All Chapters of Pejuang LDR: Chapter 81 - Chapter 90
110 Chapters
Part 80 S2. Menunggu Kedatangan Novi
"Apa? Paman Diki tampan dan baik hati itu sakit," ucap Yuni mengulangi perkataan dari Kakaknya. "Kakak, aku ikut menjenggukmu." lanjut Yuni. "Anak kecil, cukup belajar yang benar dan datang ke sekolah saja. Untuk menjengguk Paman Diki bisa sepulang sekolah saja." tolak Novi secara halus. Yuni memutar kedua bola matanya dengan malas. "Tapi kak..." ucapannya terhenti saat Novi memotong pembicaraannya. "Kamu telah selesai sarapan pagi?" tanya Novi dan dibalas anggukan oleh Yuni. "Mari kakak antar ke sekolah saja." ajak Novi. "Tapi kak!" ucap Yuni. "Tapi apa lagi? Ini sebentar lagi kamu terlambat Atang sekolah, ayo siapkan tas ranselmu!" titah Novi berdiri di depan Yuni. "Aku khawatir dengan Kakak selalu tidak sarapan pagi dan nantinya kakak sakit mag." jelas Yuni menundukkan kepalanya di depan Novi. 
Read more
Part 81 S2. Kejutan
Dila menghentikan langkah kakinya sejenak dan ia menoleh ke arah sumber suara. "Belum." jawab Dila singkat, berdiri di depan Dissa. "Ya ampun, belum datang juga lalu kemana saja dokter itu? Niat kerja gak sih masa sudah pukul 09.00 wib, belum datang kemari," ucap Dissa panjang lebar. Daniel mengelus pundak Dissa yang berada dk sebelahnya untuk menenangkan emosional yang hampir melunjak. "Sayang, bersabarlah mungkin Dokter Novi sedang di jalan." sahut Daniel. *** "Oh iya, kamu tinggal dimana?" tanya Novi berdiri di depan Criss. "Aku berencana untuk menyewa apartemen terdekat." jawab Criss. "Tidak perlu kak, kakak bisa menginap di rumah minimalis kami. Di rumah kami masih ada kamar kosong kok di tingkat lantai satu ada 2 kamar tamu dan tingkat lantai dua ada kamar utama. Kak Diki pilih saja mau kamar yang mana tinggal bibi yang bereskan." celetuk Yuni di depan
Read more
Part 82 S2. Menahan Tawa
Di dalam ruangan yang bernuansa putih terlihat berbagai macam aneka bunga yang tersusun rapi di atas lantai, bunga itu terdiri atas bunga mawar merah, mawar putih, mawar pink, mawar kuning, bunga tulip, bunga Lily, bunga Daisy, bunga melati dibentuk menjadi bentuk love. Tidak hanya bunga saja. melainkan, ada persiapan makanan ringan seperti: pizza, spaghetti dan minuman teh yang sengaja dipesan oleh Dissa yang memberikan ide makanan ala barat. Disana, terlihat keluarga Richard dan keluarga Novi Nirand telah berkumpul menjadi satu. "Apakah semuanya akan berhasil?" tanya Dila berdiri di depan Dissa. "Mom, semua akan berjalan sesuai dengan rencana dan kita ikuti saja sesuai alur cerita yang kita buat." jawab Dissa mantap. "Dimana Novi?" tanya Dedi yang berjalan menuju ke arah Dissa dan Dila. Tok! Tok! "Bukankah Novi sudah datang." pekik Daniel dan membuat Diki menjadi salah tingkah.
Read more
Part 83 S2. Memeriksa Dissa
"hahaha..." tawa Dissa menggema di seluruh ruang rawat Diki. "Lucu saja," ucap Dissa setelah puas melepaskan rasa geli di hatinya. Novi langsung menutup mulutnya dengan rapat dan ia menyentuh bagian mulutnya dan ternyata ada sedikit air liur yang menetes dari mulutnya. "Haduh... Aku malu," keluh Novi langsung menghapus air salivanya dengan jas kerjanya. "Sudah jangan seperti itu, kamu terlihat lebih jorok." celetuk Diki yang masih setia berjongkok di depan Novi. Novi menatap malas ke arah Diki, "Kamu sudah membaik?" tanya Novi menatap Diki yang berjongkok tanpa merasa lelah. "Hem..." deheman Diki mengiyakan ucapan dari Novi. "Bagaimana? Maukah kamu menjadi pendamping hidupku?" tanya Diki. "Ak-ku..." ucapan Novi terpotong saat mendengar ocehan dari Dissa. "Terimalah, Kak Diki itu lelaki baik, setia
Read more
Part 84 S2. Keputusan Novi
"Dissa sakit?" ucap Daniel mengulangi perkataan dari Mama Dila, Dila mengangguk setuju. "Aku baik-baik saja." sahut Dissa. "Mungkin, efek dedek di pagi hari memang begini." lanjut Dissa. "Eh, tidak baik menyalahkan cucuku yang belum tentu salah." balas Dila menatap tajam ke arah Dissa. "Daniel, cepat periksa istrimu ini aku takut kondisi dia dan cucuku kenapa-napa!" titah Dila. "Baiklah." Daniel menyuruh Dissa agar berbaring di atas tempat tidur rumah sakit. Dissa yang tidak ingin berdrama debat panjang kali lebar di pagi hari, ia hanya menuruti semua kemauan dari mamanya. Daniel mulai memeriksa kondisi Dissa, mulai dari bagian perut hingga mata. Daniel melepaskan alat stetoskop itu dan ia menghela nafasnya sejenak. Ia menatap kedua bola mata indah Dila. "Kondisi Dissa, kurang kondusif dan ia butuh istirahat. Biasanya, wanita hamil muda seperti ini perlu banyak makanan bergizi agar ia tidak kekuranga
Read more
Part 85 S2. Kabar Kedatangan Jesika di Indonesia
Setelah melakukan pemeriksaan intensif terhadap Diki, kini keluarga Richard bersiap-siap untuk kembali ke mension. Dissa mendorong Diki yang duduk di atas kursi roda, mengingat Diki belum sepenuhnya sembuh dari luka kecelakaan itu. Maka, Dila menyuruh perawat untuk membawakan kursi roda. "Dissa, biar mama saja yang mendorong kursi roda milik Diki. Kamu kan sakit dan mama gak mau kamu kecapean," ucap Dila yang berdiri di sebelah Dissa. Daniel dan Dedi berjalan di depan, mereka disapa ramah oleh semua orang yang bekerja di rumah sakit. "Tidak usah, Ma. Aku bisa kak dan ini tidak terlalu sulit ku lakukan." tolak Dissa secara halus. "Tapi mama tidak ingin kamu lelah." balas Dila. "Aku baik-baik saja, percayalah aku bisa membantu kak Diki." sahut Dissa. Daniel dan Dedi yang mendengar perdebatan kecil antara Ibu dengan anak yang saling keras ke
Read more
Part 86 S2. Saran Dedi
"Kalo sudah habis begini kan aku lebih semangat merawati kakak," ucap Dissa seraya memberikan air putih kepada Diki. "Lain kali, jangan merawat aku lagi. Apa guna membayar dokter pribadi jika masih adik sendiri yang merawati diriku." sahut Diki cetus. "Kak Diki, bukannya berterima kasih padaku tali malahan merasa kesal. Dokter pribadimu belum terlihat batang hidungnya dan jika aku tidak merawatmu lalu siapa lagi yang peduli denganmu." balas Dissa mengambil gelas kosong dari genggaman Diki. "Setidaknya tidak akan menyusahkanmu." gumam Diki pelan tapi masih terdengar jelas oleh Dissa. "Aku tidak keberatan merawat kakak tampanku ini tapi aku tidak suka ia tidak berterima kasih padaku." balas Dissa tersenyum penuh arti. "Terima kasih." jawab Diki cepat. "Oke, sama-sama." sahut Dissa tersenyum. Ceklek! Pintu ruang kamar Di
Read more
Part 87 S2. Kabar Jesika Hamil
"Kenapa bisa begitu? Bukankah, papa termasuk pria idaman karena kebaikan tapi kok masih ada orang lain mencelakai keluarga Richard?" tanya Dissa polos. Dedi dan Daniel menepuk jidatnya saat mendengar ajuan pertanyaan dari Dissa. "Itu semua karena bisnis, jika tidak bisa bersaing secara sehat maka pengusaha yang kalah dengan perusahaan papa akan menghalalkan segala cara termasuk cara kotor sekalipun." jawab Daniel cepat. "Oh begitu." sahut Dissa. "Baiklah, aku ikut saja yang terpenting keluarga Richard tetap bahagia selalu." lanjut Dissa. *** Novi menoleh ke arah Diki yang menarik lengan tangannya, Ia menatap intens ke arah Diki. "Tuan, lepaskan aku!" ucap Novi menarik tangannya yang digenggam kuat oleh Diki. "Aku tidak ingin kamu pergi, kamu tahu alasanku ikut menyetujui perjodohan ini aku tertarik dengan dirimu, keba
Read more
Part 88 S2. Dissa Salah Mengambil Paket Barang
Jam telah menunjukkan pukul 12.00 WIB, semua pegawai di rumah sakit beristirahat untuk makan siang. Tetapi, tidak seperti seorang pria yang sedang asyik menatap fokus semua berkas yang bertumpuk di atas mejanya. "Dokter Nick!" panggil seorang pria yang berdiri di depan direktur di rumah sakit. Nick mengalihkan pandangannya dari tumpukan berkas menuju ke arah Budi. "Budi, lama tak bertemu," ucap Nick tersenyum. Budi masih berdiri di depan ruang kerja Nick, ia melihat jam tangan di lengan tangannya."Sudah jam istirahat? Kamu tidak makan siang?" tanya Budi menatap ke arah Nick. Nick menggeleng-gelengkan kepalanya menatap ke arah Budi dan ia masih duduk di kursi kebesarannya. Budi menatap malas ke arah Nick, ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan. "Ayolah Nick, kamu butuh asupan makanan bergizi. Jangan begini, nanti kamu sakit, sehat itu mahal loh
Read more
Part 89 S2. Membawa Dissa Ke Rumah Sakit
Dila berjalan masuk menuju ke arah kamarnya, ia menaiki anak tangga menuju tingkat lantai tiga di mensionnya. Dila memilih menaiki tangga karena ia ingin berolahraga. "Pegal sekali." keluh Dila saat berjalan masuk ke dalam kamarnya. Ceklek! Pintu kamar terbuka dan ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam mension. Dila melihat Dedi sedang berbaring di atas tempat tidur. Dila berjalan menghampiri suaminya itu. "Sayang, bangun sudah siang. Kenapa masih tidur?" ucap Dila seraya menggoyang-goyangkan tubuh Dedi. Dedi tak bergeming dan ia masih setia menutup kedua bola matanya. "Sayang?" panggil Dila lagi. Dila menyentuh kening Dedi dan ia menebak bahwa Dedi sedang tidak baik-baik saja."Sayang, Bangunlah. Apakah kamu sedang sakit?" ucap Dila menatap wajah tampan Dedi. Dedi membuka kedua bola matanya secara pelan dan ia
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status