Semua Bab Arya Tumanggala 2: Bab 41 - Bab 50
150 Bab
Kebo Cemeng
USAI berkata begitu, lelaki berpakaian hitam itu memisahkan diri dari teman-temannya. Ia memberi isyarat pada Kridapala agar mengikutinya, kemudian mendahului melangkah lurus ke arah badan sungai. Kridapala mengikuti lelaki tersebut dengan menunggang kuda yang berjalan perlahan-lahan. Mereka menyeberangi sungai yang dasarnya berbatu-batu. Suara air berkecipak ramai terdengar meningkahi langkah-langkah kaki rombongan kecil itu. Melihat kudanya beberapa kali terpeleset, Kridapala memutuskan meninggalkan hewan tersebut setiba di seberang sungai. Selepas itu mereka melalui jalan setapak yang di kanan-kirinya tertutup semak belukar rendah. Hingga sampailah di satu tempat yang sangat rimbun oleh jejeran pepohonan besar-besar. "Aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini," ujar lelaki berpakaian hitam di depan, sembari berbalik menghadap Kridapala. Suiiiittt! Tanpa menunggu jawaban orang yang diajak bicara, lelaki tersebut tiba-tiba bersuit nyaring. Suara suitannya bergema di dalam hutan
Baca selengkapnya
Berbagi Tugas
MELIHAT Kridapala kebingungan, Sukarta kembali perdengarkan tawa. Lelaki bertubuh gempal itu lantas berdiri, sembari enak saja melemparkan jambu air yang tinggal setengah ke sembarang arah.Sambil mulutnya terus bergerak mengunyah, Sukarta berjalan perlahan-lahan mendekati Triguna dan Kridapala. Lalu kepala gerombolan perampok Kebo Cemeng itu berhenti di hadapan kedua orang tersebut."Dyah Wedasri Kusumabuwana ..." Sukarta mengembangkan seringai tipis, sembari memandangi Triguna dan Kridapala berganti-ganti. "Aku jadi penasaran apa yang sudah raja kalian lakukan untuk mencari puteri kesayangannya itu.""Gusti Prabu langsung memerintahkan Rakryan Tumenggung untuk memimpin pencarian. Dalam jangka waktu sepekan, Gusti Puteri sudah harus diketemukan atau leher Rakryan Tumenggung akan dipenggal," sahut Kridapala. Kabar itulah yang ia dengar sewaktu pertama kali tiba di Kotaraja kemarin malam.Paras Sukarta dan Triguna seketika berubah, lalu keduanya saling pandang. Sembari menyeringai penu
Baca selengkapnya
Isyarat Triguna
SEBENARNYA Kridapala merasa mengkal betul. Ia tidak keberatan jika harus mengadu kekuatan dengan Sukarta. Namun Triguna sudah terlebih dahulu menggiringnya keluar, meninggalkan Sukarta yang tengah melolot lebar dengan wajah merah padam.Tiba di teras menuju tangga, empat orang berpakaian hitam-hitam telah mengadang. Sikap mereka waspada, dengan sorot mata garang tertuju pada Kridapala. Genggaman tangan masing-masing sudah berada pada gagang golok yang tergantung di pinggang.Triguna menggoyangkan kepalanya pada keempat lelaki berpakaian hitam-hitam itu. Memberi isyarat bahwa tidak terjadi apa-apa dan mereka boleh pergi. "Jangan terbawa amarah, Ki Bekel. Ini urusan besar, tidak akan mungkin berjalan lancar kalau setiap yang terlibat di dalamnya mengumbar amarah dan kehendaknya sendiri-sendiri," ujar Triguna, membujuk Kridapala saat langkah-langkah kaki mereka berdua mulai menuruni anak tangga."Tapi aku sudah menyatakan diri ikut dengan kalian, Triguna!" balas Kridapala tak mau kalah.
Baca selengkapnya
Penyerbuan di Lembah
TAK lama setelah Kridapala meninggalkan lembah di mana gerombolan Kebo Cemeng bersarang, sepasukan prajurit Panjalu ganti mendatangi tempat tersebut. Kedatangan mereka dipimpin langsung oleh Rakryan Rangga. Tentu saja Rakryan Rangga tak sendiri. Wakil panglima Kerajaan Panjalu itu membawa serta seorang senopati, dua orang bekel, ditambah dua lurah prajurit sebagai pemimpin pasukan. Kekuatan pasukan itu sendiri sebanyak 30 prajurit magalah dan 20 prajurit pemanah. Satu jumlah yang sebetulnya terlalu banyak kalau hanya untuk menggerebek gerombolan perampok. Namun ini menunjukkan betapa pentingnya penyerbuan tersebut. "Gusti Rangga, lihat orang-orang itu!" seru Senopati Arya Mandura, perwira menengah yang turut memimpin pasukan tersebut. "Mereka berpakaian sama seperti gerombolan penculik Gusti Puteri!" Rakryan Rangga mengertakkan rahang. Sepasang matanya menatap marah pada empat lelaki berpakaian hitam-hitam di depan sana. Begitu tiba di dasar lembah tadi, pandangan mata Arya Mandur
Baca selengkapnya
Amarah Sukarta
LELAKI berpakaian serba hitam yang kabur dari kalangan pertempuran itulah yang mendatangi Sukarta. Ia harus menahan rasa sakit akibat beberapa luka tusukan tombak demi melaporkan keadaan.Paras Sukarta seketika menjadi tegang mendengar ucapan anak buahnya. Terjawab sudah perasaan tidak enak yang tadi mendadak menjalari dirinya. Ternyata ada marabahaya yang mendatangi mereka.Sementara Triguna, entah mengapa bekas prajurit Panjalu itu langsung terpikir pada Kridapala. Ia jadi bertanya-tanya sendiri, apakah bekel tersebut benar-benar sejenis ular berkepala dua?"Sudah aku duga, bekel keparat itu memang mata-mata!" ujar Sukarta kemudian dengan geram. Tatapannya yang nyalang tertuju pada Triguna."T-tidak, tidak mungkin," sergah Triguna dengan raut muka tak pecaya. "Aku tidak yakin Bekel Kridapala mengkhianatiku, mengkhianati kita. Dia justru sangat bersemangat mendukung rencana kita.""Pertemanan di masa lalu telah membutakan penilaianmu, Triguna!" balas Sukarta dengan sengit. "Jelas-jel
Baca selengkapnya
Pertempuran di Sarang Perampok
PERTEMPURAN meletus tanpa dapat dihindari. Para prajurit Panjalu mengejar sosok-sosok berpakaian serba hitam yang juga berlarian menyongsong mereka.Debu tebal membumbung ke udara akibat puluhan kaki yang bergerak secara bersamaan. Ketika mata tombak para prajurit Panjalu bertemu dengan golok anggota gerombolan Kebo Cemeng, suara berdentrangan terdengar ramai.Trang! Trang! Trang!Hiruk pikuk terdengar di sana-sini. Pertarungan yang rata-rata satu lawan dua menyebar ke mana-mana tempat. Ada yang di teras rumah panggung, di anak tangga, serta yang paling banyak berlangsung di halaman.Dua lurah prajurit turut bergabung dalam pertempuran. Mereka berkeliling, membantu prajurit-prajurit yang tengah dalam keadaan terdesak. Beberapa lawan berhasil dirobohkan ke tanah oleh keduanya.Begitu tahu Triguna memiliki kepandaian di atas rata-rata, kedua bekel lantas menyerbu bekas prajurit Panjalu tersebut. Sesaat mereka tercekat saat melihat luka panjang yang melintang di dada dan perut calon lawa
Baca selengkapnya
Triguna Merat
KARENA tak sempat menghindar dan juga tak mungkin lagi menghindar, Triguna hanya terpikir satu cara nekat menghadapi serangan lawan. Ia malah maju, menyongsong datangnya tusukan pedang.Dengan cepat Triguna bergerak sedemikian rupa, sehingga tusukan pedang menelusup masuk ke dalam ketiak kirinya. Tajamnya mata pedang menggores kulit lelaki itu, tetapi ia tak ambil peduli.Lurah prajurit yang menyerang mulanya girang karena mengira serangannya masuk. Namun saat tahu genggaman tangannya kini berada di pangkal ketiak lawan, tahulah ia di mana pedangnya berada."Bedebah!" maki sang lurah prajurit yang seketika menjadi panik. Ia sudah tahu apa yang akan terjadi berikutnya.Tidak salah lagi. Ketika melihat lawan kini hanya berjarak sekitar satu hasta darinya, tangan Triguna yang memegang golok cepat mengayun. Suara berkelebatnya senjata itu terdengar menggidikkan.Sriiing!Lurah prajurit yang diserang membelalak kaget. Ia segera menarik tangannya dari kempitan ketiak lawan, tetapi gagal. Pe
Baca selengkapnya
Titah Rakryan Tumenggung
SELEPAS tengah hari, Rakryan Rangga membawa pasukannya meninggalkan Lembah Paria. Iring-iringan tersebut kembali ke Daha dengan membawa dua gerobak yang ditempatkan di tengah-tengah. Satu gerobak berisi jasad sebelas prajurit yang gugur dalam penyerbuan tadi. Kesemuanya akan ditunjukkan pada keluarga masing-masing sebelum diperabukan secara kehormatan oleh Kerajaan. Sementara gerobak kedua berisi Sukarta bersama empat anggota gerombolan Kebo Cemeng. Tangan dan kaki mereka diikat kencang, lalu tiap-tiap ikatan tersebut disambung-sambung menjadi satu. Lebih dari sepenanakan nasi berselang iring-iringan tersebut memasuki Kotaraja. Kedatangan mereka tentu saja menjadi pusat perhatian warga kota, terutama saat melintasi kawasan pasar gedhe. "Kirim utusan untuk memberi kabar pada Gusti Tumenggung," ujar Rakryan Rangga saat pandangan matanya menatap gapura besar Kotaraja di kejauhan. "Sendika dawuh, Gusti," sahut Arya Mandura cepat, lalu meneruskan pesan tersebut pada salah satu bekel di
Baca selengkapnya
Siasat Kridapala
SEMENTARA di Lembah Paria terjadi pertempuran sengit yang membuat sebagian besar anggota komplotan Kebo Cemeng tewas, Kridapala yang baru saja meninggalkan tempat tersebut langsung memacu kudanya kencang-kencang menuju Gunung Pawinihan.Kridapala menghindari Kotaraja, sehingga memilih jalan sedikit memutar ke utara. Jauh sebelum Rakryan Rangga dan pasukannya kembali ke Dahanapura, Kridapala sudah menyeberangi Bengawan Sigarada yang terletak di sisi barat Kotaraja.Ketika matahari mulai condong ke barat, bekel itu sampai di Lusem. Tempat yang merupakan 'pintu gerbang' menuju Gunung Pawinihan tersebut tampak lengang.Di Lusem terdapat sebatang pohon beringin besar, tumbuh tak jauh dari persimpangan jalan. Pohon itu berusia ratusan tahun, oleh karenanya batangnya sangat tinggi dan daunnya sangat lebat.Kridapala memperlambat laju kudanya dan menuju ke pohon tersebut."Mereka seharusnya sudah tiba di sana," gumam bekel tersebut, sembari menatap tajam ke arah pohon beringin tersebut. "Tapi
Baca selengkapnya
Kejutan Berdarah
MESKI sebetulnya merasa lelah luar biasa, Kridapala masih menyimpan sisa-sisa tenaga untuk menuju tempat yang tadi pagi ia sebutkan pada bawahannya. Tambahan lagi kini ada satu muslihat yang harus ia tuntaskan, demi menyempurnakan rencana lamanya. Sekitar sepeminuman teh kemudian, terdengar suara gemuruh air yang begitu keras memekakkan telinga. Kridapala mengembangkan senyum. Ini berarti mereka sudah dekat dengan tujuan. "Jadi, begini rencanaku," ujar Kridapala tiba-tiba, sembari menghentikan langkah. Sudawarman dan Sepasang Rase Merah ikut berhenti pula, lalu memandang Kridapala dengan tatapan penuh tanda tanya. Mereka sudah tidak sabar ingin mendengarkan apa rencana bekel itu. "Sudawarman, apa kau tahu bagaimana rasanya menjadi seorang lurah prajurit?" tanya Kridapala kemudian, sambil memusatkan pandangan pada Sudawarman. "M-maksud Ki Bekel?" Sudawarman malah balik bertanya. Keningnya berkerut dalam, pertanda merasa terheran-heran. Kridapala terkekeh melihat raut wajah Sudawar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
15
DMCA.com Protection Status