All Chapters of Wanita Berselimut Dendam: Chapter 41 - Chapter 50
53 Chapters
Perdebatan Leon dan Rafael
Alenta tersenyum samar saat melihat Rafael mengirim beberapa pesan padanya. Alenta sengaja tidak merespon pesan itu agar Rafael meneleponnya nanti. Ia sengaja menyimpan ponselnya di sisi meja agar Leon dapat menjangkau ponselnya lalu mengangkat panggilan itu."Permisi, saya mau ke toilet dulu," pamit Alenta pada Leon.Leon menganggukkan kepalanya kecil, ia mempersilahkan Alenta tanpa merasa curiga.Sesaat setelah Kimmy Ara pergi, Leonard dikejutkan dengan ponsel gadis itu yang berbunyi nyaring. Ia mengintip layar ponselnya dengan penasaran. Itu Rafael. Leonard menghela nafasnya tidak suka mencoba mengabaikan panggilan itu. Namun, Rafael rupanya tidak mudah menyerah karena detik berikutnya, ponsel gadis itu kembali berbunyi. Leon berdecak, merasa terganggu dengan panggilan itu, dengan satu sentakan ia mengangkat panggilan itu."Kenapa kau tidak membalas pesanku?"Leonard mendesah mendengar nada suara Rafael yang menuntut di seberang sana. Perkataan Ar
Read more
Apa Kau Tidak Mempercayai Cintaku?
Leonard merasa geram melihat kelakuan Rafael yang lagi-lagi menyakiti Kimmy Ara di depan matanya. Ia menahan tangan Rafael yang mencengkram Kimmy Ara dengan kuat. Rafael memang selalu bertindak semaunya, sudah sepatutnya ia maju melindunginya untuk mendapatkan simpati yang besar dari Kimmy Ara."Sudah ku bilang jika kau terus menyakitinya, jangan salahkan aku jika aku merebutnya dari tanganmu,"Mata Rafael terbelalak mendengar ancaman yang keluar dari mulut Leon. Dadanya naik turun menahan emosi yang bergejolak saat menghadapi Leon. Leon sama sekali tidak bergeming melihat tatapan menantang yang ia tunjukkan. Pria itu masih bertahan untuk menahan tangannya dengan kuat.Rafael mendengus lalu melepaskan tangan Kimmy Ara dengan kasar. Ia tidak berniat berlama-lama bersentuhan dengan tangan pencuri yang penuh kotoran itu.Kimmy Ara terlihat lega lalu mengusap-usap lengannya yang memerah karena ulah Rafael yang sembarangan.Rafael merasa menyesal meliha
Read more
Pergi Kencan
Alden merasa menyesal karena tadi siang ia seolah-olah menekan Alenta. Tidak seharusnya ia bertanya soal perasaan pribadinya dan menuntut Alenta untuk menerima perasaannya. Bagaimana jika Alenta merasa terbebani dan memilih untuk pergi? Ia hendak mengetuk pintu kamar Alenta, namun gadis itu telah lebih dulu membukanya."Ah, kau mau keluar?" Tanya Alden canggung."Aku hendak menemuimu, tapi kau sudah berdiri di depanku," ucap Alenta ringan.Alden menghela nafas lega karena Alenta kembali berbicara padanya. Tadi siang, gadis itu hanya bungkam dan memilih mengunci mulutnya membuat perasaannya menjadi buruk dan tidak tenang. Syukurlah."Apa sebaiknya kita mengobrol sambil berjalan-jalan, Alden? Rasanya kepalaku akan pecah karena terus memikirkan rencana balas dendam kita," Tawar Alenta tiba-tiba.Alden senang karena suasana diantara mereka kembali cair. Ia merasa tidak nyaman jika harus terus diam-diaman dengan Alenta seperti tadi. Ya, menghirup udara se
Read more
Ayo Kita Tidur Bersama
Melihat Alenta hanya terdiam di sebelahnya, Alden tersenyum tipis. Ia tahu pertanyaan ini sungguh mendadak, tapi ia sungguh ingin mengatakannya pada Alenta. Alenta harus tahu bahwa perasaannya tidak main-main. Perasaannya bukan hanya nafsu sesaat seperti para pria sampah yang tengah mengelilinginya saat ini.Alenta harus tahu ia bahkan rela menyerahkan apapun untuk gadis itu jika Alenta berhenti membalaskan dendamnya, namun sepertinya itu hal yang mustahil."Jadi tidak bisa ya?" ucap Alden pahit karena mulut Alenta kembali bungkam. Sudut hatinya kembali patah sebab Alenta kembali memalingkan diri. Namun hari ini, Alden mencoba bersikap lebih sabar dan tidak menuntut. Ia tidak boleh merusak momen yang menyenangkan oleh keegoisannya."Aku tidak tahu, Alden. Aku tidak tahu. Apa aku pantas menerima sebuah cinta?"Mata Alden mengerjap mendengar jawaban Alenta yang terdengar putus asa. Apa? Apa itu yang dirasakan Alenta selama ini padanya? Kenapa gadis itu mera
Read more
Kenangan Indah Sebelum Pergi
Setelah mencecap habis manisnya bibir Alenta, Alden beralih ke ceruk leher gadis itu. Menyesap aroma memabukkan yang menguar dari dalam diri Alenta. Aroma yang hanya dimiliki oleh Alenta seorang, aroma yang selalu membuatnya candu, yang membuatnya ingin menyesapnya lagi dan lagi. Pakaian yang dikenakan Alenta ia lempar ke sembarang arah dan hanya meninggalkan dua buah benda bulat yang menggantung indah di kedua dada Alenta. Pakaiannya sendiri entah sudah tanggal sejak kapan, Alden tidak perduli kemana pakaian itu telah pergi.Tidak membuang waktu, Alden menangkup buah itu dengan penuh kelembutan. Ia memperlakukannya sangat lembut dan teratur, dengan hati-hati dan penuh kelembutan, Alden meremasnya perlahan. Ia mendongakkan wajahnya menatap Alenta, ia khawatir jika gadis itu merasa tidak nyaman dengan segala sentuhan yang ia beri."Jangan membuat dia merasa tidak nyaman." Lagi. Alden terus mendoktrin dirinya sendiri untuk memberi kenyamanan pada gadis itu.Alenta
Read more
Alenta Pergi
Alden tersentak saat merasakan sebuah guling tergeletak di pelukannya. Ia melempar selimut yang menutupi tubuhnya ke sembarang arah. Firasatnya memburuk saat melihat keadaan kamar itu setengah kosong. Alden segera  bangkit dari ranjang namun urung saat melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. Dengan cepat, Alden mencari celananya lalu segera memakainya sembarangan. Ia bangkit berdiri memeriksa lemari pakaian Alenta. Kosong. Semuanya kosong. Alden berdecak keras saat mendapati seluruh isi pakaian Alenta telah lenyap tak bersisa.Ia segera berlari mencari jejak Alenta di seluruh area rumah, namun batang hidung gadis itu tidak jua ia temukan. Tubuhnya terasa lemas. Tidak mungkin, Alenta tidak mungkin pergi meninggalkannya setelah percintaan mereka semalam.Ponsel. Ya, ponsel. Alden segera berlari kembali ke arah kamar Alenta. Ia mengacak-acak seluruh pakaiannya yang masih berserakan guna mencari keberadaan ponselnya. Benda elektronik itu akhirnya ia temu
Read more
Mana Ara?
Tok... Tok... Tok...Alenta terbangun saat merasakan ada yang mengetuk pintu kamarnya. Ia segera terjaga hendak membuka pintu dengan cepat. Raut wajahnya berubah kecewa saat melihat sosok Rafael yang berdiri disana dengan senyumannya yang cerah. Ah, ia lupa semalam ia sudah pergi dari rumah Alden dan memilih menghubungi pria menyebalkan ini."Bagaimana? Kau sudah baikan sekarang?"Alenta mengangguk dengan lesu meski anggukannya sama sekali berbanding terbalik dengan yang ia rasakan. Sama sekali tidak, ia tidak merasa baik-baik saja setelah meninggalkan Alden tanpa pesan seperti ini."Jadi, apa kau mau sarapan? Aku sudah memesan makanan untukmu tadi.""Aku akan mandi terlebih dulu. Dimana handuknya?""Ah, ada di lemari. Semuanya baru,"Alenta mengangguk lalu beralih mengambil handuk. Ia segera berjalan ke arah kamar mandi, namun seketika tersentak saat Rafael tiba-tiba memeluknya dari belakang. Sial! Perasaan hatinya yang tengah buruk, semakin buruk saja."Rafa, aku harus mandi." ujar
Read more
Menyakiti Alden Lagi
Alenta tidak menyangka bahwa Alden akan menyusulnya kemari. Raut wajah Alden terlihat begitu marah dengan sorot mata yang menyala-nyala. Alden mencengkram tangannya dengan kuat seolah-olah seluruh perintahnya saat ini adalah ultimatum yang harus Alenta turuti.Hatinya seolah tersayat melihat Alden yang seperti ini. Aldennya yang ceria, sekarang pergi kemana?Lamunannya terhenti saat Rafael tiba-tiba maju ke hadapan mereka, ia memutus tangannya dengan Alden yang tengah terhubung secara paksa. Sejenak, Alenta merasa kehilangan. Sial, kenapa ia bisa lupa bahwa masih ada Rafael di tempat ini?Sorot mata Alden semakin menyala-nyala melihat keberanian Rafael. Alenta menghela nafasnya panjang, pria bodoh ini hanya bisa menambah masalah saja."Minggir, jangan menghalangi!" Gertak Alden.Rafael terlihat menggelengkan kepalanya lalu menggenggam tangannya dengan erat, "Tidak, Ara akan tetap disini. Aku sudah membohongi pihak berwajib dan mereka akan datang kemari." Rafael menolehkan kepalanya ke
Read more
Hubungan Dua Saudara yang Ganjil
Alenta yang tersentak dengan keberadaan Alden segera menjauh. Tangisnya secara otomatis berhenti. Ia melihat Alden dengan sorot mata yang terbelalak lebar, "Kau? Kenapa kau kembali kemari?"Alden terlihat menghela nafas, ia kembali mendekati Alenta lalu menghapus air matanya. Alenta yang terlalu terkejut hanya bisa terdiam pasrah saat Alden melakukan hal itu."Seharusnya aku yang bertanya padamu Alenta, kenapa kau terus berbohong di depanku?"Alenta kehilangan kata-kata. Ia telah ketahuan, ia tidak mungkin mengelak atau menolak perkataan Alden saat ini."Tidak usah hiraukan aku. Aku bisa menghapus air mataku sendiri." balas Alenta mencoba mengalihkan pembicaraan.Dengan cepat Alenta mengambil saputangan yang tengah dipakai Alden lalu mengusap air matanya sendiri. Alden kembali menghela nafas, bahkan saat Alden telah memergokinya menangis, Alenta masih saja menyembunyikan perasaannya. Alden mengambil tangan Alenta membuat Alenta yang tengah mengalihkan pandangannya seketika tersentak.
Read more
Kecurigaan Rafael
Alenta mengangkat alisnya dengan aneh melihat sikap Rafael. Padahal sedari tadi Rafael sangat bersemangat untuk memberi kesan baik padanya, tapi sekarang pria itu malah menghindar. Ia menghela nafasnya panjang, sepertinya ia harus mencari tahu soal ini nanti. Sekarang sebaiknya ia mencari tempat tinggal untuknya. Ia tidak mau lagi berada satu tempat dengan manusia brengsek seperti Rafael. Bisa-bisa sepanjang malam Alenta akan merasakan mual yang parah mengocok perutnya.Alenta segera mengambil kopernya lalu memasukkan beberapa barang yang sudah ia keluarkan kemarin. Ia sudah mencari beberapa apartemen dan dengan uang yang diberikan Rafael, ia rasa ia harus mencari apartemen yang mahal dan sangat mewah. Dengan penuh semangat Alenta membawa kopernya lalu turun melalui lift. Tidak ada salahnya menghabiskan uang manusia brengsek itu kali ini, bukan?"Ara?"Langkah Alenta terhenti saat mendengar panggilan dari arah belakangnya. Ia segera membalikkan badan lalu terkejut saat melihat sosok L
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status