Semua Bab 100 Langkah Melupakan Kisah Kita: Bab 11 - Bab 20
96 Bab
10. Ajakan Pulang Bareng
Hujan di pagi hari selalu berhasil membangkitkan hawa malas bagi kebanyakan orang. Dinginnya udara membuat mereka lebih memilih menenggelamkan diri di balik selimut tebal daripada bangun dan melakukan rutinitas masing-masing.Hal itu juga yang dilakukan Riga sekarang. Hujan yang mengguyur kota sejak dini hari tadi—bertepatan dengan ia akan pergi tidur setelah menyelesaikan PR Biologi—membuat laki-laki enam belas tahun itu kembali menarik selimutnya hingga menutupi leher. Riga kembali terlelap dengan dengan nyaman.Masa bodoh dengan sarapan, yang penting sekarang ia ingin tidur. Lagi pula, siapa yang akan memarahinya hanya karena tidur di hari libur yang hujan ini? Tidak ada. Lebih tepatnya, tidak ada orang di rumahny, selain ia sendiri, sampai beberapa hari ke depan.Setidaknya itu yang Riga yakini sebelum suara ketukan pintu terdengar berulang dan disusul decitan pintu yang dibuka secara tidak sabar, mengusik ketenangan paginya.“Ayah&h
Baca selengkapnya
11. Suka?
Awan hitam menggantung di langit, siap untuk menumpahkan semua air yang ditampungnya. Setelah gagal mengajak Nada pulang bersama, Riga melajukan motornya menuju salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Tidak, bukan untuk belanja, tapi untuk bekerja. Riga bekerja paruh waktu di sebuah kafe yang dikelola oleh tantenya sendiri. Star Café, Namanya.Jika ada yang bertanya apa Riga malu bekerja di kafe? Laki-laki itu pasti menjawab tidak. Bagi Riga, daripada pergi jalan-jalan tidak jelas dengan uang dari orang tua, lebih baik ia bekerja di kafe saja. Lumayan, bisa untuk mencari pengalaman kerja dan gajinya bisa untuk ditabung.“Hai, Riga. Baru datang, ya?” Seorang laki-laki bertubuh kurus dan berambut cepak, menyapa Riga di depan kafe. Laki-laki bernama Tama itu sedang membersihkan salah satu meja yang baru saja ditinggalkan pembeli.“Iya, baru pulang sekolah tadi. Gue masuk dulu, ya, Bang. Mau ganti baju,” pamit Riga yang langsung diac
Baca selengkapnya
12. Kalah Sebelum Mulai
Riga sadar semakin hari perasaannya untuk Nada semakin besar. Ia benar-benar menyukai Nada. Karenanya, berbekal saran dari teman-teman kerjanya, Riga ingin mencari peruntungan untuk bisa semakin dekat dengan gadis itu. Ia ingin membuat Nada benar-benar nyaman bersamanya.Hari ini, Riga berencana mengajak Nada pulang bersama. Sayangnya, ketika ia akan menyampaikan ajakannya tersebut, seseorang justru lebih dulu mengajak Nada pulang bersama. Awalnya Riga merasa tidak yakin Nada akan menerima ajakan tersebut, tapi ternyata gadis itu menerimanya tanpa paksaan.Sial! Ia kalah cepat dari Gamma.Lebih yang lebih sialnya lagi, Pak Ganjar justru memanggilnya ke ruang guru hanya untuk membantu mengembalikan buku ke perpustakaan. Mau tak mau Riga mengiakan permintaan gurunya tersebut walaupun dalam hati ia ingin tahu ke mana perginya Nada dan Gamma tadi.Setelah mengembalikan semua buku tadi, Riga bergegas pulang. Suasana hatinya yang tidak cukup baik karena pemanda
Baca selengkapnya
13. Hujan dan Kenangan
Hujan masih belum berniat berhenti. Embusan angin menyusup langsung ke pori-pori kulit sepasang remaja yang masih berdiri di balkon lantai dua. Manik mata mereka beradu, tapi si laki-laki lebih dulu memutuskan kontak mata tersebut. “Lo tahu kan Gamma itu orangnya gimana? Dia sabar, dia yang paling ngertiin orang di sekitarnya. Tapi sejak kejadian hari itu, Gamma terang-terangan menghindar dan dia juga seolah nggak mau kenal kita lagi. Kenapa? Ya karena dia udah terlanjur kecewa … sama kita.” “Gue minta maaf. Maaf karena udah bikin kekacauan di antara kita bertiga terus pergi gitu aja tanpa menyelesaikannya.” “Lo udah terlalu sering minta maaf, tapi hasilnya apa? Masih tetap sama, kan? Jadi, gue mohon jangan tanya lagi kenapa hubungan gue dan Gamma masih belum membaik sampai sekarang.” “Iya, gue nggak akan tanya soal itu lagi. Maaf,” ucap Alena. Ia tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu dari Riga. “Hujannya udah agak reda. Lo mau pul
Baca selengkapnya
14. Acara Ulang Tahun
“Kita mau ke mana?” Alena kembali melempar pertanyaan kepada Riga. Ia sedikit mengeraskan nada suaranya supaya laki-laki di depannya ini bisa mendengar pertanyaannya.Hingga motor yang dikemudikan Riga sudah menjauhi kompleks perumahannya sejak beberapa menit lalu, tapi Alena masih tetap tidak tahu ke mana Riga mengajaknya pergi. Laki-laki itu tidak memberitahu tujuannya kepada Alena. Riga hanya berkata, “Nanti lo juga tahu.”Dua puluh menit perjalanan, motor Riga akhirnya berbelok ke sebuah toko bunga. Re’s Florist, namanya. Bagian luar toko itu tidak terlalu banyak tanaman yang dipajang, tapi berbeda dengan bagian dalamnya yang memajang banyak bunga-bunga cantik. Konsep dan penataan toko yang bagus membuat tempat ini terlihat sedap dipandang. Alena yakin pemilik toko ini adalah orang yang menyukai keindahan.“Lo suka yang mana?” Pertanyaan Riga menginterupsi kegiatan Alena mengagumi bunga-bunga di sini. Gadis itu menol
Baca selengkapnya
15. Telepon Tengah Malam
Setelah mengantar Alena pulang, Riga pun langsung memacu motornya menuju rumah. Jangan berharap bisa tiba di rumah dalam waktu singkat, sebab jalanan yang padat kendaraan dan pedagang kaki lima, membuat Riga tidak bisa seenaknya menambah laju kecepatan motornya. Terlalu gegabah, yang ada bisa-bisa sesuatu hal buruk terjadi.Riga tiba di rumah bersamaan dengan sebuah mobil yang baru saja memasuki halaman rumahnya. Itu mobil sang ayah. Riga memarkir motornya tepat di samping mobil.“Tadi Alena beneran kamu anterin pulang, kan?” tanya Seno seraya menyerahkan kunci rumah kepada Riga.Laki-laki muda itu menerimanya. Dimasukkannya kunci tersebut ke lubang kunci, lalu memutarnya berlawanan jarum jam. “Iya, udah aku anter pulang. Kenapa, Yah?”“Enggak, Ayah agak kaget aja pas lihat kamu bawa teman perempuan ke rumah Tante kamu tadi. Ayah takut aja kamu nggak anterin Alena pulang ke rumahnya. Takutnya malah kamu turunin di mana gitu d
Baca selengkapnya
16. Kebohongan Alena
Sejak panggilan tengah malam itu, hubungan Riga dan Alena sedikit lebih baik daripada sebelumnya. Sekarang mereka bisa disebut sebagai teman yang cukup akrab. Sikap Riga sudah tidak sekaku seperti saat awal-awal kepindahan Alena ke Jakarta lagi. Jika dulu Alena hanya berani mengajak Riga pulang bersama, kini ia sudah berani mengajak laki-laki itu berangkat sekolah bersama. Riga juga tidak menolaknya. Beberapa kali pula, Alena dan Riga ke kantin bersama.Kedekatan mereka tentu saja memancing tanda tanya bagi sebagian besar murid di kelas mereka. Bagaimana tidak, di sini status Alena adalah murid baru, tapi belum genap dua bulan kepindahannya, gadis itu sudah dekat dengan Riga. Padahal semua murid kelas 11 jurusan IPA tahu jika Riga tidak pernah kelihatan akrab dengan murid perempuan. Oh, kecuali Nada.Entah sudah kali ke berapa, Alena menjadi bahan perbincangan karena datang bersama Riga. Awalnya, Alena bingung, tapi lama-kelamaan ia tidak peduli. Alena dengan terang-te
Baca selengkapnya
17. Langit Malam dan Rasa Rindu
“Tadi ngomongin apa aja sama Nada?”Pertanyaan Riga membuyarkan fokus Alena dari layar ponsel. Keduanya sedang berada di warung mie ayam depan sekolah, menunggu pesanan mereka yang sedang disiapkan. Hujan sudah reda sejak sepuluh menit lalu.Alena mendongak. Ponselnya diletakkan di atas meja. “Ngomong apa? Gue sama Nada cuma ngobrol, biasalah cewek kalau ketemu kan suka ngerumpi.”“Iya? Bukannya topik obrolannya nggak jauh-jauh dari Gamma, ya?”Seorang laki-laki yang datang mengantar pesanan mereka, membuat Alena mengurungkan niatnya menjawab pertanyaan Riga. Kini, dua mangkuk mie ayam dan dua gelas es teh manis tersaji di meja mereka.“Kata siapa? Lo salah, Ri,” jawab Alena. Gadis itu mulai menambahkan sambal dan kecap, juga saus ke mangkuk saat Riga lengah. Lalu mencampurnya dengan rata.“Lo tahu kan akhir-akhir ini kita sering banget berangkat dan pulang bareng?” Riga berdehem si
Baca selengkapnya
18. Nada Diteror
Seumur-umur, Alena hampir tidak pernah terlambat. Ibunya selalu membangunkannya lebih awal supaya ia memiliki waktu yang cukup untuk bersiap-siap dan ketika ibunya sudah meninggal, tugas itu dilanjutkan oleh ayahnya. Namun, saat mulai masuk SMP, Alena memilih alarm untuk membangunkannya.Pilihannya tersebut berjalan baik selama bertahun-tahun, tapi sayangnya tidak dengan hari ini. Suara alarm yang beberapa kali Alena abaikan, membuat ia jadi bangun kesiangan. Alena bersiap secepat mungkin, waktunya tidak banyak. Selesai bersiap-siap, Alena segera keluar dari kamarnya.Tidak ada sarapan di meja makan dan ia juga tidak punya waktu untuk memasak mie instan. Alhasil, Alena mengambil sekotak susu UHT dan sebungkus roti di meja, lalu keluar. Alena mengunci pintu rumahnya dan segera memesan ojek online. Tidak lama kemudian, ojek yang dipesannya pun tiba. Setelah memastikan nama pemesannya, pengemudi ojek tersebut langsung memberikan helm kepada Alena. Gadis itu pun k
Baca selengkapnya
19. Cemburu Lagi
Jam pelajaran terakhir hari ini entah kenapa terasa lebih lama dari biasanya. Ditambah lagi penjelasan dari guru Biologi pengganti yang suaranya lembut ini membuat murid di kelas Alena, seperti sedang mendengarkan cerita dongeng. Mengakibatkan kebanyakan murid yang konsentrasinya sudah hampir habis, semakin kesulitan menangkap materinya. Malah beberapa lainnya sesekali membuka kelopak matanya lebar-lebar hanya supaya tidak mengantuk.Semua murid berusaha menahan kantuk supaya tidak menambah daftar catatan poin pelanggaran. Sebab, di SMA Angkasa, pelanggaran bertambah sepuluh poin akan langsung mendapat surat peringatan. Jika poin pelanggaran mencapai delapan puluh poin, akan diberi surat panggilan orang tua. Lebih dari itu, tentu saja murid akan dikeluarkan dari sekolah.Begitu juga dengan Alena. Gadis itu berusaha tetap memperhatikan penjelasan gurunya padahal matanya sudah tinggal lima watt. Sial! Kapan sih bel pulang bunyi? Ia benar-benar ingin tidur sekarang.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status