All Chapters of Misteri Asmara Bella: Chapter 21 - Chapter 30
59 Chapters
21. Aroma Tidak Asing
"Lebih cepat, sebelum kita keduluan sama polisi," celetuk Galih tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel yang menampilkan video kecelakaan tadi. Setelah Galih mengatakan bahwa Iko meninggal, mereka bergegas menghampiri tempat kejadian yang sudah terdapat beberapa polisi. Iko memang meninggal dikarenakan hantaman dari mobil yang begitu kuat. Ditambah kepala bagian belakangnya terhantam pembatas jalan. Awalnya Bella ingin mendatangi rumah Iko. Rasa bersalahnya begitu besar. Namun Galih dan Davin melarang, lebih tepatnya menunda. Karena yang lebih penting sekarang adalah mencari bukti untuk petunjuk selanjutnya. Dan ya, mereka meminta rekaman cctv dari toko yang berada di depan tempat kejadian. Ini gila, benar-benar gila. Di dalam cctv tersebut, sebuah mobil taksi yang menabrak Iko memang sengaja. Pasalnya, mobil yang awalnya berada di sebelah kanan tiba-tiba berbelok ke kiri, tepat posisi jalan Iko dan langsung menabrak dengan kecepatan penuh.
Read more
22. Pesan Tersirat
Gerakan tangan Luna yang akan membuka pintu mobil terhenti saat matanya tidak sengaja melihat ke seberang jalan. Dia memaksa otak kecilnya untuk berpikir, berusaha mengingat siapa laki-laki yang tengah menatapnya itu. "Lo yakin pernah mencium aroma itu?" tanya Maya entah yang ke berapa kali. Rasa penasarannya menggebu-gebu. Pasalnya Bella tidak terlalu suka parfum, tetapi tadi tiba-tiba berkata bahwa aroma itu tidak asing. Galih memasukkan tangannya ke saku celana. Tatapannya tidak lepas dari wajah Bella. "Coba lo ingat-ingat lagi. Di mana dan siapa yang pakai parfum kayak tadi." "Sayangnya gue lupa. Gue sama sekali enggak ingat, tetapi gue benar-benar enggak asing sama aromanya," ungkap Bella menggaruk pelipisnya kesal. "Yaudah kalau enggak ingat, mau gimana lagi. Lebih baik sekarang kita pulang aja dulu. Untuk masalah Iko kita lanjut nanti kalau udah istirahat." Davin membuka suara saat melihat Maya
Read more
23. Hukuman
Mendengar ucapan Davin, sontak ketiga sahabatnya mengikuti arah pandangnya. Matanya membulat sempurna dengan tenggorokan yang tiba-tiba terasa kering. Kecuali Galih yang memang sudah tahu. Perlahan Maya menoleh ke arah Bella dengan wajah khawatirnya. "Bel, gimana?" Bella tersadar dan langsung menormalkan raut wajahnya. Senyum manis terukir di wajah cantiknya. Berharap bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa khawatir sahabatnya. "Enggak papa, May. Gue pasti baik-baik aja. Semarah-marahnya orang tua gue, mereka enggak mungkin melakukan kekerasan," ucap Bella memenangkan. Mobil berhenti di depan gerbang rumah Bella, tepat di samping pria paruh baya yang memasang wajah datar dengan tatapan tajam. "Kabur aja yuk! Gue ngeri lihat tatapannya," ajak Luna cemas. Davin membalikkan badannya ke belakang. Tatapan teduh yang memancarkan kekhawatiran dia lemparkan kepada Bella. Senyum Bella semakin mengembang. Dia menatap sahabatnya sa
Read more
24. Mencurigai Beni
"Davin?" Mata Bella membulat sempurna saat melihat sahabatnya berada di balkon kamarnya. Dengan tergesa-gesa Bella membuka pintu balkonnya dan melangkah mendekati Davin. Sebelum kembali menutup pintunya, dia menengok ke belakang untuk memastikan kalau pintu kamarnya masih terkunci. "Lo ngapain di sini?" tanya Bella dengan suara sepelan mungkin. "Gue khawatir sama lo. Apalagi tadi bokap lo kayak yang marah banget," jawab Davin dengan suara yang tidak kalah pelan. Bella mengintip ke dalam kamarnya lalu menarik Davin untuk sedikit jauh dari tembok pembatas. "Astaga, Davin. Sekarang udah jaman modern, lo 'kan bisa chat atau telfon gue," ujar Bella menggeleng tidak percaya. Sumpah demi apa pun, saat ini jantungnya berdebar kencang. Bahkan tangannya sudah berkeringat dingin sangking takutnya. Nyali Davin patut diacungi jempol. Sudah tahu papa Dion sedang marah, tetapi masih nekat memanjat balkon. Astaga! "Gue enggak tenang kalau engg
Read more
25. Pingsan
Dengan langkah pelan tanpa menimbulkan suara orang bertopeng keluar dari ruangan. Rahangnya mengeras. Siapa yang telah berani menganggu kesenangannya? Dia harus musnah. Ya, karena selama ini tidak ada orang yang berani mendekati tempatnya. Baru sekarang dan parahnya lagi seorang perempuan. Sangat terdengar jelas dari suaranya. "Woi, lo hantu ya? Kok udah enggak ketawa lagi?" tanya orang dari luar. Lebih tepatnya di samping jendela ruangan, tempat orang bertopeng tadi. Tanpa takut dia mendekatkan wajahnya pada jendela, berusaha mengintip ke dalam ruangan. "Gelap banget, enggak ke-" Brak! Perkataannya seketika terhenti dengan tubuh yang mendadak kaku. Sebuah batu melayang tepat di dinding sebelahnya. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Alarm bahaya di otaknya berbunyi, menyuruhnya untuk segera pergi dari sini. Namun apalah daya, kaki dan seluruh tubuhnya seakan mati ra
Read more
26. Mendatangi Rumah Mereka
Kening Bella dan Davin tampak mengernyit. Terlihat jelas bahwa keduanya sedang dilanda kebingungan. "Maksudnya Luna bukan pingsan di sini apa ya, Tan? Cerita detailnya gimana? Soalnya otak Bella panas nih." Bella meringis tidak enak membuat Mami Lila terkekeh kecil. "Tadi, waktu tante lagi arisan tiba-tiba dapat telepon dari bibi dan bilang kalau Luna pingsan. Tante panik dong, karena 'kan anak tante ini jarang sakit apalagi sampai pingsan. Tante takut dia sakit parah kayak di film-film gitu, makanya tante langsung telepon dokter," jelas Mami Lila penuh semangat. Sebisa mungkin Davin dan Bella menahan tawa melihat ekspresi dan cara bicara dari ibu sahabatnya itu. Luna adalah duplikat Mami Lila. Selalu semangat dan ceria. "Terus dokternya bilang, Luna cuma shock. Tante lega luar biasa, karena Luna enggak sakit parah apalagi sampai meninggal." Mami Lila mengambil napas sejenak. "Waktu tante tanya ke bibi, katanya, Luna ditemuin pingsan di dekat pembuang
Read more
27. Anak Pak Wiyo?
Davin mengangguk kecil mengiyakan saran Galih. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat rumah mana yang gerbangnya buka. Namun nihil, semuanya tertutup rapat. Bahkan tidak ada satu orang pun yang berkeliaran. "Di sini sepi banget sih, kayak komplek kosong," gumam Davin pelan tetapi masih dapat didengar yang lain. Maya ikut melihat sekitar. Di dalam hatinya dia mengiyakan perkataan Davin. Semakin lama di sini dia semakin merasa tidak nyaman. "Galih, lo ngapain? Kalau ada yang lihat entar kita dikira mau maling," celetuk Bella yang sedari tadi melihat Galih berkutat dengan gembok. Galih menoleh kemudian mengangkat tangannya yang memegang gembok. "Anjir, lo ngapain? Galih, kenapa lo copot itu gemboknya? Astaga, nanti kalau yang punya rumah tau bisa mampus kita!" seru Bella heboh membuat Davin dan Maya menoleh. Keduanya melongo tidak percaya. Bahkan matanya sudah
Read more
28. Fakta Pertama
Melihat wajah Bella yang seakan bertanya siapa dirinya membuat laki-laki tersebut tersenyum tipis. "Kamu lupa sama aku?" "Ha? Em, maaf, apa kita pernah ketemu?" tanya Bella hati-hati. Pandangannya tidak lepas dari wajah tampan laki-laki di depannya. Berusaha mengingat apakah mereka saling kenal atau pernah bertemu, sampai laki-laki tersebut bertanya seperti itu. Namun nihil, Bella sama sekali tidak ingat. Bahkan dia merasa ini pertama kalinya mereka bertemu. "Ah, ternyata kamu sudah lupa. Enggak papa, enggak usah dipikirin. Sekarang kita kenalan aja," ucap laki-laki tersebut menyodorkan tangannya ke hadapan Bella. "Aku Gery." Bella menatap wajah dan tangan berurat laki-laki yang bernama Gery itu bergantian. Perlahan dia menjabat tangan Gery dengan diiringi senyum manisnya. "Gue Bella," balas Bella ceria. Senyum Bella menular kepada Gery. Dia merasa
Read more
29. Iko dan Bima
Mereka masih terdiam, berusaha mencerna kalimat yang dilontarkan Bundanya Iko. Sedangkan Bella berpindah tempat ke samping Bunda Ina saat melihat wanita paruh baya tersebut semakin terisak. Tangannya bergerak pelan mengusap punggung Bunda Ina, berharap bisa membuatnya tenang. "Saya ... saya tidak sanggup hidup tanpa Iko. Dia anak saya satu-satunya," ucap Bunda Ina menutup wajahnya dengan telapak tangan. Tangisnya semakin keras, terdengar begitu pilu membuat hati mereka yang mendengarnya terasa sesak. "Tante, tenang. Ikhlasin Iko supaya dia bisa pergi dengan tenang," tutur Bella dengan suara bergetar menahan tangis. Bella saja yang hanya seorang teman tanpa pernah bertemu merasa sakit hati, apalagi Bunda Ina yang merupakan Ibunya. Terlebih lagi Iko anak tunggal. Hati orang tua mana yang tidak hancur? "Tante, apa Iko pernah cerita kalau punya musuh?" tanya Galih tiba-tiba yang mendapat tatapan tajam dari
Read more
30. Taman
Bukan hanya Bella, tetapi semua yang berada di dalam mobil ikut menoleh ke arah Maya. "Ternyata semuanya namanya Bella," sindir Maya mengalihkan pandangannya ke samping. Sedangkan yang disindir hanya menunjukkan senyum lebarnya. "Kenapa, May?" tanya Bella. Mereka kompak menyibukkan diri tetapi memasang telinga selebar mungkin. Sifat Maya yang galak dan susah ditebak membuat mereka merasa takut. Namun, rasa penasaran lebih mendominasi. Tidak ada cara lain selain mendengarkan dalam diam. "Sini!" titah Maya menyuruh Bella untuk mendekat. Meskipun bingung, Bella tetap menuruti perkataan sahabatnya. "Kenapa?" "Lo harus hati-hati. Gue enggak mau lo kenapa-napa," bisik Maya sepelan mungkin supaya hanya bisa didengar oleh Bella. "Lo keluarga gue, adik kesayangan." Luna yang kebetulan duduk sejajar dengan kedua sahabatnya pun berusaha mendekatkan diri. Kenin
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status