All Chapters of Mas Duda, I Love You: Chapter 41 - Chapter 47
47 Chapters
41. Dunia memang sempit
 "Gimana sudah mengerti, kan?" tanyaku mengakhiri penjelasan produk knowledge  di perusahaan tempat kerjaku, target pasar dan cakupan distribusinya. Pokoknya yang berkaitan dengan penjualan sudah kupaparkan pada meeting kecil-kecilkan, antara aku, kamu dan dia eh..Pak Abda dan Arian. "Gimana pak Arian?" Pak Abda menoleh pada Arian minta kepastian. "Sekarang sudah ada gambaran kan bagaimana kualitas produk kami di perusahaan ini, pasar dan distribusinya sudah hampir go internasional.'"Mmm..." Arian mengangguk. "Bisa lebih rinci lagi next time? ada banyak pertanyaan nanti yang akan kuajukan." Arian menatapku dengan senyum menggoda. Aku menghela napas pelan. Feelingku mengatakan Arian mulai mencari cara supaya terus bisa berkomunikasi denganku, dengan cara pura-pura banyak pertanyaan. "Boleh, Nex time silakan berunding di ruangan Rosi saja, kebetulan saya ada jadwal meeting di luar hari ini." Pak Abda cepat menjawab sebel
Read more
42. Arian kena batunya
**"Ridwan berjalan menghampiri Arian di mejanya. Aku berusaha menjejeri langkahnya.  "Mas, tolong jangan emosi," bisikku di telinga Ridwan, karena terlihat wajah Ridwan mengeras, seperti tersulut emosi.  Ridwan tak menjawab. Dia semakin mendekat ke arah Arian. Arian sendiri wajahnya pucat. Mungkin dia tak menyangka bakal bertemu lagi dengan orang yang telah jadi korban ayahnya  "Aku pinjam dulu lelaki ini, ya." ucap Ridwan pada Sida dan Ruri yang nampak melongo melihat Ridwan, lalu mereka beralih menatapku dengan bingung. Aku memberi isyarat pada keduanya supaya mengangguk.  Tanpa dikomando duo absurd itu mengangguk bersamaan, persis boneka yang disetel manggut-manggut di mobil.  "Kamu masih ingat aku, kan?" tanya Ridwan langsung pada Arian yang sedang terpaku menatapnya. "I-iya .." sahutnya gugup.Matanya terlihat gelisah.  "Ini suamiku..." Aku langsung ikut bicara yang ditujukan pada Arian
Read more
43. Joana berubah?
Mobil sampai depan  rumah, Ridwan buru-,buru turun dan berlari ke dalam rumah. Aku yang pegang setir bingung melihat tingkahnya. Ada apa lagi dengan si Cinta?  Pelan aku pun turun dari mobil, berjalan memasuki rumah, mencari keberadaan Ridwan.  Huwek ..! Huwek..! Terdengar bunyi orang muntah dari arah kamar mandi. Astaga! Aku menggosok hidung yang tak gatal. Ridwan kembali muntah-muntah! Lama-lama kasihan juga. Kenapa yang hamil aku, malah  Ridwan yang payahnya? Aku tunggu Ridwan selesai muntahnya, sambil menyiapkan teh manis hangat, biar tubuh Ridwan nanti bisa segeran.  "Nyonyah, Tuan Ridwan kenapa, huwek..huwek, mulu?" tanya Kajol yang sama ikut keheranan melihat keadaan Ridwan.  "Lagi ngidam, Kajol."  sahutku. "Apa? Emang bisa Tuan Ridwan hamil?"  Kajol melongo.  "Yang hamil aku, Kajol. yang ngidamnya Tuan Ridwan."  "Oo.." Kajol manggut-manggut sambil mulutny
Read more
44. Hukum tabur tuai
  "Hallo, Sayang." Joana menyapa si kembar yang berjalan mendekat. Satu persatu diciumi pipinya. "Mama kenalin pada calon  Papa baru kalian. Ini orangnya." Joana mengenalkan calon suaminya yang bernama Randi.  Si kembar tidak rewel, mereka satu per satu mencium tangan calon papanya itu.  Ridwan nampak tersenyum lega. Aku juga sama ikut lega. Badai masalah yang sering dibuat oleh Joana selama ini, mulai tenang dan berakhir. Joana telah sadar dan menemukan pasangan hidupnya kembali. Semoga Joana juga bisa menemukan ketenangan hidup, sehingga tidak membuat masalah lagi nanti. "Mas dan Rosi, aku pamit, ya. Sebentar lagi kami menikah dan berangkat ke luar negeri. Mas Randi punya bisnis di Singapore. Mungkin lama di sana. Titip si kembar, ya," ucap Joana ketika sudah kenyang  bercengkrama dengan si kembar. "Aku berjanji akan hidup lebih baik lagi dan meraih kebahagiaan seperti kalian."Joana menyunggingkan senyum manis yang s
Read more
45. Alya hilang
  Tak terasa 4 bulan terlewati. Bayi kembarku semakin besar. Mulai berguling bahkan bergerak dan merangkak. Yang kerepotan pasti si Kajol. Dia sering berteriak sendiri mengagetkan semua orang di rumah.  "Nyonyah ... Alya merangkak ke dapur!" pekiknya mengagetkan. Si kembar kakaknya yang  empat,  mendengar teriakan itu, langsung  berlarian ke arah dapur dan menggendong, membawa adiknya ke ruangan tengah tempat bersantai.  Ridwan hanya tertawa  kecil sambil menggeleng melihat tingkah si kembar empat, kakaknya  yang mengasuh adik-adik bayinya. Mereka, si kembar empat, Zidan, Ziyan, Jihan dan Jane  beranjak besar. Tingkah mereka  juga sekarang sedikit disiplin. Bisa disuruh menjaga adik bayinya yang kembar. Aku sering lucu melihat tingkah mereka dan  merasakan kebahagiaan yang luar biasa  bertambah di rumah ini.  ** Namun yang namanya hidup, ada pasang surut. Ada bahagia juga
Read more
46. Pencarian
Ridwan ternyata sudah ada di kantorku. Dia lebih dulu tahu bayi kembar hilang dan bergegas menjemput  ke kantor. "Bagaimana bisa begini, Kajol?" tanya Ridwan cemas begitu sampai rumah.  "Maafkan saya, Tuan. Tadi ada  Nona Vina yang kemarin ke sini. Tadinya dia baik dan tidak macam-macam. Dia minta minum  ke saya. Alya, sedang tidur di kamarnya. Ketika saya balik, Nina Vina tak ada dan aku lihat Alya juga  tidak ada di kamarnya. Hanya ada Robi," tutur Kajol yang terlihat panik. "Ma-maafkan saya, Tuan, Nyonyah ..." Kajol terlihat sedih dan ketakutan. Ridwan dan aku jadi tak tega memarahinya. Toh, dia juga tak menyangka bakal kejadian seperti ini.  "Ayo, kita ke rumah Vina!" ajak Ridwan tanpa buang waktu lagi berlari ke mobilnya. "Kajol titip anak-anak dan jaga rumah!" pesanku pada Kajol sebelum berlari menyusul Ridwan dengan perasaan tak karuan.   Sungguh, aku tak menyangka Vina yang kemarin memint
Read more
47. Akhirnya ...
Mas Duda "Kamu yakin. Rosi?" tanya Ridwan. "Dulu di perjanjian pra-nikah, kamu tidak bisa berhenti bekerja karena punya tanggungan Ibumu. Sekarang kalau berhenti bekerja, biar aku yang akan membantu Ibu." Aku menatap suamiku  dengan hati penuh syukur. Dia memang pria yang sangat baik dan pengertian. Dia juga teguh memegang janjinya untuk patuh pada perjanjian pra-nikah ku dulu. Kenapa aku harus kuatir punya imam yang baik seperti itu? Bahkan bersedia membantu Ibuku tanpa syarat dan aku minta. "Aku yakin, Mas ...." ucapku mantap. "Aku akan punya usaha di rumah saja. Sama aja kan menghasilkan?" Ridwan tersenyum mendengar ucapanku. "Tentu ... Kalau butuh modal, aku akan bantu ..." tawarnya manis. "Gak usah, Mas. Aku punya tabungan." Aku balas tersenyum. "Sekarang kita pulang dulu saja, kasihan bayi Robi juga si kembar." "Baiklah ..." Akhirnya aku pun menurut. Aku memang lelah. L
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status