Semua Bab Siasat Sang Penguasa: Bab 51 - Bab 59
59 Bab
51. Teringat
|Arga|Namun tiba-tiba instingku menyuruhku untuk berbalik melawannya, dan aku mengandalkan waktu yang tepat ini untuk mengenai titik lemah Pararryon yang tengah lengah. DRAAKK!Gerakanku itu jelas, terlalu cepat dan terlalu sekilas untuk bisa di lihat oleh mata berusia tiga juta tahun miliknya. Tangan kiriku yang bebas meninju mahkota di atas kepala Pararryon, meretakkannya dengan gampang.Si naga kembali beringsut ke belakang hingga karena terkejut, meskipun punggungnya sebenarnya sudah mepet ke dinding terowongan. Kepalanya bergetar beberapa kali seperti orang menggigil. "Boleh juga, manusia. Kekuatan yang mengerikan sekali. Aku tidak pernah jadi manusia, tapi menurut penilaianku kau terhitung manusia dengan kemampuan langka, pemuda yang sangat cerdik."Aku tak terlalu mendengarkan semua kata-kata semanis madu itu, karena pandanganku masih teralihkan. Aku kini mengamati fenomena menakjubkan yang baru pertama kali aku temui di kehidupanku ini, atau bahkan satu-satunya dan tak akan
Baca selengkapnya
52. Masa Dulu
|Flashback On||Pararryon|Sebagai Satu-satunya hewan yang diberikan karunia untuk bisa berbicara dan memahami bahasa manusia. Tak banyak yang bisa dilakukan oleh naga air seperti aku ini, hanya bisa sesekali berkeliling atau mungkin mendengarkan aktivitas ramai dari pedagang dan nelayan di atas sana. Aku yakin saat kalian membaca satu paragraf di atas. Di dalam benak, kalian pasti bertanya-tanya kemana keluarga dan koloniku?. Akan aku jawab, sebenarnya aku tak memiliki keluarga. Aku adalah satu-satunya naga air yang hidup di perairan ini, karena sejak kecil aku terpisah oleh rombongan koloniku yang bermigrasi, dan aku tertinggal disini. Hari demi hari, aku lalui seperti biasanya. Hingga di suatu hari yang cerah, "Shiela akan jaga disitu, dan kalian di bagian sana." Aku mengenali, suara cempreng itu berasal dari seorang anak manusia. "Jangan berbalik ya!." Setelah ucapan itu, aku mendengar ada suara menyerukan angka seperti sedang menghitung, juga ada yang berbicara singkat dengan
Baca selengkapnya
53. Sebab Sebuah Masalah
"Bisa nanti saja bertanya nya?, selamatkan aku terlebih dulu." Jawabku ketus. Walau begitu, sebenarnya di dalam diri, hatiku ini tengah was-was. Sebab Ini kali pertamaku bertatapan langsung dan berani meminta tolong kepada manusia. "Kau bisa bicara?!." Tukas anak itu, seraya memandangiku dengan tatapan terkejut, bercampur takjub seakan tak percaya. Aku mendengus, "Tentu saja, aku ini binatang suci tahu." Ucapku menyombong. Kau pasti tambah terkejut kan?. Ya, teruslah kagum padaku. •°Setelah berhasil melepaskan tandukku dengan jerih payah dan sedikit bantuan darinya. Anak itu tak langsung pulang, dia malah duduk di tepian sembari menyerangku dengan banyak pertanyaan. "Oh, jadi tak sembarangan binatang bisa berbicara sepertimu ya?." Tanya anak itu lagi, matanya masih menatapku dengan berbinar-binar, seakan baru saja di pertemukan dengan sebuah benda langka yang jika di perhitungkan akan bernilai jutaan berlia
Baca selengkapnya
54. Timbal Balik
Sejak dahulu kala, Tuhan sudah mengatur segalanya dengan penuh keseimbangan. Begitupun dengan makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Tak ada yang berakhir sia-sia. Semuanya diberikan kelebihan, namun juga tak luput dari kekurangan. Itulah sebabnya, kita akan saling membutuhkan, saling berpasangan, saling bantu bahu- membahu, juga saling menguntungkan. Begitu juga dengan benda-benda yang tak bernyawa, masing-masing dari mereka yang memiliki manfaat, juga pasti memiliki kemudaratan. Itulah konsep keseimbangan. Hingga suatu masa, keseimbangan itu pernah hampir musnah. Pada zamannya, Alam semesta pernah berada di saat-saat tergelap dan tersuram.Semua hal itu semata-mata, disebabkan karena rasa keserakahan manusia. Awalnya semuanya berjalan dengan semestinya di dukung dengan ekosistem alam yang sempurna. Namun di antara sejuta keberadaan manusia berhati baik, pastilah ada satu manusia berhati licik. Perlahan Para manusia dengan kecerdasan mereka berlomba-lomba ingin mendominasi seisi dunia, bahk
Baca selengkapnya
55. Menemukan
|Pararryon| Aku pandangi seonggok tubuh tak berdaya yang tergeletak di depanku, sudah hampir seharian kondisi Asrai belum juga ada kemajuan. Aku sudah memberikannya perawatan terbaik semampuku. "Teman terbaik... sangat susah untuk ditemukan, sukar untuk di tinggalkan, dan sulit untuk dilupakan." Aku mengedarkan pandangan berusaha mencari dari mana asal suara itu berasal. Tapi tak kutemukan siapapun, yang aku dapat hanya kehampaan. Hingga kenyataan, kembali menyadarkanku. Suara itu hanyalah bekas kenangan yang merambat keluar dari memori lamaku. Entah kenapa, dalam keadaan seperti ini. aku malah teringat akan Kata-kata polos Asrai di waktu dulu. Hatiku bergejolak, aku merasakan seperti ada sesuatu mendorong untuk keluar dari kedua mataku yang mulai memanas. Mungkin beginilah rasa kesedihan yang biasanya muncul pada diri manusia yang putus asa dan kecewa. Aku baru tahu, jika rasa kesedihan itu bisa sampai membuat perasaanku semenderita ini. Andai saja, dengan penderitaan i
Baca selengkapnya
56. Bukan khayalan
Beberapa saat Lalu... |Syrenka| Dulu Ayah sering menceritakan banyak kisah mengenai legenda kaum kami. Ada satu kisah yang sangat membekas di ingatanku, yakni mengenai nasib hidup seorang putri duyung yang berakhir tragis. Karena dia berani menentang takdir, jatuh cinta dengan bangsa manusia. Setelah berkorban banyak, hingga akhirnya harus menukar suaranya yang indah dengan sepasang kaki. Ia malah harus melihat orang yang ia cintai menikah dengan orang lain. Merasa Putus asa ia pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat ke laut. Dan detik berikutnya... Ia menjadi buih. Begitulah kisah cinta melegenda para duyung yang sewaktu kecil pernah sangat aku sukai. Dulu aku sangat ingin mencoba bagaimana rasanya jatuh cinta itu. Dan kini walau dengan versi agak berbeda, berkat tak sengaja menyelamatkan seorang pemuda, diriku mulai merasakan jatuh cinta itu. Bahagia saat memikirkannya, Berdebar-debar setiap kali di dekatnya, Tersipu malu saat di perhatikannya. Perasaan seder
Baca selengkapnya
57. Petunjuk Darinya
Selepas mendapatkan pusaka, lantas semakin menyelam menuju ke kedalaman air. Arga sudah lama berubah pikiran, Alih-alih meminta kepunyaan milik Raja. Jika di berikan kesempatan. Walau harus mengeluarkan tenaga lebih, Arga lebih memilih mengandalkan kemampuannya untuk mengambil sendiri Anggrek Berlian itu. Karena perbandingan kualitas kesegaran Anggrek Berlian yang lama jauh berbeda di bandingkan dengan yang baru di petik. Di tambah alasan lain mengenai harga diri, ia tak sudi jika harus mendapatkan rasa iba dari Sang Raja berhati busuk itu. Arga yang sekarang sudah berubah total, dia tak sepolos dulu. Pastilah ada maksud tersembunyi, jika Arga meminta Anggrek Berlian kepadanya, dan Raja mau memberikan dengan gamplang kepunyaannya itu. Jadi Tentu saja, Arga harus memanfaatkan waktunya sekarang ini sebaik mungkin agar bisa mendapatkan obat untuk sang Ibunda. "Aku harus menemukan Anggrek Berlian itu!." Gumamnya penuh tekad. Tepat setelah Arga mengakhiri kalimatnya, pemuda itu mera
Baca selengkapnya
58. Sebagian Kegilaan
Syrenka berusaha mati-matian menahan pergerakannya saat Arga berjalan mendekati tempat persembunyiannya. Nyawa Syrenka seakan ikut mengambang. Saat Arga sudah sampai tepat di depannya, keberadaan mereka berdua hanya terhalang oleh dinding batu karang saja saat ini. Hampir selangkah lagi, Arga tiba-tiba berhenti. pemuda itu menunduk, tangannya perlahan turun, lalu jemarinya menggapai sebatang tangkai Anggrek berlian dan lantas mencabutnya. "Kurasa cuma bunga ini yang ukurannya paling besar." Gumam Arga sembari menyelipkan lagi bunga dengan bentukan spesial itu. Selanjutnya Arga lekas memutar arah, pemuda itu menelusuri lagi setiap bunga guna memastikan suoaya tak ada yang terlewat. sebelum pemuda itu memutuskan untuk meninggalkan ladang Anggrek Berlian itu, dan berenang pergi ke daratan. Sedangkan syrenka hanya bisa menatapi sosok yang mulai menghilang ke permukaan itu tanpa bergeming. Dia masih tidak bisa menyangka, jika baru saja berkesempatan untuk melihat orang yang dicintainya
Baca selengkapnya
59. Menghentikan
"Arga Giandra Bratajaya!." "Tuan Arga!." "Tuan Guru!." Teriakan demi teriakan terus terdengar saling sahut menyahut, menciptakan kebisangan dalam suatu lembah yang letaknya agak ke pedalaman, sehingga dulunya jarang terjamah oleh kumpulan manusia awam. Walau tenggorokan sudah terasa kering, dan suara mulai terdengar serak pun. upaya mereka belum juga terlihat tanda-tanda akan membuahkan hasil. Padahal seluruh Anggota prajurit, termasuk pimpinan jendral sudah menghabiskan waktu hampir seharian penuh untuk melakukan pencarian terhadap sang pimpinan. "Anda ada dimana, tuan Arga?." Seru Jendral lirih, Tak terbilang sudah berapa banyak pikiran yang tidak-tidak terus berseliwiran mengundang kecemasannya. Hingga Pergerakan kedua kakinya mulai melemah, sang pemilik tubuh dirasa tak mampu lagi meneruskan berjalannya. Walau lemah, dengan susah payah Jendral mencoba berpegangan pada tepian batang kayu didekat aliran, berusaha menahan bobot tubuhnya supaya tidak langsung meluncur jatuh. Na
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status