All Chapters of Perfect Love: Chapter 81 - Chapter 90
113 Chapters
81: Saat Orang Lain Lebih Berarti
Rendra menghela napas panjang seraya memeluk gulingnya dan menatap ke arah jendela yang memancarkan cahaya senja di sore hari. "Apa aku terlalu berlebihan jika kecewa dengannya?" Rendra terlihat cemas saat mengingat Eva. Ia bangun dari tempat tidurnya menuju balkon. Sontak ia melihat Eva sedang bersama Jeremi di depan pagar rumah. "Aku suka sama dia atau tidak, itu bukan urusanmu. Lebih baik kau pergi dari sini!" ucap Eva mengusir Jeremi. "Aku mencintaimu, Ev. Aku sangat mencintaimu," ucap Jeremi memeluk Eva dengan kuat. Jeremi sengaja memeluk Eva untuk membuat Rendra kesal. "Je, lepaskan aku!" "Sampai kapan pun aku tidak akan melepaskanmu. Aku sayang sama kau, Ev. Aku janji, aku tidak akan sakitimu lagi. Pokoknya kita harus balikan. Titik," ujar Jeremi terus memeluknya dengan erat sambil tersenyum ke arah Rendra dengan sinis. Eva terdiam sejenak membiarkan Jeremi memeluknya. Rendra membalas tatapan tajam ke arah Jeremi. Ia terlihat geram melihat kemesraan mereka hingga akhir
Read more
82: Aku Bertahan Dengannya
Saat waktu istirahat, semua siswa-siswi mengantre makanan di kantin sekolah. Eva dan Raisa mengantre di barisan terakhir. Sedangkan Cici dan Rena sudah lebih dulu mengambil makanan dan berada di meja makan bersama siswa-siswi lainnya. "Ev, kau yakin kita bisa dapat lauk lebih hari ini?" tanya Raisa berdiri di belakang Eva. "Aku pasti dapat!" jawab Eva bersikeras. "Tapi, kali ini Kak Yen tidak akan memberikan kita lauk lebih." "Why?" "Tuh." Raisa menaikkan alisnya menunjuk ke arah Rendra. Rendra juga sedang mengantre makanan di barisan yang lain pada baris ketiga. "Dia akan berpindah profesi untuk menggoda para siswa-siswa tampan," tambah Raisa menatap ke arah Kak Yen. "Kali ini tidak akan kubiarkan Kak Yen menggoda Rendra," ucap Eva. "Kau cemburu?" "Cemburu? No. Aku cuma mau Rendra percaya saja kalau aku benaran jatuh cinta sama dia. Setelah itu, aku bisa dengan mudah mengambil catatannya. Ke ujung dunia dia pergi, akan kuikuti kali ini," jawab Eva percaya diri. Lalu, Eva b
Read more
83: Takdir Masih Berpihak Padaku
Keesokan paginya, saat langit masih terlihat remang-remang. Rendra, dan Pati berjalan di atas jalan yang licin tanpa aspal yang di tuntun oleh seorang penjaga ronda pendesaan. Hawa yang sejuk dan embun pagi yang menetes ke bawah tanah dari dedaun pohon, membuat Rendra semakin kedinginan. Lalu, Rendra melipat kedua tangannya ke dada untuk menahan dinginnya hawa alam yang begitu asing baginya, walaupun Rendra memakai jaket yang tebal. Pati melirik ke arah Rendra. "Apa Tuan Muda baik-baik saja?" tanya Pati. "Aku baik-baik saja," jawab Rendra. Rendra dan Pati terus berjalan mengikuti penjaga ronda itu. Perjalanan mereka terasa sudah jauh dari tempat ronda. Rendra melihat ke arah sisi kanan dan kiri jalan, ia memperhatikan pohon-pohon di hutan yang begitu tinggi dan lebat. Hatinya sedikit ragu saat mengikuti penjaga ronda itu. "Apa Bapak yakin mereka tinggal di sana?" tanya Rendra. "Iya, mereka tinggal di sana. Dik Rendra dan Mas Pati tenang saja, setelah melewati hutan lebat ini, d
Read more
84: Cinta Hati
Dengan jarak yang jauh menuju rumah sakit di Jakarta, Erik mengemudi dengan kecepatan tinggi. "Siapa yang berani culik keponakanku!" ujar Erik sangat marah. Kekhawatiran terlihat jelas di raut wajah Erik hingga membuatnya semakin marah kepada penculik itu. Rendra berlari menuju ruang IGD untuk melihat kondisi Eva. Tanpa memanggil namanya, Rendra langsung menggendong Eva dan menidurkannya di atas ranjang. Tapi, Eva malah bangun lagi dan duduk di atas ranjang. Rendra membiarkan Eva agar ia lebih tenang. "Penyakit apa itu. Aneh sekali," ujar salah satu pasien merasa ketakutan. "Tidur berjalan," ucap pasien lainnya. Suasana di IGD menjadi ricuh saat melihat penyakit Eva yang begitu langka. "Dia kerasukan, Ma. Aku takut," ujar salah satu pasien anak kecil yang memegang kuat tangan Ibunya. "Sudah, sudah. Kakak itu hanya sakit biasa," jawab Ibunya menenangkan sang anak. "Semuanya tenang. Dia hanya kelelahan saja," sahut Dokter menenangkan para pasien. Dokter dan tiga perawat mendek
Read more
85: Kita Bahagia Bersama
Rendra melepaskan pelukannya dan menatap Eva sambil menempelkan kedua telapak tangannya di pipi Eva agar ia tetap tenang. "Aku nggak ke mana-mana kok, Sayang. Ayo kita masuk dulu. Kamu ingin sekali bertemu dengan Kakakku 'kan? Sudah, jangan sedih lagi." Rendra menggenggam tangan Eva dan mereka memasuki apartemen. Sisi sedang asyik nonton acara komedy di televisi sambil duduk di kursi sofa tanpa reaksi apa pun. Ia hanya melihat dan mendengar. Ia sama sekali tidak tertawa atau pun menangis. Rendra membawa Eva ke hadapan di sisi. "Kakak?" panggil Rendra dengan lembut. Sisi tak perpaling. Ia menunjukkan wajah yang cemberut. Ia bahkan tidak bergeming saat Rendra memanggilnya. "Kenapa Kakak diam saja? Aku bawa seorang yang akan menjadi teman Kakak. Memangnya Kakak nggak mau diajak main sama wanita cantik ini?" bujuk Rendra agar Sisi melembut. "Teman?" Sisi memainkan bola matanya dan agak tersenyum. "Iya, aku butuh teman. Di mana temanku?" tanya Sisi menoleh ke arah Eva sambil tersenyu
Read more
86: Dia Tak Rela
Seorang sopir memasukkan dua koper besar ke dalam bagasi mobil yang berdiri di depan rumah. Daddy dan Sisi mengantar Rendra di depan rumah yang akan bergegas kembali ke Indonesia seorang diri. Ia berpelukan dengan Daddy dan Sisi untuk mengucapkan perpisahan. "Rendra pamit. Daddy jaga diri, juga jagain Kak Sisi untuk Rendra. Mungkin setelah pekerjaan selesai, Rendra akan kembali," kata Rendra melepaskan pelukan."Bukankah kamu rencananya akan menetap di sana?" tanya Daddy memastikannya karena ia pikir Rendra akan terus di Indonesia. Tapi, setelah mendengar perkataan dia akan kembali, membuat Daddy ragu."Itu hanya omongan dia, Dad. Dia akan tinggal di sana. Sebelum dia melewati batas perang, dia tidak akan kembali," sahut Sisi mengatakan kondisi yang belum jelas. "Kak Sisi jangan menerjemahkan banyak hal. Sekarang yang penting Kak Sisi jaga diri di sini. Jaga Daddy juga." Rendra mengingatkan banyak kepada Sisi agar ia lebih mementingkan kesehatannya dari berdebat dengan Rendra tiap h
Read more
87: Kembali Atau Kita Tak Saling Mengenal
"Hai, Eva." Tristan menyapa Eva yang sedang duduk di taman. Ia memberikan senyuman manis kepada Eva dan ia merasa heran. "Kamu siapa?" tanya Eva mengerutkan keningnya. "Kamu nggak kenal aku lagi? Aku Tristan. Kita 'kan pernah sekelas waktu SMP," terang Tristan. "Tristan?" Eva memperhatikan wajah Tristan dalam waktu yang lama dan mencoba mengingat kembali memori ingatannya saat masih menduduki bangku SMP. 'Flashback on' Waktu SMP, Eva pernah berteman dengan seorang siswa berkacamata min yang sangat pendiam, yaitu Tristan. Ia selalu menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan dengan membaca buku. Suatu hari, Eva sangat penasaran dengan kehidupan Tristan yang sangat cuek dan ia mulai mengusiknya. Menyembunyikan tasnya adalah salah satu trik agar siswa itu bisa diajak bicara. Tapi, Tristan malah marah besar. "Siapa yang berani mengambil tasku?" tanya Tristan dengan nada tinggi dan terlihat kesal. "Aku!" jawab Eva keluar dari lorong rak buku sambil memegang tas Tristan. "Kamu?
Read more
88. Aku Tak Bisa Memilihmu
Eva berjalan melewati jalan umum yang sepi di saat langit mulai mendung sehingga turunnya rintihan hujan yang begitu lebat. Ia menteteng tali tasnya dengan kekuatan yang lemah tanpa melindungi diri dari hujan. Ia terus berjalan menata lurus dengan tatapan kosong, tapi mengisyaratkan kesedihan. Hatinya terasa sakit sekali mengingat tentang kejadian hari ini yang tak bisa ia biarkan begitu saja. Kepergiaan Rendra yang hanya meninggalkan sepucuk surat untuknya tak membuat Eva tenang dan terus memikirkan isi surat itu. 'Flasback Off' "Kepergiaanku ini tidak terburu-buru ... Hanya aku saja yang tidak memberitahukannya padamu lebih awal. Aku minta maaf ... Mungkin aku takkan kembali." 'Flashback On' 'Aaaaak!' teriak Eva kecewa. Ia berlutut di atas badan jalan sambil menangis terisak-isak. Hujan yang begitu lebat membasahi tubuhnya, tapi ia berdiam diri dengan meratapi kesedihannya. Seakan-akan ia tak sanggup melewati hari-harinya tanpa kehadiran Rendra di sisinya. 'Tak bisakah kamu t
Read more
89: Mengiklaskan
Eva dan Rendra menikmati berbagai ikan-ikan di dalam kolam besar itu bersama pengunjung-pengunjung lainnya. "Aku tidak menyangka kau akan ajak aku ke sini. Terima kasih, ya," ucap Eva sambil tersenyum seraya saling menatap. Rendra terdiam sejenak dan saling menatap. Lalu, ia menggenggam tangan Eva dengan lembut. Eva tersenyum malu dan mengenggam tanga Rendra dengan erat. "Eva!" panggil Cici dari kejauhan. Sontak Eva sangat terkejut melihat Cici, Raisa, dan Rena berada di wahana ikan itu juga. "Mati aku," gumam Eva. "Kenapa memangnya?" tanya Rendra. Cici, Raisa, dan Rena berjalan ke arah Eva dan Rendra dengan tatapan tajam. Kekesalah terlihat di wajah mereka. "Apa kita lari saja," guman Eva lagi. "Kita hadapi saja," jawab Rendra mengenggam tangan Eva lagi. Sontak Eva terkejut dan tak ingin berpegangan di depan mereka. Mereka menghela napas panjang berbarengan seraya melipat kedua tangan ke atas dada. "Kalian pacaran?" tanya ketiga sahabatnya itu dengan serentak saat melihat
Read more
90. Aku Berjanji Untuk Tetap Di sini
Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status