Lahat ng Kabanata ng CARAMEL CHOICE: Kabanata 11 - Kabanata 20
26 Kabanata
Back To Reality
“Aku mohon kepadamu. Putriku, biarkan dia hidup.”“Untuk apa? Dia akan menjadi penghalang putriku, seperti kamu menghalangi semua kebahagiaan dalam hidupku.”“Jika kau membunuh induk rusa, setidaknya biarkan anak rusa itu hidup, kumohon.” Jlepp… Wanita dengan rambut sepanjang baju itu menusuk seorang wanita hingga ia tidak lagi bisa memohon. Wanita berbaju putih itu mengeluarkan darah yang bercampur air hujan. “Sekarang giliran anak itu.” ***“Tidak…,” teriakku kemudian terbangun dengan napas tidak beraturan. Denyut jantungku kini berdetak 2 kali lebih cepat dari sebelumnya. Aku mencium bau yang begitu familier di seluruh penjuru ruangan. Mataku terbuka dan melihat sebuah slang infus menancap di nadiku. “Caramel, apa kamu baik-baik saja?” tanya
Magbasa pa
Wanita di Bawah Hujan
Aku berusaha dengan sekuat tenaga untuk terlihat baik-baik saja. 5 menit lagi shifku berakhir, aku pun mengemasi tas dan segera pergi agar semua orang tidak menyadari keanehan pada diriku. Ciettt… “Caramel,” panggil pria pemilik bar itu kemudian keluar mobil dan berlari menghampiriku.Namun, kali ini aku tidak bisa menahan rasa sakit ini. Napasku mulai tidak terkendali diikuti dengan kedua kakiku yang tidak memiliki kekuatan lagi untuk berdiri. Pria pemilik bar itu menangkapku sebelum tubuhku jatuh ke tanah, dan segera menggendongku. Namun, dari kejauhan terlihat Bisma yang keluar dari restoran  melihat kejadian itu. “Tunggu,” teriak Bisma berlari ke arahku dan berusaha menghentikan pria itu membawaku bersamanya.“Apa yang kamu lakukan?” tanya pria pemilik bar itu ketika Bisma berusaha merebutku.“Lepaskan dia, aku ak
Magbasa pa
Tergores Anak Panah
Sebuah tanda tanya besar kini membuatku bertanya-tanya. Bukan tentang Poppy atau rasa sakit yang ku alami saat ini. Melainkan cara wanita itu mengubah mimik wajahnya, sesaat setelah melihatku. “Caramel, apakah masih sakit?” tanya Rosa mengeluarkan obat dan menyuruhku untuk segera meminumnya.“Aku sudah baik-baik saja,” jawabku setelah menengguk obat yang dia berikan, sembari terus menatap jalanan yang dilalui mobil wanita itu.“Ayo kita pulang,” ajak Rosa sembari memegangi tubuhku. ***Liburan akhir semester ini, aku akan pergi bersama MAPALA atau mahasiswa pecinta alam di kampusku. Kali ini aku membutuhkan banyak udara segar setelah mengalami begitu banyak hal yang membuatku sesak napas. “Apakah barang-barangku sudah masuk ke dalam bus?” tanya Rosa saat selesai memasukkan tenda terakhir ke dalam bagasi bus.“Aku pikir, semuanya sudah masuk
Magbasa pa
Siapa Mereka
Semua orang berbaju hitam itu meminta agar Hara dan Bisma melepaskanku. Namun, mereka berdua menyembunyikanku tepat di belakang tubuh mereka, agar para bedebah itu tidak bisa menyentuhku. “Siapa kalian?” tanya Bisma menatap tajam semua orang berpakaian hitam itu satu persatu.“Pergilah jika kalian tidak ingin terluka,” ucap salah satu dari mereka kemudian memulai perkelahian. Mereka kemudian bertarung satu sama lain. Sementara kami kalah jumlah, aku harus turun tangan kali ini. Ketika hendak maju, Hara mengisyaratkanku untuk tetap di sana dan tidak terlibat. Namun, sesuatu yang sangat ku benci terjadi. “Hei, gadis muda. Kenapa kamu sangat jual mahal seperti ini?” tanya salah seorang pria sengaja manarik rambutku dari belakang.“Hentikan, berani sekali kamu menyentuku,” larangku menatapnya marah sembari mengusap rambut yang dia pegang.“Harum juga
Magbasa pa
Itu Adalah Ingatanku
Dadaku terasa sesak dan pengelihatanku mulai kabur. Gerombolan itu makin mendekat, kali ini mereka tidak akan melepaskan kami. Namun, aku tidak bisa membantu Hara, mengingat kondisiku yang tidak kunjung membaik. “Caramel, kita akan pergi ke sini setiap liburan.”“Papa janji kepadamu.” Suara itu terus-menerus datang tanpa diundang. Hara kemudian menyuruhku untuk meminum obat pemberian Rosa, agar kondisiku lebih membaik. Kemudian dia berlari untuk menghadang gerombolan itu, agar tidak mendekatiku. “Caramel, sadarlah. Cepat pergi dari sini, aku akan menghadang mereka,” perinta Hara kemudian berlari menuju gerombolan itu. Sedikit demi sedikit kesadaranku mulai kembali. Aku bisa melihat jelas keadaan saat ini, begitu pun ketika ponselku mulai berdering. “Halo, Caramel. Kamu di mana?” tanya Rosa dengan nada cemas.
Magbasa pa
Kronologi
“Mama.” Wanita itu menusuk mama dengan belatih yang sama, seperti yang di pegang pria dari gerombolan itu. Darah mulai mengalir bersamaan dengan aliran air hujan yang membasahi tempat itu.“Tolong, biarkan putriku hidup,” pinta mama dengan seluruh kekuatannya sembari memegang luka tusuk itu.“Untuk apa aku membiarkan putrimu hidup?” tanya wanita bertudung itu kemudian melempar belatih dan mulai menarik kasar rambut mama.“Setidaknya, jika kamu membunuh induk rusa, biarkan anaknya hidup,” jawab mama sembari menahan rasa sakit.“Tidak mungkin. Anak itu, akan menjadi ancaman terbesarku setelah kematianmu,” ucap wanita itu kemudian berdiri dan berjalan mendekatiku yang duduk tanpa melakukan apapun.“Kamu akan menyesal melakukan ini. Langit tentu akan menghukummu atas setiap tetes darah yang kau tumpahkan demi keserakahanmu,” tutur mama meninggikan suara kemudian pingsan tidak sadar
Magbasa pa
In The Rain
Tanpa berpikir panjang, aku pun melepas selang infus dan mulai beranjak dari tempat tidur. Darah akibat tercabutnya infus dengan kasar itu, darah mulai menetes dan membuat bercak di lantai. “Mama,” ucapku kemudian berjalan keluar dari ruangan sembari berpegangan pada dinding rumah sakit. Aku masih melihat wanita itu, wanita yang memiliki wajah yang sama dengan mama. Aku pun merasakan keakraban ketika melihat wajah itu walau pun baru pertama kali. “Ahh…,” keluhku memegangi kepala yang mulai terasa nyeri. Ketika aku mulai berjalan dan mengamati wanita itu, dia sudah menghilang dari pandanganku. Karena panik, aku pun berjalan lebih cepat kali ini. Beberapa perawat yang melihatku terheran-heran karena dalam kondisiku yang seperti ini aku bisa berjalan bahkan berlari kecil. ***“Aku akan membelikan Caramel salad, kalian bisa pergi dahulu,&rd
Magbasa pa
Apa Yang Aku Lupakan?
Mendengar ucapanku itu, Rosa seakan tidak percaya dengan jawaban yang ku lontarkan. Pengakuan itu, sama sekali terasa tidak dibuat-buat. Rosa adalah satu-satunya sahabat yang tahu persis bagaimana watakku. Aku tidak akan berbohong hanya untuk menutupi permasalahan sepele itu. Namun kali ini, Rosa melihat begitu banyak harapan sejak aku menyebut kata itu. Mata yang tadinya tidak pernah mengharapkan kasih sayang, kini berubah sejenak setelah aku mengetahui bahwa orang tuaku masih hidup. “Bagaimana kamu yakin, dia adalah Mamamu?” tanya Rosa kemudian duduk di depanku dengan pandangan yang penuh tanda tanya.“Ingtanku, perlahan kembali,” jawabku pelan sembari memegangi kepala yang masih terasa sakit.“Ceritakan kepadaku,” pinta Rosa kemudian memegang kedua tanganku dengan keyakinan. Aku menceritakan semua ingatan yang perlahan ku ingat kepada Rosa. Aku mempercayainya dengan ke
Magbasa pa
Sebuah Mimpi
Aku bertanya-tanya kepada semua organ di dalam diriku, apakah aku pernah mengenal pria ini sebelumnya. Namun, tidak ada satu pun ingatan yang tersisa untuknya saat ini, persis saat sebuah ingatan kecil tentang mama muncul kembali. “Aaa…,” keluhku tiba-tiba memukul kepala karena nyeri yang datang secara tiba-tiba.“Kita harus ke rumah sakit,” ajak Raka kemudian mengambil ponselnya dan bersiap untuk pergi.“Tidak, bisakah kamu mengantarkanku pulang,” tolakku sekaligus permintaanku ketika bangkit dan menatap Raka dengan mata yang berusaha menahan rasa sakit. Dia pun menyetujui permintaanku dan segera mengantarkanku pulang. Tidak lupa juga, Raka menebus obat untukku dan memastikanku masuk ke dalam apartemen dan pergi ketika aku mematikan lampu malam itu. ***Caramel… kamu harus lari… kamu tidak boleh mempercayai siapa pun… larilah&hellip
Magbasa pa
Kesalahan
Melihatku terjatuh tiba-tiba tanpa penyebab yang jelas, Bisma kemudian menghampiriku dan terus melontarkan pertanyaan. “Caramel, ada apa?” tanya Bisma dengan tatapan panik melihatku terjatuh.“Ah, aku tidak apa-apa. Kalau begitu, aku permisi,” jawabku kemudian berdiri dan segera pergi ke kasir untuk membayar semua belanjaanku. Tidak ingin Bisma ikut campur lagi dalam masalah pribadiku, menghindar adalah satu-satunya jalan yang ku miliki. Seusai membayar semua itu, aku bergegas keluar dan pergi.Tepat ketika berhenti di halte bus, aku melihat Bisma berlari mendekatiku. Untung saja, bus datang lebih cepat dari langkah kakinya. Aku pun naik dan berusaha tidak melihatnya menghampiriku. “Syukurlah,” gumamku dalam hati kemudian bersandar di kursi bus. Aku memikirkan hal itu, ingatan yang terus menghantuiku. “Aish… kenapa ingatanku menjadi tidak
Magbasa pa
PREV
123
DMCA.com Protection Status