Semua Bab WANITA SIMPANAN: Bab 31 - Bab 40
133 Bab
31. Bermain Cantik
"Ai, kamu harus mulai beraksi. Jangan kebanyakan diam. Karena kamu terlalu mengulur waktu beberapa tahun lalu akhirnya gimana? Mereka beneran selingkuh bahkan wanita itu justru hamil."Sinta terus mendesakku untuk segera melakukan sesuatu. Sengaja kami bertemu di kafe untuk membahas semua ini. Sinta benar, aku sepertinya terlalu mengulur waktu. "Aku harus gimana, Sin?"Sinta mengembuskan napas kasar. "Ya, mau gimana lagi, kamu harus lebih berani dari dia.""Caranya?"Sinta mendelik kesal. Mungkin karena aku yang masih belum mengerti arti petunjuk darinya. "Kalau dia saja bisa merebut suami kamu dengan mudah, jangan panggil Sinta kalau dia juga tidak berusaha merebut harta kalian."Aku tercengang dengan penuturan sahabatku. Apa mungkin wanita itu akan melakukannya. "Ainun, jangan banyakin mikir! Gerak langsung!""Jadi, maksud kamu aku harus memindahkan aset penting atas namaku?" Sinta mengan
Baca selengkapnya
32. Keributan di Pagi Hari
"Mas, sarapan mana? Aku sudah lapar."  Nayla terus berteriak sejak tadi sehingga menciptakan keributan yang memekakkan telinga.  "Mas ini sudah jam delapan loh dan istrimu itu hanya tiduran saja. Dasar pemalas!" Aku memilih tak menggubrisnya. Toh hasilnya akan sama saja. Kami berdua akan terus saling mendebat satu sama lain dan hanya menghabiskan tenaga.  Aku yang sejak tadi sudah bersiap untuk menjemput Naura gegas melangkah keluar. Tampak Mas Rasha sibuk memasak mie untuk gundiknya.  "Mau kemana, Dek?" "Jemput Naura." "Dek, kenapa belum masak? Mas sangat lapar." Aku melirik sekilas pada meja makan yabg tampak kosong. Tiba-tiba wanita itu keluar.  "Huh, enak ya. Sudah bangunnya telat, nggak masak, eh .... Enak-enakan mau keluyuran. Wanita macam apa dia itu," cibirnya.  Aku menatapnya tajam, kali ini aku sungguh tidak terima.  "Apa?!" "Kamu yang justru t
Baca selengkapnya
33. Sosok Dari Masa Lalu Nayla
"Ta, aku mau daftarkan Naura di TK Al-Munawwarah. Tahun ini kan sudah masuk usia enam tahun.""Kalau gitu barengan sama Nino aja, ya."Kami berdua sedang nongkrong di kafe langganan kami. Seperti biasa aku dan Sinta yang notabenenya ibu rumah tangga tapi punya bisnis sendiri. Sinta yang bergerak di bidang kuliner sedangkan aku di bidang fashion. Tahun ini aku baru memulai usaha butik. Berkat jualan online yang kutekuni selama ini dan juga uang hasil penjualan sawah di kampung. Sedangkan Sinta sudah kaya sejak lahir, jadi tak perlu menjual dan mengandalkan hasil tabungan. "Bagaimana, Ai? Sudah kamu bereskan semua?" tanya Sinta seraya menyeruput cappuchino kesukaannya. "Sudah beres.""Aku punya kenalan seorang pengacara kalau kamu butuh.""Kebetulan, Ta, biar aku nggak ribet nantinya cari pengacara. Aku ingin segera menyelesaikan semua."Sinta meraih ponsel yang sejak tadi tergeletak di atas meja, aku masih sibu
Baca selengkapnya
34. Bangkai yag Tercium
"Ya, Nayla adalah mantan istriku."Kembali Raffa menegaskan pengakuannya yang membuatku tak bisa berkata-kata. "Dan aku kenal siapa suamimu. Dulu, kami satu kampus hanya beda fakultas. Aku pikir mereka adalah sahabat, ternyata diam-diam Rasha menaruh hati pada Nayla.""Aku tidak tahu apa-apa saat itu menjalin hubungan dengan Nayla. Andai aku tahu Rasha saat itu juga suka, aku tidak akan merebut Nayla darinya.""Kami menjalin hubungan cukup lama tiba-tiba aku mendapat kabar bahwa Nayla dijodohkan. Itu penuturannya. Tanpa mau mencari tahu, aku menyetujui ide Nayla untuk membawanya pergi. Dan akhirnya menikah."Aku jadi teringat akan cerita mama. Ternyata yang membawanya pergi adalah Raffa. Aku dan Sinta terus menyimak cerita Raffa hingga tak sadar pesanan kami sudah tiba. Aku bersyukur Nino dan Naura tidak rewel. Justru mereka sibuk berceloteh bersama."Dan akhirnya dia hadir di kehidupanku," ucapku getir. Sinta
Baca selengkapnya
35. Hamil Palsu
"Jadi, Nayla .... ""Ya. Dia berhasil membohongi kalian."Aku membekap mulutku tak percaya. Begitu obsesinya kah dia hingga membuat pernyataan palsu?Sedikit demi sedikit aku bisa menarik kesimpulan saat ini. Dia meninggalkan Raffa demi mendapatkan uang yang lebih banyak, lalu saat dia dicampakkan oleh orang itu, dia berteku Rasha lalu menjebaknya hingga mereka melakukan kesalahan terbesar. Semua demi uang. Agar dia bisa tetap hidup enak.Dia rela menjadi wanita simpanan selama bertahun-tahun, lalu datang menghancurkan rumah tanggaku. Dia saat ini pasti memiliki rencana untuk segera menyingkirkanku. "Mas Rasha harus tahu ini," putusku. "Jangan!" cegat Raffa."Mengapa? Bukankah dia harus tahu kenyataannya? Aku sangat ingin melihat reaksinya.""Jangan gegabah! Kamu harus mengatur strategi untuk menghancurkan Nayla. Bukankah itu yang kamu mau?"Aku mengangguk setuju dengan saran dari Raffa. Benar, Nayla adalah w
Baca selengkapnya
36. Kehancurna Nayla
"Mas, dia tadi menyerangku secara brutal!" adu Nayla disertai tangis yang penuh drama. "Bagaimana dengan anak kita?" tanyanya khawatir. Ada sedikit rasa sakit kala suamiku khawatir pada gundik itu. Dia belum tahu, perut yang membuncit itu bukan karena hamil. Aku memulai dramaku dengan berpura-pura panik. "Mas, bagaimana kalau kita periksa di dokter kandungan saja?" usulku. Tampak wajah Nayla berubah pias. "Kalau begitu bantu Mas ya, Dek." "Jangan!" Aku dan Mas Rasha kompak mengalihkan pandangan ke arahnya setelah kami sobuk mempersiapkan diri untuk membawanya periksa kandungan. "Kenapa?" "Aku tidak apa-apa." "Loh, kita habis bertengkar, bukan hanya aku saja yang brutal, kamu lah yang lebih dulu menyerangku. Apa kamu tidak khwatir dengan kandunganmu?" Nayla semakin gelagapan apalagi sorot tajam Mas Rasha mengarah padanya. Aku tak ingin tinggal diam. "Mas, usia kandungan Nayla harusnya sering dipantau. Mas nggak ingat dulu aku sering memeriksakan kandungan tiap bulan?" M
Baca selengkapnya
37. Kerjasama
"Kamu benar-benar licik!" umpat Mas Rasha.Aku hanya duduk menikmati drama yang sedang terjadi. Sepulangnya kami dari klinik kandungan, tak berhenti Mas Rasha meluapkan amarahnya pada Nayla. Aku yakin dia begitu syok dengan kenyataan yang ada. Nayla terus menangis dan memohon untuk diampuni. Naura yang saat itu belum tahu akan situasi yang terjadi hanya bisa memelukku erat. Aku tahu Naura begitu ketakutan melihat ayahnya murka. Saat ini Naura tertidur di kamar. Mas Rasha melanjutkan amarahnya dan ingin menyelesaikan semuanya. "Kamu tega, Nay," lirihnya. Nayla bersimpuh di kakinya menangis dan terus memohon ampunan."Maaf, Sha. Aku melakukan semua ini karena aku nggak mau kehilangan kamu.""Kamu licik! Gara-gara kebohongan kamu, aku harus menanggung beban itu. Keluargaku ikut hancur!"Aku tersenyum sinis. Kenapa baru menyadari sekarang, Mas?"Aku ingin mengurus perceraian kita!"
Baca selengkapnya
38. Pengajuan Gugatan Cerai
Dua hari berlalu setelah keribuatan itu. Aku bersiap-siap menemui Sinta dan Raffa di kafe seperti biasa.Mas Rasha seperti biasa sudah berangkat ke kantor sejak pagi. Wanita itu? Aku tak tahu dia sedang apa, yang jelas Mas Rasha mulai mendiamkannya dan tidur di ruang keluarga.Aku memesan taksi online seperti biasa lalu meluncur ke TKP. Selang beberapa lama aku sudah tiba di tujuan. Tampak Sinta dan Raffa sedang terlibat obrolan serius. "Maaf aku telat," ucapku setelah mengucapkan salam. "Santai aja," jawab Sinta. Aku duduk di samping Sinta seperti biasa. Sedangkan Naura dan Nino kembali bermain bersama."Jadi, kapan kamu rencana mengajukan gugatan cerai?" tanya Raffa."Secepatnya.""Semua butuh proses, Ainun, dan pastinya akan memakan waktu.""Jadi, bagaimana caranya agar proses perceraian cepat?" timpal Sinta. "Ikuti saja prosedurnya. Jika si tergugat tidak hadir hingga tiga kali sidang,
Baca selengkapnya
39. Tak Ingin Pisah
"Aku mengurus surat gugatan cerai kita, Mas," jawabku tanpa menoleh ke arahnya. "Apa? Kamu jangan bercanda!""Aku serius."Mas Rasha memijit pelipisnya. Berulang kali terdengar suara embusan napas yang berat. Aku memilih diam. Aku tahu mas rasanya pasti sakit dan begitu berat mengakhiri hubungan kita. Tapi, bukankah ini.yang terbaik? Bukankah demua ini terjadi karena ulahmu?Rasa sakit dan berat untuk melepas juga sama kurasakan mas. Tapi, aku rasa ini yang terbaik untuk kita. Perlahan namun pasti aku harus bisa hidup tanpa kamu. "Dek, apa harus pisah?" tanyanya dengan raut wajah begitu terluka. Aku mengangguk mantap. Perlahan tangan Mas Rasha meraih lalu menggenggam tanganku begitu erat. "Kenapa harus dengan jalan pisah?" lirihnya yang terdengar begitu terluka. "Jawab, Dek! Jangan diam saja. Apa harus jalan  ini?"Kembali aku mengangguk sebagai tanda jawaban bahwa tak ada lagi jalan lain
Baca selengkapnya
40. Tak Ingin Pisah
"Ayah, Bunda, jangan pisah ....."Tangis Naura pecah. Aku tak mampu untuk sekedar memeluk demi menenangkannya. Mas Rasha memeluk putri kesayangannya begitu erat. Ya Allah, kenapa begitu sakit?Naura terus memukul dada bidang Mas Rasha. Putri kecil kami terus memberontak. Tak kuasa rasanya melihatnya seperti ini. Tapi, ini sudah jalannya. Aku ikut mendekatkan diri. Naura masih saja terus menangis di dalam pelukan ayahnya. Tanganku perlahan mengelus rambut panjangnya. Air mata ini tak berhenti mengalir. "Maafkan, bunda, Sayang."*Nauraku tertidur pulas setelah mengeluarkan segala uneg-unegnya. Kupandangi wajah putriku. Rasa sakit melihatnya seperti ini melebihi rasa sakit karena pengkhianatan. Di usianya yang masih belia, Naura harus merasakan sakitnya karena perpisahan. Aku mengembuskan napas kasar menatap langit-langit kamar. Tak pernah terlintas di pikiranku, nasib pernikahanku akan berakhir seperti ini.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status