All Chapters of Series Hutan Larangan : Chapter 141 - Chapter 150
191 Chapters
Darah Segar
“Tolong, tolong, tolong, ini gimana?” Agni mendekati Nay. Panik anak kedelapan Arya. Ia memang bisa menyembuhkan orang sakit. Tapi berurusan dengan ibu hamil baru kali ini. “Tenang dulu, tenang jangan panik.” Mita datang mendekat. Basah baju Mita karena barusan tercebur ke dalam air. Dua orang perempuan beda generasi itu sebenarnya sama-sama bingung harus apa. Dulu saat Mita lahiran, yang membantunya ya Arya sendirian. “Alan, tolong mereka. Biar Mas yang jaga-jaga di sini.” Sadam, meski ia kalah dengan Sora, tapi ia tak mau menyerah. Pantang bagi pejantan sepertinya mengemis kemenangan dari musuh. Alana meragu, tapi terlihat Agni serta Mita kepayahan menangani Nay yang terus menggeliat karena kesakitan. Bersusah payah anak ketujuh Arya itu menghilangkan taring dan cakarnya. Ia pun mendekat. Sadam berjaga di baris depan, sama seperti fungsinya saat menjadi tentara dalam kehidupan manusia. Sora menegakkan kepala dan membuka mulutnya lebar-lebar. Si sulung kembali mengubah wujud me
Read more
Mata Pembunuh
Mita membawa Nay berbaring di atas lantai kayu rumah mereka. Selanjutnya ia menyerahkan semuanya pada Agni. Ia sendiri mempersiapkan air hangat, kain bersih, dan baju bayi yang anggap saja diperlukan. Untung saja semua benda itu disimpan dalam plastik bening dan tak basah dihantam air. “Mah, tolongin, ini gimana?” Agni panik dibuatnya. “Kalau kamu nggak tahu, apalagi Mama. Tapi dulu Mama nggak sampai dirobek gini perutnya.” Mita menelan ludah melihat jemari bayi dalam perut Nay keluar lebih cepat. Hingga dua harimau betina itu tak tahu harus melakukan apa. Mita memegang handuk bersih dan Agni hanya diam saja. Ditolong juga terlambat, dibiarkan saja tidak mungkin. Robekan di perut Nay semakin menjadi dan membesar. Darah yang mengalir tak lagi berwarna merah, melainkan campuran tujuh warna yang membuat keduanya keheranan. “Ada, ya, darah kayak gini,” ucap Agni sambil menahan napas. Ia takut tergoda dengan darah segar. “Mama dulu pernah jumpa sama yang warnanya hitam dan baunya k
Read more
Rencana ke Depan
“Anakku hebat sekali, kecil-kecil sudah bisa mempengaruhi isi kepala orang.” Bagus kembali menutup dua mata Batari yang sangat berbahaya. Dia tahu tadi ada pertarungan dahsyat di atas gunung. Kalau dengan cara seperti itu saja Sora tak mati, maka ia memilih menggunakan Batari sebagai senjata terakhir. Bagus kemudian berjalan kaki sambil menggendong Batari. Ia tahu Andra, Nay, dan yang lain ada di sana. Namun, Ana ia tinggal sebentar sendirian. Ia memutuskan kembali dan masih bisa ke sana suatu hari nanti. “Jadi itu maksud kamu, nggak mungkin tentang Sora tadi?” Sadam dan Alan mengawasi Bagus dan Batari dari tadi. Mereka lihat bagaimana ular berumur ribuan tahun tak berdaya menatap mata seorang bayi. “Iya, gitu kurang lebihnya. Itu kemampuan berbahaya, bayangin kita mandang mata dia terus disuruh makan daging sendiri. Pantas matanya ditutup kain,” ucap Alan dari kejauhan. “Ya, gitu deh, hidup di dunia ini. Banyak yang aneh-aneh. Ayo kita balik ke rumah, mereka pasti udah di sana s
Read more
Sayur Pakis
Ana bangun mendengar suara berisik di sebelahnya. Luka di leher telah mengering sepenuhnya. Hanya saja menyisakan bekas bahwa ia pernah terluka dua kali di sana. “Dari mana?” tanya Ana pada lelaki yang menggendong putrinya. “Wilayah kekuasaan Arya.” “Ngapain?” “Jalan-jalan dengan Batari.” “Kenapa aku nggak diajak?” “Ya, kau sedang tidur. Untuk apa diganggu.” “Padahal aku kangen dunia luar. Pengen ke sana sebentar. Rumah orang tuaku gimana, galeri lukisanku juga. Terus rumah di Bukit Buas, puluhan tahun aku di sana.” “Cucumu sudah lahir,” ucap Bagus yang paham kalau Ana rindu kehidupannya sebagai manusia biasa. “Anak Andra? Kapan hamilnya?” “Bukan Andra, tapi Nay.” “Iya, aku tahu, Gus, nggak mungkin anak kita yang hamil. Pasti hamilin anak orang, kan?” “Ya, terus masalahnya apa, Ana? Anak pertama kita sudah besar sekali. Aku saja tak pernah merawatnya dari dulu. Padahal dulu anak pertamaku juga lelaki yang hilang. Sepertinya takdirku tak baik kalau berurusan dengan anak le
Read more
Me Time
Terlalu banyak bicara, Andra kemudian memasukkan sesendok lontong sayur dalam mulut Nay. Jelaslah ular itu memuntahkannya kembali. Dulu saat jadi manusia rasa makanan tersebut memang enak, tapi sekarang terasa getir seperti besi karatan. “Huuueeks!” Muntah-muntah pemetik bunga itu dibuatnya seperti saat hamil. Andra santai aja sambil makan sayur di depan matanya. Makanan di zaman modern sudah enak tidak seperti masa lalu yang ia datangi dan tinggal selama beberapa bulan. “Enak?” tanya Andra.“Enak matamu!” jawab Nay agak ketus. Rasa micin membuat lidahnya nyaris mati rasa. Ana mendengar keributan dua orang itu sampai tutup telinga. Tak berubah rasanya sejak lima tahun bertemu seperti itu saja. Sedangkan ia sekarang lebih banyak bersama cucunya, disambil melukis. Jika ada orang yang ia rindukan untuk betemu, jawabannya adalah Mita. Sudah lama sekali, terakhir berjumpa belasan tahun lalu dan semua hidup dengan jalannya masing-masing. “Jadi kangen waktu kita buka galeri sama-sama.
Read more
Dulu
Seekor ular tujuh warna naik dari dalam telaga. Dengan ukuran tubuh sebesar dahan pohon dan panjang empat meter lebih, ia melata di sebuah batang pohon, membentuk lingkaran kemudian meletakkan kepaalanya dengan nyaman. Candramaya—begitu ia dipanggil atau tepatnya berganti nama setelah tujuh makhluk lain menghuni tubuh aslinya. Kepala ular tujuh warna itu tegak sempurna. Telinganya menangkap sesuatu. Bukan suara musuh atau sesuatu yang berbahaya, melainkan suara bualan dua orang makhluk yang sedang bergelut manja penuh cinta kasih. Andra dan Nay, begitulah sepasang kekasih itu membuat seekor ular menjadi iri luar biasa. Lidah cabang tujuhnya terulur. Biasanya Candra tak pernah memusingkan kisah cinta manusia biasa di sekitar desa yang ia dengar. Namun, kehadiran Nay memang cukup mengusik hatinya. “Bagaimana mungkin anak ingusan sepertimu bisa mendapatkan teman hidup begitu cepat. Padahal wajahku jauh lebih cantik daripada kau,” gumamnya setelah mengubah wujud menjadi manusia. Kali
Read more
Luka Lama
Seekor harimau putih turun dari puncak bukit. Ia menuju telaga dan meminum air tempat di mana Candra tinggal. Sedikit licik, tapi begitulah tabiat ular. Candramaya melepaskan racunnya dari sisi dirinya yang berbeda. Racun itu tidak mematikan, melainkan bisa membuat pria mabuk kepayang dibuatnya. Damar yang selesai minum, memainkan air di dalam telaga dengan dua tangan berkuku tajam miliknya. Mata biru itu melihat seekor ular di dalam air jernih dan sedang tertidur.Sebenarnya jauh dari lubuk hati, ia turun karena penasaran mengapa Candra tak merendahkan diri lagi padanya. Ia tahu ular memang suka tempat dingin, tapi bukankah di atas bukit juga sama. Yang dinanti tak kunjung datang, yang ditunggu tak kunjung keluar. Harimau itu kembali berjalan ke puncak, dan duduk bermalas-malasan sesuai dengan tabiatnya. “Biarkan racunku bekerja sendiri di kepalamu, Tuan. Kau terlalu sulit untuk ditaklukkan. Kali ini biar aku main kasar sedikit,” gumam Candra yang baru saja keluar dari telaga. K
Read more
Weni
Tubuh Candra menggelepar di udara. Ia tak bisa menghirup napas bahkan lidah ularnya telah menjulur keluar. Rasanya mati lebih baik daripada jujur. Lalu ular betina itu memejamkan mata. Merasa kasihan, dan mempertimbangkan pengabdian sang penjaga telaga selama hampir ribuan tahun, Damar melepaskan cengkeraman tangannya. Ia menyesal, tapi salah Candra juga tak mau bicara. Terlalu banyak lidah ular itu berkelit. Wanita itu terjatuh di tanah dan tak sadarkan diri. Sang harimau putih menghela napas panjang. Ia angkat tubuh Candra dan membawanya jauh ke dalam hutan. Luka di punggung tertutup perlahan-lahan seiring dengan berjalannya waktu. Candra membuka kedua matanya dan melihat seorang lelaki berambut putih dan bermata biru menatapnya dengan sungguh-sungguh. “Kau baik-baik saja?” tanya Damar. “Baik, lukaku sudah sembuh.” Candra berdiri. Hilang selera, begitu perasaannya sekarang, tapi tidak dengan rasa yang lain. Ia pun bingung dengan dirinya sendiri. “Kau mau ke mana?” “Pulang.”
Read more
Tujuh Bidadari
Weni yang masih berusia belia—sekitar 17 tahun dan belum menikah, sedang memandang langit biru di mana pelangi turun dengan lengkungan yang amat sangat indah. Warna-warnanya membuat gadis itu terkesima. “Andai aku bisa secantik pelangi,” gumam Weni sambil termenung. Anak bungsu kepala desa itu hanya duduk termenung menanti lamaran datang padanya. Entah apa hal yang membuatnya tak laku juga, dan hampir menginjak usia perawan tua. “Padahal wajahnya tidak jelek-jelek amat. Apa gerangan yang membuat putriku tidak laku, ya?” Ayah Weni memegang dua pipi anaknya. Diperhatikan, tidak ada cacat sama sekali. Bahkan lelaki itu telah menyodorkan putrinya pada yang lain, tapi tidak ada yang menggubris. “Mungkin dia harus diruwat dulu untuk buang sial, Kang Mas,” jawab ibunya Weni. “Lakukan saja, kalau masih tidak laku juga terpaksa aku harus membuat sayembara. Terserah lelaki mana saja yang mau jadi suaminya. Bikin malu saja.” Kepala desa itu mempercayakan Weni pada istrinya. Segera saja ga
Read more
Sayembara
Berangkatlah Damar memacu kudanya lebih kencang menuju desa yang dimaksud orang-orang tadi. Agak dua hari dua malam ia baru sampai di bagian hulu.Malam harinya orang kepercayaan demang itu beristirahat di pinggiran desa bersama kuda yang mengantarnya. Di pagi hari ia langsung menuju tempat sayembara diadakan. Orang-orang berkerumun, kebanyakan lelaki yang ingin menang cuma-cuma mendapatkan gadis belia yang kurang beruntung. “Seperti apa wajahnya?” Damar berdesakan di antara lelaki yang datang. Terlihat olehnya kepala desa mulai naik ke atas panggung mengumumkan jenis perlombaan. “Saudara-saudaraku semuanya, hari ini aku melakukan sayembara. Siapa pun yang berhasil memanah dengan tepat sasaran maka putriku akan menjadi miliknya,” ucap kepala desa sambil tertawa. Lepas sudah beban anak terakhirnya dan ia bisa hidup bebas lagi seperti dulu. Tak lama setelah itu seorang gadis dibawa dengan menggunakan penutup wajah. Weni tidak terlalu tinggi, tapi bentuk tubuhnya idaman para lelaki
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
20
DMCA.com Protection Status