All Chapters of Jerat Kematian CEO Maut: Chapter 21 - Chapter 30
79 Chapters
20. Mimpi
“Miss? Anda butuh tumpangan?” ulang Gianna ketika Rissa tak juga merespon. “Ah ... eh, tidak Miss, saya tidak apa-apa,” kata Rissa segera setelah dia sadar. Gianna tersenyum. Penampilannya sesempurna yang diingat oleh Rissa. Rambut panjang lurusnya sepunggung dan licin serta rapi. Dia memakai jas putih dan celana berwarna senada. Dia kelihatan begitu mewah, begitu anggun dan begitu menawan ... Dan dia menaiki mobil yang begitu mewah juga. Berwarna putih, mobil itu berkilat memancarkan aura kemewahannya. Gianna duduk di kursi belakang. Kursi depan diisi oleh sopir. Sepertinya supir keluarga atau perusahaan, kata Rissa dalam hati. Rissa menelan ludah. Dia sedang berhadapan dengan putri kedua pemilik Huang Company dan tunangan Aidan ... Atau ... masih pacar? Entahlah, tapi Aidan memperkenalkannya sebagai calon istrinya ... “Saya tadi sedang lewat dan melihat Miss berdiri sendirian. Anda sedang menunggu jemputan?” tanya Gianna dengan angg
Read more
21. Undangan Makan Malam
  “Hoaaaam ...” Rissa menguap dan memijit keningnya. “Aduh nyut-nyutan,” keluhnya. Dia sebenarnya bingung kenapa ketika berubah menjadi vampir dia masih merasakan keluhan yang harus dirasakan oleh manusia biasa. Tapi tentunya tak ada yang bisa dilakukannya untuk itu. Dia tidak tidur tadi pagi karena ada pekerjaan yang harus diselesaikannya. JW Company sedang gencar-gencarnya mengeluarkan model pakaian baru, karena pasar semakin memperhatikan mereka. Kesempatan ini tentu saja tidak disia-siakan oleh perusahaan. Mr. Jona bahkan memberi pengumuman penting akhir minggu ini. Hal itu disiarkan melalui layar televisi yang dipasang di semua divisi. “Bagi setiap desainer yang desainnya terpilih dan diluncurkan menjadi produk JW Company, maka akan mendapatkan bonus besar!” Semua teman divisi Rissa segera ternganga. “Bonus besar?” Jovanka langsung terlihat tergiur. Semua orang bisa melihat dia sedang membayangkan sesuatu yang luar bi
Read more
22. Rencana Licik
 Sepanjang malam itu Melvin bersikap sangat gentleman. Dia berkali-kali menawarkan apakah Rissa ingin tambah minum, atau apakah dia merasa nyaman dengan pelayanan restoran itu. Dia bahkan meminta pelayan untuk memutarkan lagu kesukaan Rissa, Only Hope milik Mandy Moore.“Lagu ini agak mellow, iya kan?” tanya Melvin Wirawan sambil tersenyum.“Tapi tetap sangat indah,” bela Rissa pada lagu favoritnya.“Anda menonton filmnya? Filmnya agak membuat saya mengantuk tapi ...”“Itu film yang sempurna,” balas Rissa dengan dingin. Melihat ekspresinya Melvin buru-buru berkata.“Tidak! Tidak! Saya tidak menghina film itu,” katanya.“Tapi tadi Anda bilang film itu agak membuat Anda merasa mengantuk,” balas Rissa kembali dengan dingin.Melvin tampak salah tingkah dan Rissa senang melihat dia berhasil mengalahkan argumen pria itu.“Ah maaf. Saya
Read more
23. Ancaman
  “Ah capeknya,” kata Rissa sambil masuk rumah, melepas sepatunya dan menaruhnya di rak, kemudian menaruh tas kecilnya di samping rak sepatunya. Dia merasa penat di sekeliling leher dan pundaknya. Dia lalu memijit pelan kedua bagian itu, tapi hal itu tidak begitu manjur. Dia lalu membuka jaketnya, yang dibawanya untuk mengusir hawa dingin, meskipun sebagai vampir tentu saja dia tidak merasakan dingin. Hanya saja dia ingin membawa jaket karena kebiasaan saja. Dia masih belum bisa beradaptasi dengan dirinya yang baru dan masih sering melakukan kegiatan semasa dia masih menjadi manusia.    Dia masuk ke dalam rumah dengan perasaan senang sekaligus curiga. Senang karena rupanya acara makan malam itu tidak seburuk yang diduganya. Acara itu malah menyenangkan dan dia menikmatinya. Hal itu menjadi selingan yang menyenangkan dari rutinitasnya sehari-hari yang bisa sangat menjemukan di kantor. Apalagi mereka makan sambil ditemani lagu favoritnya! Ya, wal
Read more
24. Jebakan
“Ayah!” seru Melvin terkejut.“Sayang!” seru Claudia.Mr. Jona menggeram.“Jangan kau teruskan permainanmu itu, Melvin!”“Ayah, jangan bercanda. Aku mohon, ayah!”Melvin akhirnya benar-benar panik. Sepertinya ayahnya benar-benar marah! Dia tidak bisa membiarkan hal ini terjadi. Dia harus membujuk ayahnya.“Aku mendekati Miss Rissa tanpa ada rencana apa pun, ayah! Murni karena aku menyukainya!”Ya, berbohong saja, Melvin. Lakukan semua yang bisa kau lakukan demi mengamankan posisimu, pikirnya.Ayahnya kembali menggeram.“Bukankah sudah ayah katakan kalau Ayah menginginkan dia sebagai calon istri Aidan? Tidakkah itu sudah cukup jelas, Melvin?” gertaknya.“Tapi bagaimana jika aku menyukainya, ayah?” kata Melvin dengan nada yang diusahakannya sememelas mungkin. Tapi ayahnya hanya memandanginya dengan keras.“Apa?
Read more
25. Keteguhan Hati yang Kuat
 “Aduh.”Melvin memegang kepalanya. Dia membuka matanya. Dan ... tak melihat apa-apa.Dia sedang berada di sebuah tempat yang sangat gelap tanpa ada cahaya sedikitpun. Sekelilingnya juga sangat hening. Dia seperti berada di tempat di mana tidak ada cahaya dan tidak ada suara. Hanya kekosongan yang melingkupinya.Ketika dia membuka mulutnya untuk bersuara, dia segera menyadari bahwa suaranya bergaung di tempat aneh itu.“Halo?” katanya.Halo ... lo ... lo ...Suaranya kembali bergaung. Dia mencoba berdiri dan mengulurkan tangan, meraba-raba sekelilingnya, berusaha menemukan tanda apa pun tentang tempat di mana dia berada. Kenapa sangat gelap? Kenapa sangat sepi? Di mana semua orang? Semua pikiran itu berkecamuk dalam benaknya.Dia mencoba berteriak, tapi yang kembali padanya hanyalah suaranya sendiri. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya.Apa ini? Di mana dia? Kenapa di
Read more
26. Pandangan yang Terpesona
 BRAKKK!Rissa lalu menutup pintu dengan keras. Dia gemetar ketakutan. Dia teringat ancaman terakhir Melvin. Bisa-bisanya pria itu mengancamku! pikirnya dengan marah sekaligus takut. Dia pikir siapa dia? Apakah dia berpikir Rissa bisa dikendalikannya seperti boneka? Tidak! Dia, Clarissa Chandra, tidak akan takut!Ya, dia berencana akan mengadukan hal ini pada Mr. Jona. Atasannya itu harus tahu kelakuan anaknya dan apa yang mungkin akan dilakukannya padanya.Rissa kembali ke kamarnya. Tadi dia sedang membaca buku ketika bel pintu berbunyi. Kini ketenangan dan hasratnya untuk membaca sudah hilang, berganti kecemasan dan ketakutan.Dia harus melapor pada Mr. Jona. Tapi kenapa dia mendadak merasa ragu dan takut? Apakah seharusnya dia tidak melakukan itu?Tapi itu tidak akan adil! Melvin tidak boleh dibiarkan lolos dari perbuatannya! Besok sore dia akan melapor pada Mr. Jona, tekadnya dalam hati.Tapi keeso
Read more
27. Sapu Tangan
 Sisa malam itu berakhir dengan menyenangkan. Sebelum pulang Mrs. Claudia “menginterogasi” Rissa.“Anda pintar sekali bermain piano! Dan lagunya ... itu salah satu lagu favorit saya! Saya hampir menangis ketika mendengarkannya!” pujinya bertubi-tubi.Rissa tersenyum dan menjaga ekspresi wajahnya agar tidak terlalu salah tingkah.“Ayah saya guru musik. Dan kami punya piano di rumah. Bukan yang mewah, yang biasa saja. Ayah saya lalu mengajari saya main piano,” katanya.Mrs. Claudia terlihat kagum.“Benarkah! Berarti Anda memiliki guru yang luar biasa!” serunya.Rissa kembali tersenyum.“Ayah pasti senang jika mendengar pujian Anda,” katanya dengan rendah hati.Mrs. Claudia tersenyum. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua malam. Mrs. Claudia mendesah.“Sayang sekali Anda harus sudah pulang. Kapan-kapan, Anda bisa ke sini lagi dan me
Read more
28. Sebuah Kejutan
  “Haaah,” keluh Rissa. Dia sedang malas naik lift dan memilih naik tangga. Dia naik sambil terus menundukkan kepala. Sepertinya dengan naik tangga dia bisa menikmati kesedihannya sepuasnya dan selama yang dia inginkan tanpa harus berhenti di tiap lantai jika naik lift. Lagipula dia sedang tidak ingin berpapasan dengan karyawan lainnya. Bisa malu dia. Rissa sampai di kantor sore itu dengan murung. Semalaman dia menghabiskan waktu dengan menangis dan besoknya dia sama sekali melewatkan sarapan dan makan siang. Dia bahkan hanya sekali minum satu botol kecil darah, sama sekali tidak membantu mengatasi rasa hausnya. Tapi dia sedang tidak berselera untuk makan ataupun minum. Kata-kata Aidan terus terngiang di benaknya. Betapa dalamnya kata-kata itu menusuk hingga ke relung hatinya yang terdalam, bagaimana Aidan mengingatkan bahwa dia tak bisa dimiliki olehnya, dan bagaimana lelaki itu meninggalkannya tiba-tiba dengan perasaan hancur. Aidan jelas-jelas
Read more
29. Sebuah Pelukan
  PLAKKK! Suara tamparan itu rasanya bergaung di seluruh halaman belakang. Semua hadirin langsung terperangah. Beberapa wanita malah langsung menjerit. Mr. Jona menampar Aidan lagi. Gianna yang menyaksikannya menjerit kecil dan langsung mendapat tatapan tajam dari Mr. Jona. Aidan segera tampak terkejut atas tindakan ayahnya. "Sayang!" Terdengar suara Claudia yang buru-buru mendekati mereka. Dia tampak luar biasa terkejut dan ketakutan. Dia tak menduga suaminya akan menampar Aidan di depan umum! Betapa memalukan dan mengerikannya! “Pergi! Pergi kau dasar wanita ******!” Aidan langsung sadar dari keterkejutannya. “Ayah! Jangan hina Gianna!” "Minta maaf, Ayah! Minta maaf pada Gianna sekarang juga!" lanjutnya dengan wajah penuh kemarahan. Mr. Jona tampak seakan ingin menamparnya lagi. “Kau memilih wanita itu dibanding ayahmu? Dibanding keluargamu?!” serunya. Aidan tampak terluka. “Siapa
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status