All Chapters of Olm, Osa Si Salamander: Chapter 11 - Chapter 20
27 Chapters
[Bab 10] Ego
 "Ah ...." Lega rasanya sehabis berenang di pantai pagi tadi, kemudian malamnya berendam dalam bathtub berisi air hangat dengan wewangian yang menenangkan. Lilin-lilin aromaterapi menemani kesenyapan meditasiku. Taburan kelopak bunga mawar mengambang di permukaan air hangat yang kurendami. Aku tenggelam dalam keheningan. Pikiranku kembali cemerlang.Dor-dor-dor. Daun pintu berwarna putih bersih di hadapan terketok. Sepertinya ada seseorang di sisi lain pintu itu. "Sa, buruan mandinya, udah waktunya makan malam. Jangan lama-lama, ntar badan lo keriput." Aisyah sepertinya bukan hanya manajer pribadiku saja, tapi dia juga sudah menjadi orang tuaku.Aku bersahut panjang kepadanya, berkata bahwa sebentar lagi aku selesai mandi. Tubuh mungilku yang bermandikan busa dan bunga kubangkitkan, melangkah keluar dari bathtub, kemudian membasuh diri dengan air mengalir. Tidak terasa, ternyata sudah lebi
Read more
[Bab 11] Pelajaran dari Misool Selatan
"Oh, pasti pindah vila. Udah gue duga itu." Suara datar itu seperti tidak asing di telinga. Tapi aneh, padahal gak ada orang di ruangan ini. Aku menoleh ke sekeliling ruang televisi, mencari asal suara yang terdengar menyebalkan itu."Gue di sini, picek." Astaga! Si Nolep udah ada di sampingku. Tapi sejak kapan? Bukannya tadi aku baru saja duduk termenung di sini? Gak ada sesiapa dari tadi. Tiba-tiba saja anak ini berada tepat di samping kiriku—di atas sofa yang sama denganku.Namun karena kegundahan hati, aku tidak begitu terkejut dengan kedatangannya secara tiba-tiba. Biasa saja. "Ishhh ... lo mending minggir jauh-jauh, jangan ganggu," ucapku merenge
Read more
[Bab 11] Pelajaran dari Misool Selatan
"Oh, pasti pindah vila. Udah gue duga itu." Suara datar itu seperti tidak asing di telinga. Tapi aneh, padahal gak ada orang di ruangan ini.  Aku menoleh ke sekeliling ruang televisi, mencari asal suara yang terdengar menyebalkan itu. "Gue di sini, picek." Astaga! Si Nolep udah ada di sampingku. Tapi sejak kapan? Bukannya tadi aku baru saja duduk termenung di sini? Gak ada sesiapa dari tadi. Tiba-tiba saja anak ini berada tepat di samping kiriku—di atas sofa yang sama denganku. Namun karena kegundahan hati, aku tidak begitu terkejut dengan kedatangannya secara tiba-tiba. Biasa saja. "Ishhh ... lo mending minggir jauh-jauh, jangan ganggu," ucapku merengek p
Read more
[Bab 12] Kesederhanaan Senja
Rumah ini sangat tidak nyaman untuk standar manusia di dunia. Lapuknya kayu yang menjadi material utama bahan pembangun, membuatnya berisiko ambruk kapan saja. Atap berbahan seng yang terdengar nyaring ketika hujan, juga sudah tampak berlubang, meloloskan cahaya matahari siang ke permukaan semen tak berkeramik rumah itu. 'Rumah reot', 'Rumah Gubuk', 'Rumah Bobrok', mungkin sebutan itu lebih tepat daripada menyebutnya sebagai 'Rumah Manusia'. Listrik yang menjad alternatif penerangan untuk berbagai macam keperluan, kini tidak kelihatan secercah cahaya pun di setiap sudutnya. Bau amis ikan semilir tercium ke penciuman setiap orang yang bertamu. Bagaimana tidak, rumah guru muda yang punya cita-cita mulia ini berbelakangan langsung dengan penangkaran ikan.
Read more
[Bab 13] Harga Diri
"Haduh! Langitnya mulai gelap, Gra." Aku memerhatikan horizon dunia, menatap mentari mulai meninggalkan bumi untuk berganti dengan bulan.Pasir pantai yang tadinya terasa hangat, kini menyejuk disebabkan hawa malam itu yang sangat rendah. bayi-bayi penyu seluruhnya sudah melanglang buana menuju lautan lepas, menuju tanpa batas.Aku yang sedari tadi mulai gusar karena pandangan terganggu, terus mengeluh pada Agra."Tenang aja," gumam Agra sambil merogoh saku dalam switer tebalnya. "Nih, untung gue bawa lampu."Dua buah lampu teplok kecil ia keluarkan dari baju tebalnya yang sedari ta
Read more
[Bab 13] Perjalanan Bawah Laut
"Udah, deh. Gak usah dipikirin orang kayak dia. Mending hari ini kita sama-sama diving, gimana? Soalnya sudah hari kelima kita di sini, tapi tujuan gue buat menyelam selalu tersendat." Setelah menceritakan kejadian tadi malam, aku cepat-cepat beralih topik pembicaraan.Tanpa pikir panjang, aku menarik kedua pergelangan perempuan seusiaku itu, membawa mereka ke luar, menuju pantai.~~~~~Cuaca hari ini begitu mendukung. Langit cerah dengan cemerlangnya laut biru saling beradu, seolah mencari siapa dari mereka yang paling agung. Tebing-tebing batu yang terjal tampak jelas di sepanjang mata memandang. Udaranya tidak berdebu, karena angin lalu hanya bertiup kecil.Gerombolan burung belibis beterbangan, berpatroli ke sana-kemari dengan gemulainya. Makhluk-makhluk darat seperti: kepiting, kerang, siput laut, terdampar pasrah di permukaan pasir yang basah. Di ujung sana, di laut lepas, tampak beberapa orang sedang berenang dengan riangnya. Tap
Read more
[Bab 14] Random Relation
Random Relation SLURP!!"Ah ...." Sungguh nikmat menyedot air kelapa muda langsung dari buahnya. Duduk santai dilindungi teduhnya pondok tradisional beratap jerami kering, membuatku merasa di surga yang sesungguhnya. Sayup-sayup temaramnya angin siang membuat mata mengerjap ngantuk. Pandanganku terus disuguhkan keindahan alam pulau ini. Pohon-pohon bakau yang merambat gersang, membuat kontras warna yang begitu sempurna."Lima belas menit lagi kita balik," tegas si nakhoda abal-abal. Dia sibuk membenarkan mesin kapal yang aku pun tidak tahu di mana letak kerusakannya."Sial! Gue gak bawa baju ganti sepotong pun." Pandanganku yang tertutup kacamata hitam beralih, menatap Agra yang masih telanjang dada.Aku tidak memedulikannya. Urusan bajunya yang basah, ya itu urusannya. Orang angkuh dan songong seperti dia memang pantas dipermalukan sekali-kali, agar tidak semena-mena bicara sama orang. L
Read more
[Bab 14] Kenangan Masa Lalu
Gemerlapnya malam dunia menjadikan rembulan tampak nyata dipandang mata. Taburan bintang-bintang yang bertumpuk terang membuatnya laksana kesatria yang siap berperang. Awan-awan empuk yang mengambang, melayang, menyebar sejauh mata memandang. Hawa sejuk yang dihasilkan lautan tak kalah menusuk, membuat relung jiwa tidak kuasa menahannya. Gejolak air laut yang meluber ke bibir pantai, membasahi hangatnya tanah sedimen. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh alam, menjadikannya bukti, bahwa waktu masih terus berjalan, menyebar ke seluruh mata angin. Waktu yang terus berjalan itulah yang menjadikan tolok ukur kehidupan bagi seinsan jiwa yang paling sempurna: manusia, apakah mereka lebih bermanfaat dari rembulan yang tak punya pikiran namun punya tujuan, atau malah mereka lebih tak berguna dari seonggok batu yang hanya berdiam menunggu ada yang menggerakkan.Cahaya lampu vila kami tidak seperti penginapan biasanya, yang temaram tenang kala malam menikam. Lampu yang
Read more
[Bab 15] Menantang Langit
 "Doain Osa ya, Pa. Semoga Osa bisa sampai di Puncak Carstensz Pyramid tanpa kendala.""Setiap hari bahkan papa selalu doain kamu ke mana pun perginya. Tapi papa ingatkan sekali lagi, Nak. Kalau kamu atau teman-teman merasa kesulitan, jangan paksakan. Ingat! Puncak Carstensz di Jayawijaya itu sangat tinggi.""Ok, Pa. Nanti kalau sudah sampai Osa bakal kabarin. Bye!"Tut .... Ponsel berlayar datar kutekan, putus sudah sambungan telepon antara aku dan Papa nun jauh di sana.Agra yang duduk santai di sampingku, masih terus fokus membaca bukunya sebelum pesawat lepas landas. Sedangkan Alma dan Aisyah sibuk di kabin belakang dengan urusannya masing-masing.Waktu tempuh lepas landas dari Sorong menuju Kabupaten Nabire berlangsung selama 1 jam 30 menit. Waktu yang lumayan lama, padahal satu pulau yang sama. Aku pikir, Indonesia itu bukanlah hanya sebuah pulau raksasa dengan butiran-butiran pulau ke
Read more
[Bab 16] Mendidih dalam Beku
Setelah mengemasi barang bawaan, aku, Alma, Aisyah dan Agra, kini saatnya kami menyiapkan mental dan fisik. Aku mengenakan pakaian tebal dengan balutan jaket gore tex dengan celana hiking yang selaras berwarna abu-abu. kedua telapak tanganku terselubung hangatnya sarung tangan tebal.Alma mengenakan pakaian yang sama jenis denganku, hanya warna saja yang membedakan. Kalian tahulah pasti warna apa yang ia kenakan: warna merah muda bercampur ungu. Rambutya menjuntai-juntai seolah ingin menerjang tanah di bawahnya. Tidak ada hari tanpa gaya bagi Alma. Dia bisa-bisanya berdandan terlebih dulu dengan lipstik merah muda mengkilau, bedak yang tebalnya laksana pondasi gedung serbaguna, dan aroma menyengat dari minyak wangi yang tersebar ke seluruh badan. "Cewe itu harus tetap rupawan di manapun dan kapan pun," katan
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status