All Chapters of Kafan Hitam: Chapter 151 - Chapter 160
198 Chapters
139
Engkos dan komplotan Kalong Hideung berhenti saat menemukan seseorang yang tengah berdiri di depan reruntuhan sebuah rumah. Ia kemudian memberi kode pada anggota yang lain untuk mengepung pria itu. “Rojali,” gumam Engkos sembari memberi aba-aba untuk menyerang. Dengan perbedaan jumlah yang sangat kentara, ustaz muda itu tidak mungkin bisa selamat maupun meloloskan diri, pikirnya. Para anggota Kalong Hideung mendekat dengan gerakan senyap. Ketika jarak sudah menipis, tiba-tiba saja mereka dibuat kebingungan saat sosok pria itu menghilang dari pandangan. “Tong wani-wani ngahalangan kaula (Jangan berani menghalangi saya),” ucap Raden Arya melalui sosok Rojali. Mendengar ucapan tersebut, sontak saja Engkos dan anggota Kalong Hideung yang lain terkejut. Pandangan mereka segera menyisir sekeliling. Komplotan itu dibuat terperanjat saat menemukan Rojali sudah berada di di belakang mereka. “Rojali,” geram Engkos meski sosok di depannya masih
Read more
140
Aep menarik napas panjang sebelum melompat ke sungai. Pria itu berenang untuk sampai di tempat seberang. Ia bergegas naik meski sekujur tubuhnya terasa sakit dan kedinginan. Untuk kedua kalinya, raganya harus basah oleh air sungai.Aep menoleh ke arah seberang, tepatnya pada Asep yang tengah memapah Ujang. Walau ia belum mengetahui misteri di balik semua peristiwa yang terjadi, ia tak punya pilihan lain selain menurut pada perkataan Ujang dan Asep.Dengan kondisi tubuh yang sudah dilanda kelelahan, Aep berlari sepanjang perkebunan bersama senter kecil yang tengah ia pegang. Syukurlah benda ini tidak mati saat dirinya terjun ke sungai. Pria itu mendapati jejak roda gerobak di sepanjang lokasi yang dilaluinya. Kemungkinan besar Euis dan yang lain terus berjalan sesuai dengan perintahnya. Melihat kondisi yang ada, Aep menduga jika mereka tidak mungkin bisa bergerak dengan cepat.Aep berhenti sesaat untuk menstabilkan napas. Saat menyisir keadaan, hanya ada kegelapa
Read more
141
Badru tersentak kaget saat melihat tubuh seseorang melewatinya dengan cepat. Tak lama setelahnya, terdengar suara nyaring dari belakang. Pria paruh baya itu memilih memutar arah untuk mengecek sumber suara barusan. Matanya sontak membulat saat menemukan Engkos tergolek tak berdaya di bawah pohon. “Kos, siapa yang melakukan ini?” tanyanya geram.Engkos berusaha untuk duduk, tetapi gagal karena seluruh tubuhnya terasa patah. Di sisi lain, dadanya seperti terbakar. “Ro-Rojali,” ucapnya terbata.Badru menoleh ke arah perkampungan Cimenyan. Kepalan tangannya menguat, tetapi bibirnya justru menyunggingkan senyuman. Saat ia hendak bertanya kembali, Engkos sudah kehilangan kesadaran.Badru kembali berlari ke arah Cimenyan setelah memastikan jika Engkos masih dalam keadaan hidup. Memasuki perkampungan lebih dalam, pria paruh baya itu menjumpai beberapa anggota Kalong Hideung dalam kondisi yang sama seperti Engkos. “Rojali,” geramnya de
Read more
06 - Kafan Hitam (Part 1)
Tahun 1988   “Tong wani-wani (jangan berani-berani) kabur!” ujar pria yang mengalungkan pisau di leher Ujang. Ujang tersenyum tipis saat mendengar perkataan tersebut. Dengan gerakan cepat, ia menyikut perut lawan dengan kuat, lalu mendaratkan tendangan ke dada musuh hingga menyebabkan  pria tadi terjatuh. Merasa memiliki kesempatan, Ujang bersiap menerobos hutan. Dari jaraknya sekarang, ia bisa kembali ke Legok Kiara dalam setengah jam. Namun, sebelum kakinya berhasil meninggalkan lokasi, sebuah tendangan di punggung berhasil membuat tubuhnya terpental hingga kepalanya menabrak dahan pohon. Ujang mengaduh beberapa saat, dan langusng berdiri setelahnya. Saat akan berbalik, sebuah tangan sudah berada di belakang kepalanya. Ujang berontak dan untungnya berhasil melepas cengkeraman. Ketika raganya memutar arah, ia sudah mendapati seseorang berada di depannya. Ujang berusaha menyerang, tetapi lawan cukup
Read more
06 - Kafan Hitam (Part 2)
Dari arah berbeda, Mbah Atim dan Mbah Jaja berjalan mendekat ke arah Ujang sungai. Kedua pria itu menstabilkan napas beberapa saat, menatap pria di atas batu dengan penuh selidik. Kumpulan pocong berkafan hitam itu menjauh meski tetap mengawasi tiga orang yang berada di sungai dengan ekspresi marah.“Jang,” panggil Mbah Atim.“Mbah Atim.” Ujang terperanjat. Saat akan lari, ia malah terjebur ke sungai.“Tong wani-wani kabur maneh! (Tong berani-berani kabur kamu!)” pekik Mbah Jaja yang langsung membekuk Ujang saat pria itu muncul dari air.Dada Ujang ditekan kencang ke arah batu dengan siku, sedang kedua tangannya dikunci kuat oleh Mbah Jaja. Pria itu mengernyit menahan perih.“Ritual maneh gagal, Juned!” teriak Mbah Jaja dengan pandangan memelotot.Mbah Atim menggeleng beberapa kali. Kedua alisnya bertaut bahkan nyaris menjadi satu garis. Ia sudah menjalankan ritual sesuai deng
Read more
06 - Kafan hitam (Part 3)
Rojali tengah duduk di bibir kasur sembari menatap potret seseorang. Sudah seminggu setelah kepergian Lilis, tetapi rona wajah pemuda itu masih belum bisa kembali bercahaya. Kepergian sang calon istri benar-benar menjadi pukulan telak baginya. Rojali bahkan sempat sakit selama beberapa hari. Rojali memasukkan kembali foto Lilis ke dalam laci. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam saat pintu kamarnya diketuk dari luar. “Masuk,” ucapnya. Lukman memasuki ruangan dengan senyum hangat. “Jali, Kiai memanggil kamu.” Rojali mengangguk, lantas beranjak dari kasur. Selepas berada di depan pintu ruangan Kiai, pemuda itu mengembus napas panjang. “Ka-kamu baik-baik saja, Jali?” tanya Lukman dengan raut khawatir. Ia masih melihat rona kesedihan di wajah sang sahabat. Rojali tersenyum tipis, kemudian mengangguk. Setelah Lukman pergi, ia mulai mengetuk pintu. Begitu Kiai memberi izin, pemuda itu segera memasuki ruangan. Rojali duduk bersila di d
Read more
142
“Kita terlambat, Juned,” ucap Mbah Jaja.“Serbuk ini sudah menyebar ke seisi desa, Kang,” sahut Mbah Atim dengan pandangan mengitari sekitar.Kedua pria tua itu seketika duduk bersila, kemudian mulai komat-kamit mengucap mantra. Tubuh mereka kini dikelilingi cahaya kemerahan.Melihat hal itu, Ki Jalu tak bisa berbuat banyak. Tenaganya benar-benar terkuras setelah menyelesaikan rangkaian ritual pemanggilan barusan. Ia ikut duduk bersila untuk memulihkan diri. Dengan adanya serbuk yang menyebar ke seluruh desa, maka para warga yang tersebar di berbagai sudut akan mendatangi tempat kujang itu berada.Di tempat lain, komplotan warga yang dipimpin Pak Juju berhenti ketika melihat serbuk merah yang turun dari langit.“Naon ieu?” tanya Pak Juju seraya menelisik sekeliling. Warga yang bersamanya ikut melakukan hal serupa. “Sebaiknya ....”Ucapan Pak Juju terhenti ketika kesadarannya mendadak l
Read more
143
Perkataan Ilham didengar oleh Ki Jalu yang tengah berlutut. Matanya dengan cepat membeliak heran. Namun, ia tidak bisa melakukan apa pun saat ini.“Kita harus segera lari dari sini, Juned,” kata Mbah Jaja dengan tangan gemetar.“Dengan kekuatan kita sekarang, kita tidak mungkin bisa mengalahkan sosok itu,” sahut Mbah Atim, “lebih baik kita segera bergabung dengan Kiai Rohmat.”Ilham kian dibuat gemetar ketika mendengar percakapan tersebut. Masih basah dalam ingatan bahwa dirinya, sang bapak dan juga gurunya itu dibuat terpelanting hanya dengan satu dorongan tangan.Ilham tiba-tiba merasakan dadanya sesak hingga membuatnya harus berlutut. Hal serupa juga terjadi pada Mbah Atim dan Mbah Jaja, tak terkecuali Ki Jalu yang masih berlutut tepat di belakang Raden Arya.“Tong wani-wani ngahalangan kaula (Jangan berani-berani menghalangi saya),” ujar Raden Arya dengan mata berkilat merah.Mbah
Read more
144
“Bapak saya baik-baik saja. Beliau yang justru meminta kami untuk mencari kamu,” jawab Ustaz Ahmad.Rojali mengembus napas panjang, kemudian mengangguk. Ia bisa sedikit tenang sekarang.“Sebaiknya kita bertindak cepat. Tujuan kita adalah gerbang desa. Dari sana kita akan pergi ke kecamatan dengan menggunakan mobil,” ujar Ustaz Ahmad.Rojali memutar tubuh ketika Ustaz Ahmad memberi kode untuk segera pergi. Namun, baru saja beberapa langkah berlari, terdengar suara benda jatuh bersahutan. Ketika Rojali menoleh, ia justru mendapati Ustaz Ahmad dan Ilham sudah tergeletak pingsan di tanah.“Jadi itu alasan di balik omongan kiai tua itu,” ujar Badru yang berdiri di antara tubuh Ustaz Ahmad dan Ilham. Senyum bengisnya terangkai dengan sempurna.Rojali sontak menutup wajah, kemudian merenggangkan jarak. “Badru,” ucapnya geram.Badru terkekeh, lalu mengeluarkan serban milik Kiai dari balik punggungnya.
Read more
145
Sepuluh menit setelah kepergian Aep, Euis masih berdiri di depan gubuk dengan raut cemas. Beberapa kali gadis itu mondar-mandir di depan pintu, meremas baju sembari menatap halaman gelap di depannya. Amarahnya perlahan reda dan berganti menjadi kekhawatiran.“Astagfirullah.” Euis mengelus dada, mengembus napas panjang.“Kamu masuk saja ke dalam, Is,” ujar Romlah yang muncul dari balik pintu. “Ini sudah malam. Lagi pula ... kamu harus istirahat.”Eusi kembali menghela napas panjang. Pikirannya benar-benar penuh dengan beragam pertanyaan. Tentang kondisi bapaknya, Rojali, penduduk desa, juga Aep yang baru saja pergi. Akan tetapi, saat mengingat suatu hal, ia tiba-tiba berbalik dengan raut penuh amarah.“Apa benar Kang Ujang itu anggota Kalong Hideung?” tanya Euis tiba-tiba.Romlah mundur beberapa langkah. Pandangannya teralih ke arah lain. “Kita ... bicarakan di dalam, Is.”“Apa
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
20
DMCA.com Protection Status