Setelah mengantar Alena pulang, Riga pun langsung memacu motornya menuju rumah. Jangan berharap bisa tiba di rumah dalam waktu singkat, sebab jalanan yang padat kendaraan dan pedagang kaki lima, membuat Riga tidak bisa seenaknya menambah laju kecepatan motornya. Terlalu gegabah, yang ada bisa-bisa sesuatu hal buruk terjadi.
Riga tiba di rumah bersamaan dengan sebuah mobil yang baru saja memasuki halaman rumahnya. Itu mobil sang ayah. Riga memarkir motornya tepat di samping mobil.
“Tadi Alena beneran kamu anterin pulang, kan?” tanya Seno seraya menyerahkan kunci rumah kepada Riga.
Laki-laki muda itu menerimanya. Dimasukkannya kunci tersebut ke lubang kunci, lalu memutarnya berlawanan jarum jam. “Iya, udah aku anter pulang. Kenapa, Yah?”
“Enggak, Ayah agak kaget aja pas lihat kamu bawa teman perempuan ke rumah Tante kamu tadi. Ayah takut aja kamu nggak anterin Alena pulang ke rumahnya. Takutnya malah kamu turunin di mana gitu d
Sejak panggilan tengah malam itu, hubungan Riga dan Alena sedikit lebih baik daripada sebelumnya. Sekarang mereka bisa disebut sebagai teman yang cukup akrab. Sikap Riga sudah tidak sekaku seperti saat awal-awal kepindahan Alena ke Jakarta lagi. Jika dulu Alena hanya berani mengajak Riga pulang bersama, kini ia sudah berani mengajak laki-laki itu berangkat sekolah bersama. Riga juga tidak menolaknya. Beberapa kali pula, Alena dan Riga ke kantin bersama.Kedekatan mereka tentu saja memancing tanda tanya bagi sebagian besar murid di kelas mereka. Bagaimana tidak, di sini status Alena adalah murid baru, tapi belum genap dua bulan kepindahannya, gadis itu sudah dekat dengan Riga. Padahal semua murid kelas 11 jurusan IPA tahu jika Riga tidak pernah kelihatan akrab dengan murid perempuan. Oh, kecuali Nada.Entah sudah kali ke berapa, Alena menjadi bahan perbincangan karena datang bersama Riga. Awalnya, Alena bingung, tapi lama-kelamaan ia tidak peduli. Alena dengan terang-te
“Tadi ngomongin apa aja sama Nada?”Pertanyaan Riga membuyarkan fokus Alena dari layar ponsel. Keduanya sedang berada di warung mie ayam depan sekolah, menunggu pesanan mereka yang sedang disiapkan. Hujan sudah reda sejak sepuluh menit lalu.Alena mendongak. Ponselnya diletakkan di atas meja. “Ngomong apa? Gue sama Nada cuma ngobrol, biasalah cewek kalau ketemu kan suka ngerumpi.”“Iya? Bukannya topik obrolannya nggak jauh-jauh dari Gamma, ya?”Seorang laki-laki yang datang mengantar pesanan mereka, membuat Alena mengurungkan niatnya menjawab pertanyaan Riga. Kini, dua mangkuk mie ayam dan dua gelas es teh manis tersaji di meja mereka.“Kata siapa? Lo salah, Ri,” jawab Alena. Gadis itu mulai menambahkan sambal dan kecap, juga saus ke mangkuk saat Riga lengah. Lalu mencampurnya dengan rata.“Lo tahu kan akhir-akhir ini kita sering banget berangkat dan pulang bareng?” Riga berdehem si
Seumur-umur, Alena hampir tidak pernah terlambat. Ibunya selalu membangunkannya lebih awal supaya ia memiliki waktu yang cukup untuk bersiap-siap dan ketika ibunya sudah meninggal, tugas itu dilanjutkan oleh ayahnya. Namun, saat mulai masuk SMP, Alena memilih alarm untuk membangunkannya.Pilihannya tersebut berjalan baik selama bertahun-tahun, tapi sayangnya tidak dengan hari ini. Suara alarm yang beberapa kali Alena abaikan, membuat ia jadi bangun kesiangan. Alena bersiap secepat mungkin, waktunya tidak banyak. Selesai bersiap-siap, Alena segera keluar dari kamarnya.Tidak ada sarapan di meja makan dan ia juga tidak punya waktu untuk memasak mie instan. Alhasil, Alena mengambil sekotak susu UHT dan sebungkus roti di meja, lalu keluar. Alena mengunci pintu rumahnya dan segera memesan ojek online. Tidak lama kemudian, ojek yang dipesannya pun tiba. Setelah memastikan nama pemesannya, pengemudi ojek tersebut langsung memberikan helm kepada Alena. Gadis itu pun k
Jam pelajaran terakhir hari ini entah kenapa terasa lebih lama dari biasanya. Ditambah lagi penjelasan dari guru Biologi pengganti yang suaranya lembut ini membuat murid di kelas Alena, seperti sedang mendengarkan cerita dongeng. Mengakibatkan kebanyakan murid yang konsentrasinya sudah hampir habis, semakin kesulitan menangkap materinya. Malah beberapa lainnya sesekali membuka kelopak matanya lebar-lebar hanya supaya tidak mengantuk.Semua murid berusaha menahan kantuk supaya tidak menambah daftar catatan poin pelanggaran. Sebab, di SMA Angkasa, pelanggaran bertambah sepuluh poin akan langsung mendapat surat peringatan. Jika poin pelanggaran mencapai delapan puluh poin, akan diberi surat panggilan orang tua. Lebih dari itu, tentu saja murid akan dikeluarkan dari sekolah.Begitu juga dengan Alena. Gadis itu berusaha tetap memperhatikan penjelasan gurunya padahal matanya sudah tinggal lima watt. Sial! Kapan sih bel pulang bunyi? Ia benar-benar ingin tidur sekarang.
Bel pulang sudah berbunyi sejak tadi, tapi Riga masih sibuk di bangkunya dengan sebuah ponsel di tangannya. Sedikit tampak gelisah karena notifikasi yang ditunggunya tak kunjung muncul. Sambil menunggu, ia memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Memastikan lagi tidak ada barangnya yang ketinggalan, ia lalu menutup tasnya.Di kelas, hanya tinggal ia dan ketiga gadis yang sudah dua bulan terakhir ini sering terlihat bersama. Siapa lagi kalau bukan Nada, Manda, dan Alena. Riga cukup salut karena Alena bisa dengan cepat berteman dengan kedua teman sekelasnya yang ajaib tersebut.Dari bangkunya, Riga bisa melihat mereka tampak larut dalam obrolan yang sepertinya seru jika ia ikut bergabung. Namun, tidak. Ia tidak mau merusak girls time mereka.Ponsel Riga berdenting singkat, notifikasi yang sejak tadi ditunggunya, akhirnya masuk. Riga meraih tasnya dan bergegas bangkit. Namun, saat ia melangkah, tanpa sengaja ia menangkap sesuatu tak terduga. Riga sudah berbal
Sejak resmi menjadi siswi baru di SMA Angkasa, Alena hanya mengenal teman-teman sekelasnya yang kemudian akrab dengan Nada, Manda, Via, dan Riga. Meski begitu, Alena tidak pernah tidak tahu tentang berita atau gosip yang beredar di sekolahnya. Manda dan Via selalu menjadi informan terbaik di antara mereka berempat.Namun, berbeda dengan hari ini. Alena memiliki tambahan kenalan—teman, mungkin—baru berkat Riga. Tadi alih-alih mengantar Alena pulang, Riga justru mengajak gadis itu ke rumah Dana. Awalnya, Alena ragu, tapi Riga menyakinkannya bahwa semua akan aman. Riga bilang mereka hanya akan bermain game saja.“Ya udah gue ikut, tapi pulangnya jangan sore-sore, ya? Takut nanti Papa pulang duluan,” peringat Alena, yang langsung disetujui oleh Riga.Setelah mengabari Budi melalui pesan singkat bahwa ia pulang terlambat, Alena pun segera naik ke boncengan. Tak lama kemudian, motor Riga melaju dan berbaur dengan kendaraan lainnya. But
Udara dingin menerpa wajah Dana begitu laki-laki itu membuka pintu kulkas. Matanya menyapu isi kulkas, sebelum kemudian menarik keluar satu botol sirup berperisa jeruk dan es batu dari dalam sana. Biasanya jika ada tamu, asisten rumah tangganya yang selalu menyiapkan suguhan. Namun, karena asisten rumah tangganya sedang pulang kampung, mau tak mau Dana sendiri yang menyiapkan.Untungnya, tamu yang datang bukan seperti tamu-tamu biasa ditemui ayahnya. Tamunya adalah empat orang remaja berseragam putih abu-abu yang sudah tidak asing lagi baginya. Tiga orang laki-laki dengan karakter berbeda, tapi kalau soal pertemanan, selalu kompak serta seorang gadis berwajah cantik yang punya senyum manis. Salah satu dari sahabatnya cukup akrab dengan gadis itu.Dana mengambil lima buah gelas dan meletakkannya di atas meja dapur. Lalu membuka tutup botol sirup dan mulai menuangkannya ke tiap gelas. Fokusnya sedikit teralihkan ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. Dana mendonga
“Teman-teman lo seru ya ternyata. Kapan-kapan ajak gue lagi dong kalau ketemu mereka,” ujar Alena pada Riga yang sedang fokus mengemudi.Langit sudah mulai gelap dan mereka baru sampai setengah perjalanan ke rumah Alena. Riga melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Membiarkan kendaraan-kendaraan lain mendahului motornya di tengah kepadatan lalu lintas.Suara Alena yang terdengar samar karena bisingnya keramaian ibu kota, membuat Riga meminta gadis itu mengulangi ucapannya. Alena menurut dan mengulanginya dengan jelas.“Kalau gue sih mau-mau aja ngajak lo ketemu mereka lagi, tapi gue juga nggak enak sama mereka. Masa iya tiap kumpul berempat, gue ngajak lo terus?”“Kalau gitu suruh teman-teman kamu bawa ceweknya juga, dong biar aku ada temennya.”Itu mungkin usulan paling tepat menurut Alena, tapi sayangnya tidak menurut Riga. Laki-laki itu menghentikan motornya di depan rumah Alena, membiarkan gadis itu turun