All Chapters of Arya Tumanggala 2: Chapter 11 - Chapter 20
150 Chapters
Hukuman Pancung
MALAM sudah larut ketika pasukan yang dikirim untuk memeriksa tempat diadangnya rombongan Dyah Wedasri kembali. Suasana Kotaraja Daha yang sepi mendadak ramai oleh suara keteplak ladam kuda serta gemuruh roda kereta dan gerobak. Senopati Arya Lembana memimpin sendiri pasukan tersebut. Rombongan berkekuatan dua lusin prajurit itu melambatkan laju kuda-kuda mereka saat mendekati pintu gerbang istana. Prajurit penjaga gerbang buru-buru membukakan regol. Wajah lelah Arya Lembana tampak tegang saat membawa pasukan tersebut memasuki kawasan jerong beteng. "Kita menuju ke alun-alun!" perintah Arya Lembana. Suaranya lantang menggelegar, memecah heningnya suasana malam. Alun-alun yang dituju berjarak sekitar 110 depa (kisaran 200-an meter) dari gerbang istana. Begitu tiba di
Read more
Rencana Rahasia
PARAS Rakryan Rangga dan Senopati Arya Lembana langsung berubah. Kedua perwira sama-sama mengernyit keheranan. Mereka berharap telah salah mendengar ucapan Rakryan Tumenggung tadi. "G-Gusti Tumenggung, mohon maaf sebelumnya, apakah ini tidak salah?" Arya Lembana memberanikan diri bertanya. Biar bagaimana pun sang senopati tak rela melihat Tumanggala, salah satu prajurit terbaik dalam pasukannya, dipenggal begitu saja. Sementara belum tentu terbukti prajurit tersebut lalai dalam menjalankan tugas pengawalan. Rakryan Tumenggung menampakkan wajah muram. Panglima Panjalu itu juga sebetulnya merasa ragu-ragu hendak menjalankan titah Sri Prabu Jayabhaya. Terlebih ia tahu titah tersebut dikeluarkan dalam keadaan dikuasai amarah. Namun setiap ucapan raja adalah sebuah hukum. Berani melawan sama saja minta mati. Lagi pula, sebagai seorang panglima Rakryan Tumenggung berkewajiban menegakkan wibawa raja. Maka, tidak ada pilihan lain baginya kecuali bersikap patuh. "Lembana, aku tahu apa yang
Read more
Ruang Tahanan
HAWA pengap langsung menyergap manakala Tumanggala dan yang lain-lain dibawa memasuk ke ruangan tahanan bawah tanah. Suasana sangat hening di dalam sana, sampai-sampai langkah kaki mereka saat menuruni undak-undakan tangga terdengar sangat jelas.Begitu tiba di ujung tangga, deretan ruang-ruang tahanan menyambut mereka. Tidak ada orang hukuman yang sedang ditahan. Karena itu tidak terlihat satu pun prajurit yang berjaga-jaga di sana.Rakryan Tumenggung menghentikan langkahnya di tengah-tengah ruangan. Semua orang di belakangnya ikut berhenti pula. Semua diam menanti perintah dari panglima Kerajaan Panjalu itu."Jebloskan mereka semua ke dalam ruang tahanan," ujar Rakryan Tumenggung kemudian, sembari berbalik badan.Para prajurit yang tengah memegangi lima pengawal Dyah W
Read more
Melarikan Diri
ARYA Lembana mengembuskan napas dengan kesal mendengar penolakan Tumanggala. Sepasang tangannya terkepal erat di sisi tubuh. Tampak agak bergetar karena menahan amarah yang tiba-tiba saja merambat naik.Sang senopati jadi ingat cerita Wyara dulu. Sikap keras kepala seperti ini pulalah yang sempat membawaTumanggala pada keadaan bahaya. Membuat prajurit Panjalu tersebut hampir meregang nyawa dikeroyok Ranajaya dan komplotannya di Gua Lawendra."Tumanggala, kalau saja bukan kau yang bersikap semenyebalkan ini, pastilah sudah aku kepruk batok kepalamu itu," geram Arya Lembana dengan suara bergetar.Yang diajak bicara tahu atasannya tidak senang dengan sikapnya. Ia lantas berlutut dan menyatukan kedua telapak tangan di atas kepala. Sementara kepalanya menunduk dalam-dalam."M
Read more
Berpencar
PARA prajurit yang baru keluar dari dalam tembok langsung menyebar. Para pembawa obor di sebelah depan, sedangkan prajurit bersenjata di bagian belakang. Derap langkah mereka yang berlari cepat terdengar sampai jauh.Di balik sebatang pohon besar, paras Arya Lembana langsung berubah mendengar seruan tersebut. Ia mengenali siapa pemilik suara tadi. Itu adalah Rakryan Tumenggung!"Gawat! Aku dan lima prajurit ini tidak boleh sampai tertangkap oleh mereka!" desis Arya Lembana dengan dada berdebar-debar."Gusti, para prajurit itu sepertinya memburu kita. Apa yang harus kita lakukan?" tanya Tumanggala setengah berbisik."Kita harus segera menjauh dari tempat ini. Mereka tidak boleh mencium keberadaan kita di sini. Sekali kita tertangkap, bisa gawat!" sahut Arya Lembana, seray
Read more
Tugas Berat
REMBULAN berada di puncak langit malam manakala Tumanggala dan Wyara tiba di kediaman Rakryan Rangga. Kedatangan mereka disambut dengan hunusan tombak oleh setengah lusin prajurit yang berjaga-jaga di gerbang paduraksa. "Siapa kalian? Mau apa malam-malam datang kemari?" bentak salah satu dari enam prajurit jaga. Sorot matanya menyiratkan kecurigaan. Tumanggala hampir saja menyebutkan siapa dirinya dan Wyara, tetapi segera ia urungkan niat tersebut. Pada pikirnya, tak ada guna menyebutkan nama. Lebih baik langsung menyebutkan apa keperluannya datang kemari. "Maafkan kami, Prajurit. Kami hanya menjalankan perintah. Kami berdua datang kemari atas perintah Gusti Senopati Arya Lembana," sahut Tumanggala kemudian. Prajurit jaga yang membentak tadi memandangi lima rekannya. Mereka sama-sama tahu jika antara Rakryan Rangga dan Arya Lembana terjalin hubungan yang sangat dekat sebagai atasan dan bawahan. Namun demikian, tentu saja para prajurit jaga tahu mereka tidak boleh bersikap gegabah.
Read more
Keraguan Wyara
TUMANGGALA dan Wyara meninggalkan kediaman Rakryan Rangga dengan mengendap-endap. Seorang prajurit jaga di gerbang depan mengantar mereka ke sebalik semak-semak di seberang jalan.Bertepatan pada saat mereka tiba di seberang jalan, terdengar derap kaki kuda banyak sekali. Prajurit jaga yang mengantar langsung mendorong tubuh Tumanggala dan Wyara. Kedua sahabat itu kaget dan tersuruk ke dalam semak-semak.Wyara merutuk panjang-pendek. Hampir saja dia jatuh tersuruk ke tanah andai tidak segera dipegangi oleh Tumanggala. Ingin rasanya dia mendamprat prajurit jaga yang mengantar. Namun prajurit jaga tersebut sudah memberi isyarat untuk diam."Aku yakin sekali itu utusan Gusti Rakryan Tumenggung," bisik si prajurit jaga.Dari tempat mereka berada, ketiganya dapat melihat sero
Read more
Enam Penyerang
SERANGAN yang datang sangat tiba-tiba. Sama sekali tidak memberi kesempatan bagi Tumanggala dan Wyara untuk berpikir. Tak ingin mendapat celaka, kedua prajurit Panjalu itu langsung mencabut pedang masing-masing dari warangka di pinggang. Sambil menggembor marah, Tumanggala bergerak maju seraya mengayunkan pedang di tangan. Di sebelahnya, Wyara juga sudah melesat dan menyongsong datangnya serangan. Dua pedang menyambut sambaran enam golok. Traaang! Traaang! Suara berdentrangan keras memecah keheningan malam manakala delapan senjata itu beradu. Percikan api bertebaran di udara, untuk kemudian menghilang tersapu embusan angin nan dingin. "Siapa kalian? Mengapa kalian menyerang kami tanpa alasan?" tanya Tumanggala dengan suara keras membentak.
Read more
Dikeroyok Tiga
TUMANGGALA dan Wyara saling berpandangan sesaat, untuk kemudian sama berseru keras dan bergerak menyongsong datangnya serangan. Pedang di tangan kedua prajurit Panjalu itu berkiblat di udara. Siap menyambut datangnya sambaran lima golok.Sriiing! Sriiing!Dua pertempuran segera pecah. Yang satu pertempuran tiga lawan satu yang melibatkan Tumanggala. Sedangkan yang satu lagi pertarungan satu lawan dua antara Wyara dan sisa anggota kelompok bercadar.Diiringi suara menderu kencang, tiga golok besar nan tajam terayun cepat. Semuanya mengarah pada tiga titik mematikan di tubuh Tumanggala: perut, ulu hati, dan batang leher.Hal ini membuat Tumanggala menggeram marah. Jelaslah sudah, gerombolan bercadar ini muncul untuk mengincar nyawanya. Sang prajurit Panjalu tahu dirinya ha
Read more
Pembokong Keparat
SEMENTARA di gelanggang lain, Wyara tengah berada di atas angin. Satu dari dua lawan yang tadi mengeroyok sahabat Tumanggala itu sudah tergeletak di tanah. Sebuah luka besar menganga di punggung si korban. Darah menggenang di dekat tubuh terluka yang sudah tidak lagi bergerak itu. Tinggal berhadapan satu lawan satu, tampak sekali lelaki bercadar yang dihadapi Wyara keteteran. Dalam dua jurus terakhir lelaki tersebut hanya menghindari setiap serangan Wyara, tanpa sekali pun dapat balas menyerang. Tidak mungkin itu disengaja. Sebaliknya, hal ini menunjukkan jika kemampuan Wyara lebih tinggi dari lawan. Tinggal menunggu waktu saja sampai Wyara mendapat kesempatan emas untuk melumpuhkan lelaki bercadar itu. "Awas pedang!" seru Wyara, sembari kibaskan senjata di tangan. Sriiing! Pedang panjang berkelebat cepat. Angin sabetannya menimbulkan suara berkesiuran tajam nan meruntuhkan nyali. Lelaki bercadar yang jadi sasaran serangan tampak mengkerut dengan paras pucat ketakutan. Sepasang
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status