Lahat ng Kabanata ng Let You Go: Kabanata 51 - Kabanata 60
77 Kabanata
Dinner
 "Jadi, maksudmu... perusahaan Carmen mengalami kemunduran karena adanya aksi korupsi besar-besaran?" tanya Alvin dengan tatapannya yang masih fokus pada lobster yang tengah dipotongnya menggunakan pisau makan. "Ya... karena hal itu, ayahku terkena stroke ringan. Kami sekeluarga sangat sedih, karena kami berpikir bahwa cobaan datang bertubi-tubi kepada keluarga kami di saat yang bersamaan," ucap Claudia sambil tersenyum miris. "Tapi, setidaknya aku merasa lega karena ayahku hanya terkena stroke ringan. Ayahku masih bisa menggerakkan tubuhnya walaupun dengan gerakan yang pelan dan hati-hati. Bagiku, kesehatan ayahku lebih utama dibandingkan perusahaan kami," terang Claudia sambil tersenyum. "Kau berpikir seperti itu karena kau tidak pernah menjadi pemimpin perusahaan," ucap Alvin sambil mengelap bibirnya hati-hati dengan tissue yang sudah disediakan di atas meja makan mereka. "Maksudnya?"
Magbasa pa
Dimana Kanaya
 Bunyi petir yang saling bersahutan membuat Alvin tak bisa fokus dengan kegiatan membacanya. Matanya menatap ke arah air di kolam privatnya yang memantulkan sinar petir yang dahsyat. Untunglah Alvin langsung meninggalkan acara makan malam itu, jika tidak, Alvin tidak yakin bahwa dirinya bisa kembali ke hotel dengan keadaan pakaiannya yang masih kering. "Hujan..." gumam Alvin saat dirinya menatap rintik-rintik air telah terjatuh dari langit dan menubruk air tenang yang ada di kolam itu. Tes... tes... tes... tes... Awalnya hanya setetes-setetes saja, kini, hujan sudah mengguyur Bali. Tangan Alvin terulur untuk menaikkan pemanas kamarnya. Setelah Alvin merasa bahwa suhu di kamarnya sudah menghangat, pria itu langsung menutup bukunya. Ia tak bisa membaca disaat-saat seperti ini. Tangannya terulur untuk mematikan lampu kamar itu. Dengan pikiran yang s
Magbasa pa
Egois
 Alvin melemparkan guci yang berisi bunga imitasi yang ada di dalam kamar hotelnya dengan sekenanya. Guci putih itu kini telah berubah menjadi serpihan-serpihan yang tak ada artinya sama sekali. Bugh! Alvin kembali memukul dinding kamar hotelnya dengan kuat hingga buku-buku jarinya sudah mulai mengeluarkan darah. Ini semua tidak cukup! "Tuan, saya mohon hentikan semua ini. Kita tidak tau jika wanita yang hanyut itu adalah nona Kanaya, kita masih memiliki sedikit harapan," ucap Alan yang merasa ngeri dengan keadaan kamar hotel Alvin yang telah berubah menjadi kapal pecah. Seumur-umur mengabdikan diri pada Alvin, Alan tak pernah melihat Alvin se emosional ini dan alasan Alvin se emosional ini karena Kanaya. Sungguh kenyataan yang sulit diterima. "Shut the fuck up!" teriak Alvin. Alan tersentak kaget saat dirinya diteriaki oleh
Magbasa pa
Raped
 Braakkk!!! Kanaya membuka pintu kamar hotelnya dengan kasar dan menutup kembali pintu itu dengan kasar. Dengan langkah gontai, Kanaya melangkahkan kakinya memasuki kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Seperti tak memiliki gairah hidup, Kanaya membuka pakaiannya yang telah basah. Kini, kulitnya yang putih nampak lebih memucat, seolah-olah tak ada setetes pun darah yang tengah mengalir di nadinya. Tangannya menyusuri tubuhnya dengan gerakan lemah. Ia menyusuri pahanya yang terdapat bekas cengkraman, perut datarnya yang masih memiliki bercak-bercak darah kental, bahunya yang membiru serta kulit dadanya yang terdapat bekas cium. "Ahhhhhh....!!!!" Kanaya berteriak sekencang-kencangnya di depan cermin yang ada di dalam kamar hotel itu. Hatinya hancur, dia semakin hancur. Tangannya mengambil sebuah botol berisikan sabun cair yan
Magbasa pa
Mimpi
 "Bagaimana keadaannya?" tanya Alvin dengan wajah dinginnya sembari membalut luka di punggung tangannya menggunakan perban kain. "Nona Kanaya tidak baik-baik saja, tuan," jawab Alan jujur. Alvin mengetatkan rahangnya dengan keras. "Apa kau sudah membawanya ke dokter?" tanya Alvin sembari menahan dirinya untuk tidak kembali meluapkan kemarahannya. "Saya sudah menawarkannya tapi nona Kanaya menolak," jawab Alan. "Wanita itu... selalu saja bertingkah sok kuat," desis Alvin sembari mengepalkan kedua tangannya. Alan hanya diam. Memang benar, Alvin lah yang telah memerintahkan Alan untuk langsung memeriksa keadaan Kanaya ketika wanita itu meninggalkan kamar Alvin dengan kondisi yang sangat kacau. Alan tidak bodoh, ia tau betul jika Alvin sangat ingin bertemu dengan istrinya itu dan melihat keadaan istrinya itu,
Magbasa pa
Apa kamu gila?
 CAroma alcohol dan obat-obatan yang sangat pekat membuat Kanaya mau tak mau harus membuka kedua matanya. Mata birunya itu menatap sayu keadaan disekitarnya. Saat ini, Kanaya tengah berada di sebuah ruangan monoton berwarna biru langit. Ruangan ini seperti kamar rumah sakit. Begitulah kira-kira perkiraan Kanaya hingga akhirnya dirinya yakin bahwa ruangan yang tengah ditinggalinya ini adalah ruangan rumah sakit saat mata Kanaya menatap sebuah tongkat infus yang berada tepat disamping kamarnya. Apakah saat ini ia sedang berada di rumah sakit di Bali? Tapi, kenapa suasana disini berbeda dengan suasana yang ada di Bali? "Kau sudah bangun, apa kau ingin sesuatu?" tanya seorang wanita berjas putih yang nampaknya sedari tadi menunggu Kanaya siuman. Kanaya mengernyitkan dahinya bingung. Kanaya ingat betul siapa wanita itu, ia adalah Lucia Assensio-Canales, dokter yang selalu
Magbasa pa
Alan
 "Eumh, halo. Anda sedang terhubung dengan Alvin C Dominguez-Sanz. Ada sesuatu yang ingin anda sampaikan?" tanya Alvin sembari menjepit ponselnya di antara telinganya dan bahunya. Kedua tangannya asyik bergerak dengan lincahnya di atas papan keyboard komputernya sedangkan kedua matanya tak bisa untuk mengalihkan pandangannya dari layar komputernya yang saat ini tengah menampilkan sederet angka-angka dan tulisan berbagai bahasa yang sangat memusingkan kepala. "Anak sialan! Apakah kau juga bertindak se formal ini dengan istrimu?!?" Mendengar makian tersebut, Alvin mengernyitkan dahinya. Itu suara ayahnya. Untuk memastikan tebakannya itu, Alvin mengambil ponselnya dan menatap nama pemanggil yang sedang tertera di layar ponselnya itu. Daddy Dominguez. "Maafkan aku, Dad. Tadi aku sangat sibuk, hingga aku mengangkat panggilan mu tanpa melihat namamu," ucap Alvin sembari merenggangkan punggungn
Magbasa pa
Cerai?
 Alvin menghela napasnya dengan kasar saat dirinya menatap sebuah pintu kaya sebuah mansion yang sangat megah yang ada dihadapan nya saat ini. Mansion ini adalah mansion dimana Alvin lahir dan dibesarkan oleh ayahnya dan... ibunya. "Selamat datang tuan Dominguez muda." Saat Alvin membuka pintu mansion itu, dirinya langsung disambut dengan deretan-deretan pelayan yang memakai baju uniform putih-navy mereka. Pelayan-pelayan itu membungkuk hormat pada Alvin. "Wohoo... my son!" Mendengar suara menggelegar milik ayahnya itu, Alvin langsung mendongakkan pandangannya ke tangga spiral. Di atas tangga spiral itu, ayahnya melangkah dengan gagahnya namun dengan senyum yang terlihat menjengkelkan di wajah tampannya yang nampaknya tak lekang dimakan oleh waktu. "Dad... kenapa kau melakukan ini semua?" protes Alvin sembari berkacak pinggang saat matanya tanpa sengaja melihat sebua
Magbasa pa
Panggil namaku
 Alvin melangkahkan kakinya menuju ke pekarangan rumah sakit tempat Kanaya dirawat. Hari ini adalah hari ke 5 Kanaya di rawat di rumah sakit ini dan hari ke 3 sejak Alvin menemui ayahnya terakhir kalinya. Ingin rasanya Alvin membawa pulang wanita itu, namun, dokter Lucia mengatakan jika beberapa hari ini, berat badan Kanaya kembali mengurus karena wanita itu mengalami tekanan pikiran yang sangat luar biasa. Tak perlu ditanya kenapa Kanaya mengalami tekanan stress itu, kalian sudah pasti tau jawabannya. Ya, semua itu karena Alvin. Masih segar di ingatan Alvin tentang Kanaya yang memohon-mohon agar Alan kembali padanya namun Alvin menolak tegas permintaan Kanaya itu. Potret mata sendu dan kecewa milik wanita itu tak bisa begitu saja dilupakan oleh Alvin. Sebenarnya, Alvin sangat ingin mengabulkan keinginan Kanaya itu, tapi mengingat adik Alan sangat membutuhkan Alan sa
Magbasa pa
Apa kamu tetap mencintaiku?
  "Bagaimana keadaannya?" tanya Alvin pada dokter Lucia dengan tatapannya yang masih tertuju pada Kanaya yang tengah duduk di dekat jendela kamar rumah sakit tempat dirinya dirawat. Sejak Alvin menolak keinginan Kanaya untuk kembali memulangkan Alan dalam waktu yang lebih cepat, istrinya itu kembali mengulah. Tanpa memperdulikan kesehatan dirinya sendiri, istrinya itu nekat untuk mencopot infus yang ada di tangannya. Jika dihitung-hitung, sudah empat kali istrinya itu mencopot infus itu dengan tidak berperasaan. Akibat tindakan bodohnya itu, tangannya harus diperban dan tidak boleh digerakkan dengan sembarangan. "Masih sama... Tidak ada kemajuan, semalam, nona tidak menyentuh makanan malamnya," jelas dokter Lucia yang diakhiri dengan sebuah helaan napas. Alvin mengetatkan rahangnya. Ia cemburu, sungguh cemburu! Bagaimana bisa istriny
Magbasa pa
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status