika dalam satu kelompok, yang sudah disaring dan dipilih.“Nana main sama Vivi, saja.” Nama boneka sapi berwarna pink dan putih itu adalah Vivi.Liana mengayuh sepedanya dekat dengan gerbang. Liana menatap aneh ke arah seorang wanita yang membelakanginya berada di luar gerbang. Penjagaan di rumah Andre, tidak seketat seperti dimension Syahreza. Bahkan satpamnya, entah pergi kemana.“Bunda!” Liana memanggil wanita itu
Baca selengkapnya
93. Persyaratan Dari Naufal
Liana menggelengkan kepalanya, ketika dua preman dengan tubuh kekar dan brewok yang terlihat sangat menyeramkan, menyuapinya roti untuknya. Liana yang diikat di kursi dengan tubuh mungilnya bergetar sedari tadi ketakutan.  “Nana mau ketemu bunda. Nana mau pulang, Paman.” “Kamu tidak akan pernah pulang selamanya,” jawab mereka. Liana kembali menggelengkan kepalanya karena tidak ingin mendengar perkataan kedua pria menyeramkan itu. Liana, beberapa jam yang lalu , bangun dari pingsannya ternyata telah terikat di sebuah kursi. Liana ingin menangis, namun bundanya selalu berkata, jangan pernah takut. Hal itu akan membuat mereka semakin menindas kita. Liana masih mengingat pesan bundanya itu. 
Baca selengkapnya
94. Penangkapan Shanika
"Masukkan ke dalam mobil!” perintah Shanika memperhatikan ke sekelilingnya, Shanika tahu mereka akan segera tertangkap karena melawan orang-orang yang berkuasa. Liana dimasukkan ke dalam mobil, namun dalam keadaan mulut disumpal dengan lakban dan tidak diikat seperti beberapa jam yang lalu. “Nana ngak mau ke luar negeri. Jangan paksa Nana. Bunda! Tolongin Nana!"  Liana tidak ingin pergi jauh dari bundanya. Liana tidak bisa membayangkan nasibnya, apabila Shanika membawanya pergi sangat jauh dari negaranya. Liana telah masuk ke dalam mobil. Dijaga oleh dua anak buah Shanika. Mereka berbicara sebuah rencana selanjutnya. Apabila mereka gagal, maka mereka akan menga
Baca selengkapnya
95. Keikhlasan Hati yang Tulus
“Bagaimana keadaan Naufal, Dokter Andre?” tanya Keyra langsung menghampiri  Andre yang sudah keluar dari ruangan. Keyra tidak sabar menunggu kabar dari Andre. Jantungnya berdetak dengan cepat. Keyra khawatir dan juga takut. Dalam lubuk hatinya, masih tersimpan rasa cinta untuk Naufal walaupun hanya secuil. Andre menghela nafas pelan, membuat semua orang yang ada di sana was-was. Tidak biasanya Andre berbelit-belit seperti ini ketika menjelaskan sesuatu. Apalagi ini soal keadaan seseorang. “Naufal gak apa-apa kan, Dok?!” bentak Keyra menggoyang tangan Andre dengan keras. Ia tahu ini sangat lancang, namun Keyra merasakan perasaan yang tidak enak. “Saya sudah berusaha semaksimal mungk
Baca selengkapnya
96. Pelajaran Hidup
Setelah acara pemakaman selesai, mereka semua sekarang berkumpul di kediaman dokter Andre. Memakai pakaian serba hitam dan duduk di sofa ruang keluarga. “Elina! Saya  selaku kedua orang tua almarhum, ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada, Nak Elina. Atas kelakukan almarhum yang telah membuat Nak Elina hampir depresi karena trauma.” Elina mengusap kepala Liana, yang berada di pangkuannya, tersenyum dan mengangguk, “Saya sudah memaafkannya, sejak bertahun-tahun yang lalu. Bahkan saya berhutang budi kepada almarhum, karena telah menyelamatkan putri saya.” “Maafin, Nana!” lirih Liana menatap mereka semua dengan wajah polos dan sendunya.  Mereka semua menghela nafas. Ini
Baca selengkapnya
97. Ending
Elina tersenyum melihat kebersamaan mereka yang tengah bermain basket berempat. Terlihat Liam dan Liana merebut bola basket  dari  Aldi dan juga Andre yang tengah senang menggoda mereka yang masih pendek.  Liam mengambil bola basket tersebut dan melemparnya dengan gaya memukau. Berhasil! Masuk dengan sempurna membuat mereka bersorak ria. Aldi menggendong Liana, sedangkan andre menggendong Liam yang dengan wajah membanggakan dirinya dan bertepuk tangan. Elina sampai meneteskan air matanya karena terharu. Akhirnya kehidupannya bisa ia rasakan sampai detik ini juga. Setelah badai begitu dahsyat memporak-porandakan hidupnya. Tuhan memiliki rencana yang sangat indah, untuk kehidupan Elina. Elina selalu percaya, sk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status