All Chapters of Contradiction: Chapter 21 - Chapter 30
34 Chapters
Kenyataan
    Hal pertama yang dilakukan Margareth kepada Lilly saat mereka sudah pulang ialah memberinya minum.  Lilly meneguk minumannya dengan rakus begitu Margareth menyodorkannya. "Ganti dulu bajumu Lilly, itu sudah tidak bisa dipakai lagi," kata Margareth memberi saran setelah mengamati. Gaun Lilly memang sudah tidak bisa diperbaiki meski harus menghabiskan sekeranjang benang sekalipun.Lilly hanya bisa menggeleng, kepalanya terkulai lemas di atas meja dan nafasnya masih memburu. Perutnya memang lapar, tapi ia tidak menginginkan apapun selain tidur saat ini. Tubuhnya benar-benar lelah."Tidak bisa, pakaianku baru saja kucuci tadi pagi sekarang pasti belum kering. Lilly memang hanya punya dua potong gaun yang ia pakai bergantian. Memang terdengar menyedihkan, tapi hal itu sangat wajar terjadi di era Ashkertan pada semua rakyat jelata. Pakaian memang menjadi barang mahal karena bahan baku dan pembuatannya yang begitu rumit. Tidak semua orang beruntun
Read more
Selamat Datang
      Hari ini ada pesta ulang tahun putri, ada banyak makanan enak yang tersisa nantinya, maka dari itu ia membawa tas," Bella mulai bisa sedikit melupakan masalahnya, hiburan dari Lilly sedikit banyak membantunya."Benar juga, para bangsawan lebih suka mengobrol dan pamer dibanding memakan sajiannya. Ujar Lilly terlihat lebih bersemangat setelahnya. Bawakan juga untuk adikmu Bella, siapa tahu itu bisa menghiburnya.Mereka pun dengan semangat pergi ke aula pesta untuk membantu persiapannya. Karena ini pertama kalinya, yang Lilly lakukan hanyalah mengikuti Margareth dan membantunya. Ini sebuah keuntungan bagi Margareth sebenarnya. Tapi tangan gadis itu belum begitu terampil sehingga mau tidak mau Margareth harus sabar dan mengalah lebih banyak mengerjakan banyak hal."Ada yang bisa aku bantu Lilly?" Tanya Bella kepada Lilly yang sedang sibuk memindahkan beberapa barang."Ada beberapa hiasan dan makanan yang belum diambil, bisa bantu aku?" Kata Lilly menang
Read more
Aira Yang Malang
Sebelum Hotaru pulang, kantor Hota Sound Corp, Tokyo        Seorang laki-laki muda tampak ragu-ragu datang menemui Hotaru. Langkahnya yang kecil lagi berat justru membuat Hotaru semakin curiga.      "Ada apa?" Kata Hotaru tanpa berbasa-basi sambil mengerjakan pekerjaan lain yang menunggu di atas meja.      "Saham kita turun  lima persen Tuan," kata seseorang yang membuat Hotaru yang awalnya berkutat dengan dokumennya merasa terusik. Pria itu terdiam sejenak, kemudian melirik sang sekretaris dengan tatapan tajam.       "Apa kau bilang?" Tanyanya lagi untuk memastikan. Ia sepenuhnya mendengar ucapan sekretarisnya hanya saja ia belum percaya. Sedangkan, laki-laki muda berkacamata di depannya mulai salah tingkah. Ia takut dan gugup, tapi tetap harus menghadapi sang atasan yang terkenal tempramen.      "Saham kita tu..."   
Read more
How Are You?
     Setelah melewati hari yang begitu berat, Hotaru pun akhirnya bisa beristirahat di kamarnya yang nyaman. Laki-laki itu tertidur begitu pulas seolah tidak peduli apa yang baru saja ia lakukan.     Pria itu tidur dengan damai hingga keesokan harinya. Meninggalkan efek berdenyut dan kebas di kepalanya karena sake yang sempat membuatnya kehilangan kendali. Kamar itu betnuansa coklat dan putih. Warna yang menurut Hotaru sangat baik untuk dipadukan. Begitu klasik dan nyaman, merasa dirinya sedang  berada di rumah lamanya dengan kedua orang tuanya.         Hotaru dengan kemeja yang masih menempel di tubuhnya. Perlahan, kelopak mata berwarna coklat tua itu mengerjap kemudian membuka perlahan-lahan. Laki-laki itu pun mengeryit, berusaha menyesuaikan cahaya matahari yang masuk ke kornea matanya tanpa permisi. Terlebih lagi, kepalanya yang berdenyut-denyut membuatnya semakin susah untuk bangun.
Read more
Aira Malang
      Naomi  tidak bisa berbuat apa-apa selain berusaha membuat nonanya mau makan meski sedikit. Sudah beberapa hari ini ia tidak berselera makan padahal ia sangat membutuhkannya agar keadaannya bisa cepat pulih.      "Nona, ayo makan. Sedikit saja," Naomi menatap nanar Aira yang sedang rebah bersandar di kepala ranjangnya yang lembut. Entah sudah berapa kali ia membujuk Aira untuk makan hari ini.        Nonanya ini belum makan dari kemarin. Tubuhnya semakin pucat dan lemah. Bubur yang ia siapkan untuk makan Inoe malam ini sudah dingin, tidak lagi menggugah selera seperti saat awal disajikan. Rasanya percuma, nonanya ini tidak akan mau makan hingga suasana hatinya membaik.        Tapi kapan itu terjadi? Tubuh Aira sudah semakin lemah dan pucat. Pandangannya kosong tidak mau merespon apapun di sekitarnya. Naomi, Aira pasti belum bisa mencerna segala kejadian yang menimp
Read more
Kenyataan Tersembunyi
     Siang hari di musim dingin selalu menjadi hari yang menyenangkan. Cuaca cerah dengan pandangan putih tertutup salju di setiap sudut menjadikan suasana di luar seperti kota-kota dalam dongeng di buku cerita yang suka Aira baca waktu kecil.         Meski orang akan memilih diam di rumah berpenghangat, hal itu tidak berlaku bagi Aira, ia  suka sekali bermain ice skating di kolam renangnya yang membeku atau di halamannya yang luas. Selain itu menyenangkan, ia juga tidak perlu memakai pakaian tebal tanpa perlu merasa kedinginan.           Tapi sayang sekali ia tidak bisa melakukan hal itu sekarang. Jangankan bermain ice skating, untuk berjalan saja ia masih kesulitan karena kakinya masih sakit.      Alhasil, ia hanya bisa duduk terbaring di kamarnya sambil menatap jendela yang hanya menyajikan pemandangan ranting pohon yang sedang ditumpangi salju.
Read more
Sahabat
     Aira berdiri perlahan, tubuhnya sudah dibalut seragam sekolah lengkap, tanda bahwa ia siap berangkat ke sekolah. Ia melihat bayangan wajahnya di dalam cermin. Tampak pucat dan layu. Tapi untungnya tidak ada bekas luka yang terlihat di sana. Bekas benturan keras di kepalanya sudah ia akali dengan poni tebal yang menutupi dahinya.      Ia mengambil sesuatu di laci meja riasnya; sebuah lip tint dan blush on. Ia bukan tipe siswa yang suka berdandan saat berangkat sekolah. Tapi jika ia tidak menggunakan keduanya, orang pasti akan tahu dia sedang sakit.      Maka dengan piawai ia memoleskan lip tint itu di bibirnya tipis-tipis. Tidak perlu terlalu banyak, cukup sedikit saja untuk menutupi bibir kering dan pucatnya. Hal yang sama ia lakukan saat memulas blush on di tulang-tulang pipinya. Selesai. Inoe terlihat jauh lebih baik sekarang. Untung saja seragam Aira memiliki lengan panjang. Jika tidak, bukti kekerasan a
Read more
Yang Tidak Dapat Terucap
       Siang hari di kantin sekolah tidak begitu ramai, musim dingin yang menggigit membuat siswa lebih banyak memilih untuk makan siang di kelas masing-masing yang hangat. Tapi hal itu tidak berlaku untuk tiga orang yang duduk bersedekap melingkar di atas meja. Salah satu dari mereka bahkan tampak bersemangat tidak memperdulikan dingin yang masih terasa meski ia telah memakai jaket yang tebal. Wajahnya memang masih pucat, begitu juga kakinya yang masih belum bisa berjalan normal seperti biasa. Tapi bagi Aira, bisa keluar dari rumah dan bertemu dengan Yuta adalah satu-satunya alasan ia bisa tersenyum akhir-akhir ini.        Raut bahagia yang ditunjukkan Aira begitu berbalik dengan Aoi. Gadis berambut hitam dengan rona biru itu belakangan menyadari sesuatu yang salah antara pacar dan sahabatnya. Ia menatap lekat Aira sambil memicingkan sebelah matanya; senyum yang ditujukan Aira untuk Yuta itu, Aoi yakin punya arti lain yang pasti
Read more
Dalam Keterasingan
           Jam pelajaran terakhir memang selalu membosankan, beberapa anak bahkan terlihat tidur dengan menutupi wajahnya dengan buku besar. Suara Air Conditioner mendengung pelan, menghantarkan udara sejuk yang malah membuat semakin mengantuk. Sementara itu, Mizuno yang tidak memperhatikan sekitar tetap menerangkan pelajaran matematika yang sama sekali tidak cocok dengan suasana seperti ini.Di pojok belakang, Aira pun sama tidak fokusnya. Gadis cantik berambut cokelat vanilla yang dikuncir kuda itu melamun seenaknya tanpa bersusah payah menutupinya. Raga gadis itu boleh saja berada di kelas, tapi pikirannya melayang jauh pada wajah kecewa Aoi yang dilihatnya saat jam istirahat makan siang.       Saat itu di toilet, Aoi benar-benar berbeda dari biasanya. Tidak ada raut wajah manis dan ramah seperti biasanya. Gadis itu tampak tidak bersahabat, wajahnya datar penuh pertanyaan. Aira yang sebenarnya lebih tinggi dari Aoi itu m
Read more
Sayang dan Benci
     "DARAH DARAH DARAAAAAAH!!!!" Aira berteriak ketakutan mendapati seekor burung mati berbau amis di dalam lokernya. Aira tidak mampu berbuat apa-apa selain menjauh dari lokernya itu. Gadis itu pun menutup telinga rapat-rapat mendengar suara tawa dari sekelilingnya.       Ia benar-benar takut pada burung mati. Itu mengingatkannya pada burung nuri kesayangannya yang dibakar dengan sengaja oleh ayahnya dulu. Aira melihat sendiri bagaimana burung itu terbang dilepaskan dari kandang dan akhirnya mati di udara jatuh entah dimana karena tubuhnya terbakar.       "Belajar! Kamu terlalu banyak bermain dengan burung ini!" Begitu alasan ayahnya dulu. Aira benar-benar kasihan pada burungnya, makhluk kecil itu pasti kesakitan. Saat itu Aira menangis meraung-raung, apalagi burung itu pemberian ibunya yang biasa ia ajak bercerita. Tapi ayahnya tidak peduli, ia meninggalkan Aira begitu saja tanpa mengatakan apapun
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status