Oryza Sativa, Osa, adalah seorang gadis yang menderita penyakit glaukoma, hingga membuatnya buta secara perlahan. Ia tak memiliki cita-cita, namun punya harapan besar untuk bisa melakukan perjalanan ke Negeri Timur Indonesia. Bersama Agra, pria pendiam yang memiliki sejuta misteri, Alma si wanita menor dan besar omong, Aysiah si wanita rendah hati dan penyabar, hingga Raka si petualang, perjalanan mereka realisasikan. Kisah cinta, pertikaian, persahabatan, dan pengorbanan mengiringi perjalanan itu. Di samping petualangan mereka itu, sebuah rahasia kelam masa lalu Osa mulai tersingkap, dan kemunculan The Clausa Baroon membuat masa itu sepenuhnya terbuka. Ayahnya, ibunya, dan seorang yang sama dengannya, menjadikan titik kekecewaan terbesar Osa meledak. Sementara Agra, si pria misterius, secara tiba-tiba menghilang, meninggalkan sepucuk tanda tanya besar dalam hidup Osa. Dan sebelum pencarian Agra dilakukan, pandangan Osa; warna, bentuk, dan memori, semuanya menghilang. Semuanya samar.
View MoreAku tidak tahu harus bersikap seperti apa, itu karena aku sedang berada di kondisi berduka berselimut lara, namun di sisi lain secercah kebahagiaan terkembang di hadapanku. Harapanku menghilang, tapi orang yang kusayang kini datang.
~~~~~
Sesampainya aku di rumah, aku menelepon Agra. Ternyata ponselnya mati, dia tidak bisa kuhubungi. Rasa cemas semakin menjadi-jadi. Anak itu memang random, tapi dia tidak pernah menghilang semisterius ini. Tidak ada yang bisa kulakukan untuk menemuinya, bahkan rumahnya saja aku tidak tahu.
Pandangan kualihkan menghadap botol kaca yang kutemukan tadi, dia tergeletak di atas meja komputer. Aku mengambilnya, membuka tutupnya, kemudian membaca isinya. Sejenak aku terheran, surat ini ditulis dengan huruf braille. Syukurnya aku sudah bisa membaca braille.
Untuk Oryza Sativa, perempuan pengganti Ibu yang aku cintai.
Aku tahu, pasti kamu kaget kenapa aku tiba-tiba saja pergi. Jangan khawatir, aku baik-baik saja di sini. Jangan tanyakan di mana aku sekarang. Maafkan aku, Sa. Aku pergi tidak bilang ke kamu saat melihat bintang jatuh. Aku melakukan ini agar kamu tidak begitu kehilangan diriku. Aku bahkan memberikanmu kesan terbaik selama setahun ini, supaya rasa sakit kutinggali tidak begitu perih. Maaf, aku tidak memberikanmu kepastian soal hubungan kita. Jujur saja, aku sayang kamu, Sa. Namun ada satu hal yang buatku tidak bisa menjalin hubungan bersamamu. Yaitu adanya hubungan terlarang di antara orang sebelum kita. Kamu mungkin tidak banyak tahu siapa aku sebenarnya, karena takdirlah yang membuatku tertutup. Biarlah waktu yang membukanya. Itu saja, terima kasih dan sampai nanti.
-Agra Sanjaya
Seberkas air mata tumpah ruah ke membasahi kertas braille yang selesai aku baca. Isak tangis terus membahana ke mana-mana, hatiku kembali sakit tak terkira membacanya. Pupus duah kebahagiaanku. Satu-satunya teman yang aku sayang, kini menghilang secara misterius.
Hubungan di antara orang-orang sebelum kita? Apa maksudnya itu? Aku tidak pernah menyangka, kemisteriusan Agra akan membuat dadaku sesesak ini, membuat tangisku tak kunjung henti, dan membuat napasku tersengal-sengal.
Yang jelas, relasiku dengan Agra habis sudah.
Sebuah lembaran-lembaran kelam tentang The Clausa Baroon kembali terkembang. Kenangan-kenangan usang yang sudah lama terkunci kini kembali tersingkap. Alam yang terus tumbuh dari masa ke masa, kini terbang bersama angin menuju masa lalu. Masa itu ....Kisah Olm, Osa si Slamander sudah tertutup. Konflik batin dan konflik sosial menjadi tantangan Osa untuk menemukan takdir dirinya sebenarnya. Dan sekarang, dia sudah mendapatkan semuanya: kemelaratan dan kepuasan.Osa telah kehilangan semua teman-teman dekatnya: Raka yang merantau ke Australia, Aisyah yang telah meninggal dunia di masa pendakian, Alma menuntut pendidikan lebih di Paris, dan Agra hilang secara misterius. Semua itu tidak lepas dari pengaruh Osa.Namun seorang yang sama sepertinya muncul di tengah-tengah kesedihan, membuat kesedihan akan penglihatan Osa yang telah hilang, kembali menyiratkan kebahagiaan walau secuil.Banyak pertanyaan-pertanyaan dan kegantungan yang ditinggalkan Agra dan papa d
Waktu terus bergulir menuju akhir perjalanan. Sebuah lorong hampa diisi dengan limit-limit batas dari usaha untuk menjadi insan terbaik semesta. Pohon beringin yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang, kini semakin menua—menggugurkan daun-daun kering yang penuh dengan memori masa lampau.Tiga ratus enam puluh lima hari kemudian. Masa sudah berubah, kenangan setahun yang lalu sudah mulai terkubur bersama sisa memori lainnya. Aisyah sudah tenang di sisi-Nya. Raka sedang berjuang di negeri asing tempatnya bermuara. Alma melanjutkan pendidikannya di kota di mana Menara Eifel berada. Hanya satu orang yang masih berada di sisiku: Agra."Coba kamu mutar, jalan ke sini sedikit ... ke situ ... sekarang, berhenti!" Tidak! Ini bukanlah kisah romantis dengan adegan memberi kejutan. Melainkan aku sedang berada di Puncak Carstensz Pyramid. Iya! Aku melihat salju abadi itu di sekeliling, dan kak Yewen yang menuntunku sampai ke sini.Aku melihat Kak Yewen dan para penda
Pagi ini, rintik-rintik sendu tercurah dari gerimis di langit Papua. Aku dan Agra sedang menatap kosong ke arah makan Aisyah. Aisyah dikuburkan di Tempat Pemakaman Umum Papua, karena dia adalah gadis sebatang kara tanpa keluarga.Rerumputan hijau di tengah pemakaman membuat semerbak aroma hujan yang jatuh ke atasnya terasa sedap dihirup. Aku terduduk lemas di tanah sambil terus menangisi Aisyah yang sudah tidak di bumi. Agra berdiri mematung sambil memegangi payung agar aku tidak kehujanan."Se-seandainya aja gu-gue gak seegois ini," isak tangis membuat suaraku meringis tidak jelas. "Kalau saja pendakian itu gue batalin, pasti Aisyah enggak kayak gini."Agra mulai berjongkok di samping sambil mengelus-elus pundakku. "Jangan pernah menyesal untuk hal yang udah berlalu. Sebab, lo gak akan bisa membatalkan kejadian itu dengan menyesal." Dia mendeham suaranya yang sedikit serak, lalu melanjutkan, "Sa, gue tahu keinginan lo buat trip ini sama muli
Seperti yang sudah disampaikan oleh Kak Yewen selaku pemimpin. Hari ini ditargetkan kami akan tiba di Kamp 2. Sudah 8 hari ekspedisi menuju Carstensz Pyramid kami lalui. Puncak-puncak bersalju sudah mulai kelihatan di atas sana, namun belum bisa kami rasakan. Kawah-kawah tebing berbatu yang kering masih menemani perjalanan. Tidak ada candaan, tidak ada senyum kegembiraan, semua itu sudah sirna tertelan kejenuhan, kepenatan, hingga kebosanan bebatuan yang menjadi panorama satu-satunya. Monoton. "Kita naik sedikit ke sana, dan akan sampai di Kamp 2," Kak Yewen menunjuk tebing di hadapan menggunakan trekking pole. Tampak dari bawah sini pamflet besar bertuliskan "Kamp 2| 2.000 mdpl" teronggok tegas bersama bendera sang Saka Merah Putih. "Hufftt ...." Semuanya menghela napas panjang. Penantian hanya untuk mencapai kamp yang berjalan lama pun akhirnya terwujud. Beberapa pendaki juga sibuk mendahulukan rombongan demi cepat-cepat sampai Kamp 2 untuk beristirah
"Bangun! Cepat pergi sarapan. Perjalanan akan kita lenjutkan sebentar lagi." Tubuhku tersentak ketika porter Aisyah—si Bongsor—nyelonongmasuk ke tenda kami. AIsyah langsung terburu-buru mengenakan jilbabnya sesaat sebelum si Bongsor masuk.Di saat itu juga, aku langsung mengganti pakaian—tidak mandi—kemudian pergi ke luar tenda untuk membasuk wajah.Di Kamp 1 ini, berbagai rombongan pendaki berkumpul padu menjadi satu. Perapian yang terbuat dari kayu kering yang dibakar, terlihat menerangi waktu subuh. Matahari belum terbit, itu sebabnya orang-orang masih bisa berleha-leha di tenda masing-masing. Karena setelah matahari menunjukkan eksistensinya, di saat itu juga pendakian yang penuh perjuangan kembali dilanjutkan."Sa, sini gabung!" tegur Aisyah yang sudah berkumpul bersama Alma dan Agra, juga para porter kami masing-masing—termasuk Kak Yewen.Aku menuruti teguran Aisyah, kemudian berlari kecil menuju me
"Ayo Sa, buruan. Kita udah ketinggalan mereka." Tiba-tiba saja seseorang mengacaukan pikiranku yang sedang membayang. "Eh, i-iya...." Aisyah menarik tanganku agar segera bergegas. Langkah kaki kami percepat, menyusul para pendaki lain yang sudah lumayan jauh di depan sana. Semak-semak rimbun berkeresak ketika kami melewatinya. Napasku semakin berembun. Dan sekarang rambutku kini mulai mengering dan dingin—kaku. Semakin jalan menanjak, semakin berkabut pula udara. Untungnya kami sudah kembali ke barisan. Bulu kudukku semakin merinding kala kami tiba di Sungai Ugimba. Kali ini sebagian besar permukaan sungai sudah membeku. Bantaran sungainya san
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments