All Chapters of Kafan Hitam: Chapter 141 - Chapter 150
198 Chapters
129
“Ilham?” ujar Rojali penuh ketidakpercayaan.Rojali mematung di tempat untuk sementara waktu. Matanya memindai pria di depannya dari atas hingga bawah. Beberapa kali netranya mengerjap paksa, seolah ingin membuktikan bahwa sosok yang berada di depannya bukanlah seseorang yang terlibat perkelahian dengannya barusan.Napas Rojali mulai memburu. Tangannya dengan cepat terkepal, memberi sinyal pada rahang dan urat leher untuk menegang. Kilat kemarahan tampak di manik matanya.“Apa maksudnya ini, Ilham?” tanya Rojali dengan emosi yang berusaha ia tekan.Ilham mengembus napas panjang. “Saya hanya diminta untuk menjalankan tugas.”“Tugas?” Wajah Rojali mulai memerah. Kulitnya yang putih membuat hal itu terlihat sangat kontras. “Dari siapa?”Ilham menjeda sejenak. “Tugas untuk membawa kamu menjauh dari desa. Maaf, saya harus menghentikan kamu walau dengan kekerasan sekalipun, Rojali.
Read more
130
Iring-iringan mobil milik pesantren tengah menuju kawasan Ciboeh. Ustaz Ahmad dan Lukman tampak duduk di kendaraan yang berada paling depan. Sang putra kiai sudah mewanti-wanti agar para santri tidak lepas dari zikir untuk menghindari siasat musuh yang akan menghalangi mereka.Saat ini, mobil baru saja memasuki perkebunan. Di saat bersamaan, kegelapan seketika menghantam. Satu-satunya sumber cahaya hanyalah lampu mobil yang bergerak seiring kendaraan menggerus jarak.“Tenangkan diri kamu, Man,” ucap Ustaz Ahmad saat melihat wajah tertekan Lukman.Lukman mengembus napas panjang. Pandangannya teralih pada kepalan tangan yang berada di atas paha. “Saya benar-benar marah sama diri saya sendiri, Ustaz.”Ustaz Ahmad menoleh sesaat, lalu kembali fokus pada jalanan. “Hal yang terpenting saat ini adalah kamu mengakui kesalahan kamu, Man.”“Untuk kedua kalinya saya mengecewakan Kiai, Ustaz.” Lukman tertunduk de
Read more
131
Rojali mendadak merasakan raganya sangat lemas. Kakinya bahkan tak bisa menahan bobot tubuh hingga dirinya terjatuh. Untuk beberapa detik kemudian, waktunya dihabiskan dengan mengumpulkan tenaga.“Mana si penghianat Ilham?” tanya Rojali saat tubuhnya berhasil bangkit. Napasnya terengah seperti habis maraton. Dengan segera matanya memindai sekeliling. Kedua tangan pemuda itu terkepal kuat. Dadanya menjadi sesak saat mengingat kepercayaannya kembali disia-siakan. Meski berat, pada akhirnya ia memilih beristigfar.Setelah tenang, Rojali mengambil kain penutup wajahnya yang tergeletak tak jauh darinya. Dibanding mencari keberadaan Ilham, pemuda itu lebih memilih memprioritaskan tujuannya semula, yakni menyelamatkan Kiai dan menghentikan ritual ini.Untuk itu, Rojali bergerak ke arah kubah merah itu berada. Terakhir kali ia mencoba masuk, ia justru mendapat serangan seperti sengatan listrik. Saat langkahnya kian dekat, Rojali sama sekali tak lagi mendenga
Read more
132
“Ujang?” gumam Aep dengan raut ketidakpercayaan.Aep mendadak mundur hingga pantatnya mencium tanah dengan keras. Rasa sakitnya tak sebanding dengan keterkejutan yang tengah ia rasakan.“Ka mana wae kamu, Jang?” tanya Aep seraya berdiri. Pandangannya segera menyisir sekeliling. “Saya baru saja dikejar Rojali.”“Saya yang kejar kamu, Ep,” jawab Ujang setelah matanya mengawasi sekeliling.Aep mundur selangkah, lantas memaksakan senyum. “Moal mungkin itu kamu atuh, Jang. Lagi pula untuk apa kamu melakukan itu? Saya yakin kalau ini ulah si Rojali.”“Harusnya kamu sudah tahu dengan siapa kamu bicara saat ini, Ep,” sahut Ujang.Aep menggeleng kuat saat mendengar jawaban Ujang barusan. Seiring dengan pandangannya yang masih memindai sekeliling, jantungnya kian berdegup kencang. Pria itu berusaha agar pikirannya tak bermuara pada satu hal.&ldqu
Read more
133
Rojali menoleh ke tempat yang baru saja ia lewati. Lukman sama sekali tak menyusulnya, dan itu menjadi pertanda bahwa kubah gaib ini masih bekerja. Hal ini cukup aneh karena dirinya sama sekali tak melakukan apa pun untuk bisa menerobos pelindung musuh. Rojali menyisir keadaan sekeliling. Pemuda itu baru ingat bila sosok serupa dirinya itu mengatakan akan membantunya. Tentu ia percaya jika semua terjadi atas kuasa Allah, bukan dari makhluk lain. Kemampuan untuk bisa keluar-masuk kubah ini dengan bebas akan digunakan olehnya untuk bisa menolong orang-orang yang bernasib sama dengan Reza dan Pak Dede. Rojali kembali berlari sepanjang jalan. Penampakan pocong yang melompat di sekitarnya tak lagi menjadi ancaman atau sumber ketakutan. Makhluk-makhluk itu nyatanya menjauh dengan sendirinya. “Itu ... Kang Mahmud,” ucap Rojali saat melihat pria itu menelungkup tak sadarkan diri. Saat berada dalam jarak dekat, ia melihat genangan darah. Rojali memindai sekeli
Read more
134
Asep keluar dari persembunyian setelah merasa kondisi aman. Meski begitu, ia sama sekali tak menurunkan kewaspadaan. Agar tak menimbulkan kecurigaan, pria itu terpaksa merangkak untuk mendekati objek yang dituju. “Ep, Ep,” panggil Asep sembari menepuk pipi Aep beberapa kali. “Ini saya ... Asep.” Asep mengawasi sekeliling, kemudian menepuk kembali pipi sahabatnya dengan agak keras. Ia menoleh ke arah sungai di mana dua pria berbusana hitam berada. Aep mengerjap beberapa kali. Saat membuka mata, kepalanya terasa pening seakan dihantam batu besar. Objek yang ia lihat masih berupa tampilan blur. Namun, ia masih bisa mendengar suara yang dikenalnya dengan jelas. “Ep, bangun,” ujar Asep dengan pandangan masih tertuju pada dua orang di sekitar sungai. “Sep,” lirih Aep yang kemudian disusul batuk yang mengeluarkan darah. Asep membantu Aep untuk mendudukkan tubuh. Kondisi sahabatnya benar-benar babak belur. “Ep,” gumamnya cemas, “kamu tidak apa
Read more
135
Aep tertegun seketika. Ia melihat keseriusan di wajah Asep. Tak ada juga kebohongan di sana.  Meski begitu, tetap saja ia tidak terima dikhianati.“Ep,” panggil Asep dengan suara lemah.Aep berbalik menunggungi Asep.“Kalau saja Ujang serius dengan ucapannya tadi, sudah pasti Ujang tidak segan-segan membunuh kamu,” jelas Asep, “tapi nyatanya kamu masih hidup, Ep.”Asep mundur beberapa langkah, mengamati punggung Aep yang tampak bergetar. Semua hal ini mungkin berat untuk langsung diterima oleh Aep, pikirnya.“Kita harus tolong Ujang, Ep,” ujar Asep, “kita harus bantu dia agar bisa menggagalkan ritual ini.”Aep menenggelamkan wajah. Kedua tangannya terkepal kuat. “Saya ... tidak peduli lagi, Sep. Lagi pula untuk apa saya harus nolong Ujang? Dia itu penjahat. Dia ... yang sudah bunuh Mbah Atim. Dia juga yang sudah bunuh Ki Udin.”“Ep,” ucap Asep tak
Read more
136
Kiai, Mbah Atim dan Mbah Jaja dari tempat berbeda menyadari bila kubah gaib menghilang. Anggota Kalong Hideung yang menyerang mereka pun mundur dan berlari ke arah desa.“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Kiai seraya menyimpan kembali serbannya. Pandangannya menyisir sekeliling, kemudian terhenti saat menyadari sesuatu. “Rojali.”Raut wajah Kiai berubah cemas. Ia yang tersudut sampai di persawahan buru-buru bergerak ke arah desa, berjalan melalui jalan setapak. Aksinya juga diikuti oleh Mbah Jaja dan Mbah Atim di lokasi berbeda.Di luar desa, Lukman ikut menyadari kalau penghalang gaib menghilang saat tangannya lolos ketika menyentuh batas di mana tubuhnya terpental. Merasa ini adalah kesempatan, ia segera meminta para santri yang tersisa untuk berkumpul.“Kita akan masuk ke desa dan menyelamatkan warga yang terluka. Untuk warga yang masih bisa bergerak, suruh mereka untuk segera keluar dari desa secepatnya,” perintah
Read more
137
Badru baru saja tiba di tengah jembatan. Pandangannya segera menyisir sekeliling saat tak melihat keberadaan Ki Jalu di sana. Wajahnya kian meraut cemas sekaligus ketakutan di waktu bersamaan.Tak lama setelah kedatangannya, anggota Kalong Hideung yang lain ikut berkumpul di jembatan. Mereka menyadari jika kubah gaib itu sudah menghilang.“Cari Ki Jalu!” perintah Badru tanpa menoleh sedikit pun pada anggotanya.Secara serempak, lima orang itu segera mencari keberadaan Ki Jalu. Penyisiran mereka terhenti ketika Engkos berhasil menemukan kakek tua itu di bawah pohon.“Kang,” panggil Engkos.Badru segera mendekat. Saat mendapati sang bapak terbaring di tanah, ia segera membawa tubuh Ki Jalu ke dalam pangkuannya. “Saha nu geus ngalakukeun ieu (Siapa yang sudah melakukan ini), Pak?” tanya dengan ray geramKi Jalu berusaha untuk duduk. Pandangannya segera memindai anggota Kalong Hideung yang ad
Read more
138
Ustaz Ahmad dan Ilham segera mendekat ke arah orang tua mereka masing-masing. Baik Kiai maupun Mbah Atim masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Di tengah kepanikan, Ustaz Ahmad melihat sosok Rojali dari jarak agak jauh tengah memunggunginya.“Rojali!” panggil Ustaz Ahmad sembari melambaikan tangan. “Bantu saya, cepat! Kiai pingsan.”Di sisi lain, Ilham memapah Mbah Atim keluar dari rumah warga. Ia mendudukan pria tua itu di bawah pohon. Saat menoleh ke rumah samping, pria itu melihat jika dinding bangunannya ikut berlubang.“Pak.” Ilham menepuk bahu Mbah Atim beberapa kali. Setelah memeriksa kondisi sang bapak, ia segera memindai sekeliling, kemudian menemukan sosok Rojali tengah berada di sebuah tanah lapang. Ketika menoleh ke arah Ustaz Ahmad, Ilham bisa melihat dan mendengar kalau pria itu terus-menerus memanggil nama Rojali.Ilham paham akan situasi yang terjadi. Untuk itu, ia kembali memapah Mbah Atim, lalu mendeka
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
20
DMCA.com Protection Status