Semua Bab KURIR CINTA: Bab 31 - Bab 40
46 Bab
31. Saksi Meja Hijau
Pagi yang cerah seharusnya dijalani dengan ceria. Tapi kali ini terasa berbeda bagi Ode dan Dido karena kembali mengalami ketegangan seperti yang pernah mereka rasakan saat berada di rumah Aryo.Dua hari sebelumnya, Ode dan Dido sudah mendapat surat panggilan dari Kantor Pengadilan Agama Surabaya, untuk diminta sebagai saksi dari pihak Aryo atas permintaan Aryo.“Aku sebenarnya nggak mau nih kalau begini,” keluh Ode.Ode dan Dido bingung, dilema. Mereka tidak tahu bagaimana nanti jadinya jika memberi kesaksian. Padahal mereka sendiri sudah cukup dipusingkan dengan tugas-tugas kuliah yang sering terabaikan dan selalu dalam ancaman tidak lulus.“Biarin saja De. Ikuti saja maunya. Aku juga sudah capek dan malas. Tugas kuliah kita sendiri malah jadi nggak keurus. Emangnya cuma dia saja yang kita urus?” protes Dido sesaat sebelum mereka memberi kesaksian di pengadilan agama. Ia sudah bosan dan muak karena upaya mereka untuk membantu per
Baca selengkapnya
32. Banteng Mengamuk
Dalam sekejap, Aryo langsung maju menghampiri Ode dan Dido dengan agak berlari. Ia menerjang bagaikan banteng mengamuk,  Amarahnya tidak terbendung lagi, bahkan ia seakan lupa keduanya adalah sahabat dekatnya. Ia benar-benar emosi, kecewa dan tidak terima atas sikap Ode. Harapannya yang semula semua berjalan lancar sesuai keinginannya pupus. Kesaksian tadi menjadi hambatan yang bahkan bisa jadi membuat perceraiannya gagal, atau minimal jadi tertunda.”Kamu itu teman apa bukan sih?!” hardik Aryo memaki dengan amarah yang membuncah, sebagaimana kebiasaannya jika sedang marah. Ia langsung menubruk Ode, menarik kerah bajunya dengan kasar, sedangkan Ode hanya diam dan memandangnya dengan lekat, wajah datar dan berusaha tidak terpancing emosi atau meladeni kemarahan Aryo.”Ternyata kamu nggak bantu aku! Jan##k!” tegasnya mengumpat, emosi dan wajah membara. Ia menatap Ode dengan tatapan tajam, matanya agak memerah.Ode melihat Dido dan bebe
Baca selengkapnya
33. Tato Beringin Berakar
Perjalanan pulang dari pengadilan semakin terasa tidak nyaman bagi Ode. Selain karena sedang terjebak kemacetan, juga karena ia masih terbayang dengan kejadian di kantor pengadilan. Peristiwa tersebut menjadi beban pikirannya, terutama retaknya persahabatan mereka. Kadang juga perasaan bersalah muncul karena tidak berhasil membantu Aryo.Meski menahan sakit di dagu, Ode masih bisa tetap duduk tenang di atas motor vespa, sedangkan Dido tidak peduli pada Ode. Ia hanya serius memperhatikan jalan di depannya, mengendarai vespanya dengan lebih cepat dari biasanya.“Do, kamu masih marah ya?” tanya Ode pada Dido, tapi suaranya yang tidak begitu kencang dan juga suara knalpot vespa yang tengah melaju seakan telah membuat suara Ode meredup.Sebenarnya Dido sempat samar mendengar dan tahu jika Ode ingin mengajaknya bicara, tapi ia seperti cuek dan tidak menanggapi. Ia tidak mau meladeni berbincang seperti biasanya, melainkan hanya fokus mengendarai vespa kesay
Baca selengkapnya
34. Harap-Harap Cemas
Aksi serangan mendadak dan pengeroyokan masih terus terjadi di tepi jalan, di bawah rimbunnya pohon. Empat orang preman seolah melampiaskan segala emsoinya dengan menyerang Ode dan Dido yang tidak berdaya. Serbuan dan serangan bertubi-tubi dari para preman memang sangat cepat dan hanya dalam waktu sekitar satu menit Ode dan Dido telah terkapar dihajar habis-habisan. Suasana jalan juga sedang sepi, kebetulan belum ada kendaraan yang kembali melintas dan membantu.Tapi untungnya dalam kepanikan dan rintihan tersebut, tiba-tiba Ode mendengar suara motor dan derit ban yang di rem mendadak, meski telah lewat belasan meter, tidak jauh dari tempat Ode dan Dido dikeroyok. Pengendara itu sebelumnya tidak melihat karena tertutup mobil, untung saja ia sempat menoleh dan ketika melihat ada pemukulan di balik mobil yang menghalangi ia langsung berhenti.“Woooiiii!” teriak seorang pengendara motor. Suaranya cukup keras dan badannya postur besar, kekar. Ia turun dari moto
Baca selengkapnya
35. Tragedi Kebon Jagung
Ketika tiba di rumah sakit, Dido dan Ode langsung masuk UGD untuk mendapatkan pertolongan pertama.“Tolongin temanku dok,” pinta Ode sembari menahan perih akibat badannya yang kena pukulan dan sedikit luka lebam. Mereka berdua dibaringkan di tempat tidur berdekatan karena langsung dapat pertolongan pertama.“Iya, mas tenang dulu, jangan banyak bicara biar ndak sakit,” jawab perawat yang bertugas jaga di UGD membantu sang dokter yang sedang mengobati Dido.“Aduuh ... sakit,” terdengar rintihan. Ode menoleh sejenak, ia melihat Dido sudah siuman tapi kesakitan. Luka memar di wajah dan tubuhnya.“Ode, Ode ...” rintih Dido memanggil, lemah.“Iya Do, kamu gimana keadaanmu?” sahut Ode sembari melihat Dido menoleh juga dan melihat dirinya berada tidak jauh dari samping Ode.“Jangan banyak gerak dulu, ini biar diobatin dulu luka memarnya. Harus diperiksa juga badan nih,” jelas do
Baca selengkapnya
36. Motor Siput
Setelah hampir seminggu istirahat, kondisi Ode dan Dido mulai membaik. Saat ini, keduanya sudah tidak mau banyak memikirkan Aryo. Mereka lebih memilih untuk sibuk dengan urusannya masing-masing. Kabar tentang kejadian itu dan pertanyaan dari teman-teman lainnya mereka redam, tidak ingin dibahas lebih lanjut.“Jangan terlalu ikut campur urusan orang,” Ode teringat dengan pesan dari teman-temannya dan ia akhirnya setuju, menyadari posisinya.Kondisi persahabatan mereka yang retak, juga misteri siapa yang mengeroyok mereka dan masih jadi tanda tanya, tidak lagi dihiraukan. Dido termasuk yang bersikeras tidak mau lagi mengurusi persoalan tersebut. Ode juga menyetujui, juga karena teringat pesan dari orang tuanya agar ia segera menyelesaikan kuliah.Saat ini, di perpustakaan kampus, Ode sedang sibuk mencari buku dan mencatat bahan yang dapat menjadi materi skripsinya. Setelah sempat menulis dan merangkum beberapa materi, perhatiannya tertuju pada salah se
Baca selengkapnya
37. Kabar Mengejutkan
Ternyata suara itu datang dari si mbok yang bekerja di rumah Aryo. Dengan tergesa-gesa ia mencoba masuk ke ruang tengah persidangan sambil beradu tenaga dengan petugas yang mencoba menenangkan dan menghalaunya.“Den Aryo, gawat, Ibu, ibu gawat,” teriaknya lagi dan melangkah tergopoh-gopoh dengan nafas yang cepat.Melihat itu, Aryo dan Dona jadi kaget, serta semua orang yang ada di ruangan sidang. Aryo spontan langsung berdiri dari kursinya dan berlari menuju si mbok.“Ada apa mbok? Ada apa dengan Ibu?” tanya Aryo panik.“Anu Den, Ibu masuk UGD. Sekarang ada di rumah sakit,” jelas si mbok terengah-engah sambil mengatur nafasnya.“Apa?!” Spontan saja Aryo, Dona, dan semua yang mendengar perkataan si mbok langsung terkejut.“Ibu kenapa mbok?!!” tanya Dona ikut panik“Ibu tadi keluar dari kamar tiba-tiba pegang dada dan merintih kesakitan, terus ibu jatuh pingsan. Untung di
Baca selengkapnya
38. Burung Jatuh
Sudah hampir dua minggu berlalu sejak kepulangan Dido ke Lamongan, tapi Ode belum mendapat kabar tentangnya. Ode sempat was-was dan bertanya-tanya tentang apakah yang sedang terjadi dengan Dido. Teman-teman di kampusnya juga tidak ada yang tahu pasti.“Kok Dido belum balik lagi ke kampus ya?” pikir Ode di dalam kamarnya. Ia sudah menunggu beberapa hari tapi Dido belum juga kembali. Biasanya hanya satu atau dua hari libur pulang ke kampung, sekarang sudah hampir seminggu lebih tapi belum juga kembali. Tidak ada juga kabar tentangnya, teman-teman di kampus Ode juga tidak tahu.Akibat gelisah dan kebetulan sedang lowong, akhirnya Ode memutuskan untuk datang ke rumah Dido di Lamongan.“Lebih baik aku main ke rumahnya, sekalian silaturahim dan liburan,” pikir Ode.Kebetulan juga ia sudah pernah diajak Dido ke rumah orang tuanya di Lamongan, pada saat liburan semester empat.Meskipun Ode ragu dan agak tidak yakin jika ia masih men
Baca selengkapnya
39. Harapan Keluarga
Ode terkejut mendengar perkataan kakak Dido yang tampak marah. Tanpa menunggu penjelasan, ia langsung lanjut meluapkan emosinya yang terpendam sejak lama.”Kamu ngerti ndak, adikku sekarang jadi sakit keras gara-gara di keroyok sama preman suruhanmu! Untuk apa kamu ke sini?!” tanyanya dengan emosi tinggi.Mendengar tuduhan itu, Ode kaget dan jadi salah tingkah. Sebenarnya Ode ingin menyanggah, tapi dia yakin telah terjadi salah paham. Ode juga mengerti bahwa kemarahan tersebut adalah luapan emosi yang terpendam. Ode jadi ingat dengan kasus pengeroyokan.“Bukan mbak, bukan saya,” jelas Ode agak panik.Suasana sempat berubah tegang. Bahkan ibu Dido yang tadinya sedang ada di dalam, tiba-tiba muncul karena mendengar ada keributan. Ia pun heran melihat keadaan yang terjadi di ruang tamu rumah sederhananya.Tapi untungnya, dalam keadaan yang sedang tegang tersebut, paman Dido langsung menyela.”Tunggu, nduk,
Baca selengkapnya
40. Insiden
Sejak kejadian sakitnya ibu Aryo yang sempat mendadak masuk UGD dan seminggu dirawat inap di rumah sakit, lalu dirawat hampir sebulan di rumahnya, persoalan sidang cerai Aryo dan Dona di Pengadilan Agama kembali dilanjutkan. Sakit yang sempat membuat ibunya masuk UGD cukup membuat Aryo berpikir lebih jauh.Pendirian dan keegoisannya dalam diri Aryo dan Dona sepertinya berubah akibat peristiwa jatuh sakitnya ibu Aryo. Apalagi nasehat-nasehat yang mereka dengar sejak sakit kerasnya ibu Aryo terus saja mengalir tanpa henti. Pihak keluarga masing-masing dari mereka seperti ingin menyadarkan Aryo dan Dona dari mimpi keduanya. Seakan ingin menyadarkan kembali arti dan tujuan kebersamaan mereka dalam ikatan rumah tangga.Pagi ini Aryo dan Dona kembali datang ke kantor Pengadilan Agama Surabaya. Tujuan Aryo dan Dona ternyata tidak seperti persidangan sebelumnya yang ingin melakukan perceraian.“Kami minta waktu untuk konsultasi dengan yang mulia majelis Hakim,&rdq
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status