Tous les chapitres de : Chapitre 31 - Chapitre 40
77
Aku paham
 "Rex, buatkan aku minuman biasa, ya!" ucap pria itu akrab kepada bartender yang berada disana. Kanaya mengangkat kecil alisnya. Dari nada ucapan pria itu, Kanaya yakin bahwa pria dihadapannya ini sangat sering mengunjungi club ini. Bahkan pria ini nampaknya akrab dengan bartender itu. Ah... mungkin Kanaya harus memanfaatkan kesempatan ini untuk mengorek informasi mengenai si jalang Rose. "Here you are!" ucap bartender itu sambil menyodorkan sebuah gelas yang telah berisi minuman beralkohol kesukaan pria itu. Pria itu tersenyum dan menggumamkan ucapan terimakasih sebelum bibirnya mencecap minuman itu. "Oi, miss... apakah aku sebegitu tampannya sampai kau tak bisa mengalihkan pandanganmu dari wajahku?" tanya pria itu kepada Kanaya tanpa mau repot-repot mengalihkan pandangannya dari minumannya menuju wajah Kanaya. Mendengar pertanyaan tak masuk aka
Read More
Rose
  "My baby Rose... apa kau menginginkan apartemen baru, eumh?" tanya seorang pria bertubuh tambun yang sedang memangku tubuh sintal Rose di atas pahanya. Rose menampilkan senyum centilnya. Kedua tangan nya langsung terulur untuk memeluk leher pria yang nampaknya sudah memiliki usia yang sama dengan kedua orang tuanya. "Kalau aku menginginkannya, apakah sayang akan memberikannya?" tanya Rose dengan tatapan menggodanya. Pria itu terkekeh geli saat mendengar pertanyaan Rose yang nampaknya tak perlu dijawabnya. Pria itu sudah menawarkan apartemen kepada Rose pertama kali, itu berarti kalau pria itu memang akan memberikannya kepada Rose jika Rose menginginkannya bukan? "Tentu saja, baby," ucap pria itu sambil mencium rose. "Terimakasih. Tapi, daripada apartemen baru... aku lebih suka jika sayang memberikanku uang," ucap Rose sambil mengerucutkan bibirnya.
Read More
Elegant but psycho
Rose membuka matanya yang terasa sangat berat dengan sekuat tenaganya. Hal pertama yang dilihatnya adalah sosok wanita yang tengah duduk dengan elegan di sebuah kursi kayu bersama seorang pria yang juga duduk di kursi yang sama dengannya di samping kanannya, selain itu, terdapat pria lain yang sedang berdiri di samping kirinya. Rose menyipitkan matanya dan menggeleng pelan kepalanya agar seluruh kesadarannya dapat terkumpulkan sepenuhnya. "Kanaya?" beo Rose saat dia menyadari bahwa wanita yang sedang diapit oleh dua pria bertubuh kekar itu adalah wanita yang telah membooking nya malam ini, Kanaya. "Wah... Aku tak menyangka jika kau akan bangun secepat ini," ucap Kanaya sambil tersenyum miring dan melipat kedua tangannya di depan dadanya. Rose mengernyitkan dahinya saat mendengar ucapan Kanaya. "Apa maksudmu?" tanya Rose yang dibalas dengan sebuah senyuman remeh dari Kanaya.
Read More
Pembunuh
 "Loco, malam ini, biarkan aku yang menyelesaikannya. Sudah lama aku tidak melihat wanita menjerit dibawah kendaliku," ucap Kanaya dengan bengis kepada pria seram yang sedari tadi duduk di sampingnya. Pria itu terkekeh kecil. "Apa kau yakin Kanaya? Darah kotor milik wanita itu pasti akan mengotori gaun mahal mu itu," ucap pria itu, Loco, ditengah-tengah kekehannya. "Berisik!" ucap Kanaya sambil mengangkat kakinya yang sedari tadi diletakkan nya di atas punggung Rose. Loco tertawa kecil saat mendengar ucapan nona nya itu. Meskipun Loco berstatus sebagai bawahan Kanaya, namun Loco tak pernah bersikap formal kepada Kanaya, seperti yang biasanya dilakukan oleh budak kepada majikannya. Tentu saja, di awal pertemuan mereka, Kanaya memaki Loco dan memberikan Loco pelajaran agar mulut dan tingkah laku pria berbadan kekar itu dapat sopan kepada Kanaya, tapi Loco tetap saja ti
Read More
Ibu
 Kanaya membuka pintu rumahnya dengan tangannya yang masih bergetar. Potret gumpalan daging dan suara meminta tolong dari Rose yang sangat memilukan itu selalu saja memenuhi pikirannya. Krek! Kanaya mendorong pintu rumahnya dengan pelan. Gelap. Itulah hal yang pertama kali Kanaya rasakan saat memasuki rumahnya ini, sepertinya Alvin belum pulang dari kantornya atau... pria itu mungkin saja sudah pulang dari kantornya dan saat ini tengah tertidur dengan lelap di dalam kamarnya. Dengan langkah bergetar, Kanaya melepaskan boots nya yang telah penuh dengan bercak darah dari tangan Rose. Kanaya menggigit bibirnya dengan kuat, saat melihat darah itu, rasanya dia ingin kembali berteriak. Tangan Kanaya sudah terulur untuk meletakkan sepatu boot nya itu di rak sepatu yang berada disana, namun dia mengurungkan niatnya itu saat melihat adanya darah di sepatu  boots nya itu. Sungguh, Kanaya yaki
Read More
Apa yang terjadi dengan Kanaya?
 "Selamat pagi, tuan," ucap salah satu pelayan yang sedang mempersiapkan sarapan di meja makan saat melihat Alvin berjalan ke arah meja tersebut. Alvin menanggapi ucapan pelayan itu dengan sebuah anggukan kecil. Kemudian tangannya menarik salah satu kursi di meja makan itu dengan gerakan pelan. "Selamat pagi, tuan," ucap Alan yang tanpa sengaja melewati Alvin. Alvin menganggukkan kepalanya pelan. Sejenak, dia merasa penasaran dengan kedatangan Alan. Jika Alan berada di rumahnya, berarti Kanaya membutuhkan nya. Tapi, bukankah ini terlalu pagi bagi Kanaya untuk memanggil Alan? Alvin menatap jam tangan berwarna silver yang menggantung kokoh di tangannya. Sebuah kernyitan langsung menghiasi keningnya saat melihat jam di tangannya masih menunjukkan pukul 07. 40 AM. Setau Alvin, Kanaya adalah sangat jarang sekali bangun pagi atau Kanaya selalu bangun pagi tapi selalu saja turun untuk sarapan s
Read More
Pagi yang buruk
 Claudia menghela napasnya dengan kasar. Ia menatap bangunan besar yang saat ini berada di hadapannya dengan perasaan khawatir yang luar biasa. Saat ini, Claudia tengah berdiri tepat di depan pintu masuk perusahaan raksasa yang sangat terkenal di bidang pembangunan hotel-hotel megah dan hunian-hunian yang bernilai fantastis. GueZ Company. Nama itu terukir kokoh di atas pintu masuk perusahaan raksasa itu. "Nona, apa anda hanya berniat untuk melihat-lihat saja?" tanya salah satu security yang bertugas menjaga pintu masuk perusahaan itu. Pipi Claudia langsung bersemu. Dia merasa malu saat mendengar pertanyaan security tersebut. Jika diingat-ingat, rasanya Claudia sudah menghabiskan waktu 20 menit hanya untuk berdiri di depan pintu masuk perusahaan itu sambil menatap kagum perusahaan itu. Dibandingkan perusahaan ini, perusahaan a
Read More
Wanita aneh
 Alvin melangkahkan kakinya menuju ke ruang tunggu dengan elegan. Nampaknya, beberapa pegawainya sudah mulai datang dan wara-wiri. "Selamat pagi, tuan Dominguez." Alvin menanggapi semua sapaan itu dengan sebuah anggukan kecil dan wajah datarnya, seperti biasanya. "Silahkan sir," ucap sekretaris Alvin sambil membukakan pintu ruang tunggu untuk Alvin. Ceklek. Saat memasuki ruangan itu, pandangan Alvin langsung terkunci pada seorang wanita yang tengah membelakanginya. Nampaknya wanita itu tengah memperhatikan lukisan yang berada di dinding itu. Alis Alvin terangkat naik saat melihat wanita itu menjulurkan tangannya untuk menyentuh lukisan itu. Alvin tau benar, jika Kanaya melihat hal itu, pasti Kanaya sudah memotong tangan wanita itu. "Ekhem." Alvin berdehem kecil saat dia merasa bahwa wanita yang sedang mem
Read More
Istriku
 "Silahkan, sir," ucap supir Alvin sambil membukakan pintu mobil untuk Alvin. Alvin menggangguk pelan dan melangkahkan kakinya memasuki area club itu. "Selamat malam tuan. Bisa tunjukkan kartu anda?" tanya seorang pria yang sedang berjaga di pintu club itu dengan sopan. Alvin mengangguk pelan dan memberikan kode kepada sekretarisnya untuk menunjukkan kartu yang telah diberikan oleh kolega bisnisnya kepadanya. "Silahkan masuk tuan-tuan," ucap pria itu sambil membungkukkan sedikit punggungnya dan membukakan pintu club itu untuk Alvin dan sekretarisnya. Saat Alvin memasuki club itu, matanya seolah-olah dipaksa untuk cepat beradaptasi dengan lampu club yang sangat menyakitkan matanya itu. Alvin menggeleng pelan kepalanya, bagaimana mereka dapat membicarakan bisnis di tempat seperti ini? "Mari, sir. Tuan Callo telah menunggu kita," ucap sekretaris Alv
Read More
Pagi kami
 Rasa pening yang bertubi-tubi memaksa Alvin untuk bangun dari tidur nyenyak nya. Saat pertama kali membuka matanya, dirinya langsung dikejutkan dengan dinding berwarna ab-abu. Alvin yakin, kamar ini bukan miliknya! Dinding kamar Alvin berwarna hitam. Alvin memegang kepalanya yang terasa sangat pening dan memijitnya pelan. Ah, semua ini pasti karena si mata keranjang tuan Callo itu! Sialan sekali! Mengapa pria itu berani-beraninya tetap menuangkan red wine ke gelas Alvin, padahal ALvin sudah jelas-jelas menolak minuman itu! Alvin bangkit dari tidurnya dan menyandarkan punggung kekarnya di dinding kamar itu. Tangannya masih tetap memijit-mijit pelan kepalanya yang terasa sangat pusing. Alvin menyipitkan matanya saat melihat kondisi kamar ini. Kamar ini tidak asing. Kamar ini seperti kamar istrinya, Kanaya. Tunggu... tunggu... tunggu... Apakah saat ini Alvin tengah ber
Read More
Dernier
1234568
DMCA.com Protection Status