Semua Bab Menikah dengan Pariban: Bab 21 - Bab 30
90 Bab
Bab 21
BerastagiJika kota Jakarta punya Bogor maka kota Medan punya Berastagi.Sebagai salah satu kota terdingin di Indonesia, suhu di Berastagi jika siang hari rata-rata 19 derajat celcius. Hal ini dikarenakan Berastagi diapit oleh dua gunung yaitu Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak. Jadi, jika ingin berwisata ke tempat ini gunakan baju hangat dan tebal.Selain sebagai tempat wisata Berastagi juga penghasil sayur dan buah-buahan terbesar di Sumatera Utara. Bahkan sudah di ekspor ke Singapura dan Malaysia.Jarak Medan ke Berastagi adalah sekitar 66 km. Jika dengan menggunakan mobil perjalanan akan memakan waktu sekitar 2 jam 9 menit itupun jika tidak terjadi kecelakaan atau adanya mobil atau truk yang mogok.***Ai menjemput Artha tepat jam 07.00 WIB. Di dalam mobil sudah ada empat orang termasuk Ai sebagai pengemudi. Saat sampai di halte ia membunyikan klakson tanda ia sudah berada dekat halte, ia melihat Artha masih serius
Baca selengkapnya
Bab 22
  Gegara seat belt   “Kenapa susah sekali dipasang seat belt ini.” Gerutu Artha di dalam mobil Agha. Mereka berada dalam mobil yang sama, berulang kali ia mencoba memasang seat beltnya mencocokan pengunci dengan lubangnya. Namun, selalu gagal. “Padahal tadi pagi di mobil Ai sangat mudah aku pasang,” Artha masih tetap menggerutu, mengamati bentuk seat belt di jok mobil yang ia duduki. Ia kesal dengan sabuk pengaman itu yang tak kunjung bisa dikunci dengan benar. “Kalau tidak bisa, minta tolong,” kata Agha mendekatkan tubuh guna membantu Artha memasang seat belt dengan benar. Saat itu juga Artha menjauhkan tubuh menahan deru nafas yang bergelora. Wangi parfum maskulin men
Baca selengkapnya
Bab 23
  Butik Aisyah hampir dibobol   Setelah selesai makan malam Ai memutuskan untuk masuk ke kamarnya yang berada di lantai dua. Besok subuh ia harus segera kembali ke Medan. Samar-samar ia mendengar tawa orang yang berada di belakang villa, mereka sedang membakar jagung. Ia lebih memilih untuk mengistirahatkan diri ketimbang ikut menikmati jagung bakar, meski itu adalah idenya untuk menghabiskan malam ini. Nyatanya ia lebih memilih masuk kamar.          Ia telah selesai membersihkan wajah dan menggosok gigi, bersiap untuk naik ke kasur king sizenya. Dering handphone di atas nakas yang sedang di charge menghentikan aksinya. Ia pun mengambil handphone yang bunyinya semakin nyaring untuk ia angkat. Ternyata kakak sepupunya yang sedang menelepon. Ia pun mendekatkan handphone ke telinga.
Baca selengkapnya
Bab 24
Janji Masa Kecil.“Selamat malam everybadihhh.”Artha melangkahkan kakinya  memasuki rumah menenteng kantong plastik berisi buah-buahan yang ia bawa dari Berastagi. Tas ransel masih berada dipunggungnya.“Selamat malam juga, boru,” balas bapaknya yang sedang duduk di sofa ruang tamu di temani seorang pria.“Bagaimana jalan-jalannya?” tanya mamak yang baru saja datang membawa dua gelas kopi.“Yahhh begitulahh,” desah Artha. “Aku ke kamar dulu Pak, Mak. Ini ada sedikit oleh-oleh,” katanya lagi. Ia meletakkan kantong plastik di meja kemudian melangkah masuk ke kamar.Sepuluh menit kemudian ia ikut be
Baca selengkapnya
Bab 25
Langit Malam.     Malam semakin larut, rembulan telah menampakkan diri meski malu-malu, namun tidak mengurangi keindahan malam. Langit sore yang menurunkan hujan kini berganti dengan munculnya bintang yang berkilauan. Dari kejauhan sesekali terdengar suara hewan yang saling bersahutan seolah sedang menyanyikan sebuah lagu pengantar tidur. "Apa yang kamu lihat di atas sana?" Suara bariton mengagetkannya. Tidak tahukah dia bahwa pemandangan di atas sana sungguh indah? "Saya tahu pemandangan di atas sana sangat indah." Ucapnya lagi. Jika ia tahu mengapa ia bertanya? Meski diabaikan ia mendongakkan kepala mengikuti arah padang lawan bicaranya, untuk melihat langit malam berhias bintang. Sekali lagi Artha menghiraukan perkataan pria itu.
Baca selengkapnya
Bab 26
  Toko Buku. Sesuai dengan permintaan bang Gomgom, mereka bertemu langsung di toko buku. Alasan yang diberikan bang Gomgom ada urusan mendadak yang tak bisa ditinggalkan. Akhirnya Artha memilih naik G*jek ke toko buku, tidak terlalu jauh dari rumah hanya sekitar 15 menit naik kereta (sepeda motor). Setelah sampai di pintu masuk, ia melirik pergelangan tangannya, masih ada sekitar sepuluh menit lagi dari waktu yang ditentukan. Setelah menimang-nimang beberapa saat ia mengambil pilihan untuk  masuk ke toko buku. Ruangan berpendingin itu seketika menyejukkan kulitnya terasa dingin, berbeda dengan suhu ketika ia berada di luar yang suhunya cukup panas. Ia menatap rak-rak yang penuh dengan buku tertata sangat rapi. Ada sebagian buku yang tidak mengikuti barisannya mungkin saja salah satu pengujung sa
Baca selengkapnya
Bab 27
Bab 27 Mulai posesif.   Mereka bertiga kini berada disebuah kafe yang berada dekat toko buku. Setelah terjadi insiden tarik menarik di kasir toko buku, Artha memutuskan untuk membicarakan kesalah pahaman ini. “Jelaskan!” ucap Agha dengan nada tegas. Tatapan matanya menatap lurus ke arah bang Gomgom. Ia cemburu melihat kedekatan Artha dengan pria dihadapannya. Apalagi saat pria itu mengelus rambut Artha dengan mesra. “Sabar, sayang. Kenalin ini Bang Gogo. Kami sudah berteman sejak kecil dan kami itu satu kampung. Jadi, aku sudah anggap dia seperti abang sendiri. Seperti Bang Rajata,” ucap Artha menenangkan dengan mengelus lengan Agha. Berharap emosi Agha mereda. Bang Gomgom mengulurkan tangannya, “Gomgom,” uc
Baca selengkapnya
Bab 28
 Di Rumah Artha Agha duduk di sebuah sofa yang berada di ruang tamu kediaman orangtua Artha. Ia menelusuri setiap sudut ruangan. Pandangannya jatuh pada dua buah foto pernikahan. Ia mengamati dengan seksama foto pernikahan itu, pria yang sama dengan dua wanita yang berbeda. Jika hanya sekilas mengamati wajah wanita dalam foto maka mereka akan terlihat sama. Yang membedakan adalah warna baju kebaya yang digunakan. Jika pada foto pertama wanita itu menggunakan baju kebaya berwarna cream maka wanita di foto kedua menggunakan baju kebaya berwarna merah jambu.Ia beralih menatap sebuah foto keluarga, pada foto itu Artha dan seorang wanita tengah duduk di sebuah kursi. Ia yakin wanita itu adalah mamaknya Artha. Kemudian di belakang Artha berdiri seorang pria menggunakan setelan jas dengan kemeja berwarna biru senada dengan warna baju kebaya
Baca selengkapnya
Bab 29
 Wajah seram.Ucok tertawa lebar saat mendengar cerita Agha. Tawanya menggema memenuhi seluruh ruangan. Karena ruangan itu tidak kedap suara pastilah sebagian karyawan yang kebetulan melintas mendengar tawa Ucok. Ia merasa senang mendapat hiburan di pagi ini. Jarang-jarang ia bisa melihat ekspresi wajah masam bosnya.“Jadi hanya karena lo lihat foto wajah seram ayah Artha, sepagi ini lo jadi bermuka masam gitu?” ejek Ucok.Agha tak membalas ejekan Ucok. Malah semakin kesal mendengar Ucok menertawainya dan bahkan secara terang-terangan Ucok mengejek.“Puas lo?!” sarkasnya.”Lo mau ngapain ke ruangan gue?”“Nih, banyak berkas yang musti lo tanda tangani,” jawab Ucok me
Baca selengkapnya
Bab 30
Bab 30Alamat rumah.Setelah makan siang di salah satu restoran yang terkenal di kota Medan, Agha mengajak Artha untuk kembali ke kantornya. Ada rasa enggan saat Agha mengajak kembali ke kantor, ia takut menjadi bahan gosip karyawan Agha.Saat mereka akan menuju ke restoran saja para karyawan Agha dengan terang-terangan menatap Artha dengan tatapan tidak suka. Apalagi akan kembali ke kantor mungkin saja Artha akan diterkam karena tatapan mata para karyawan Agha seperti singa lapar yang siap memangsa kapanpun.“Kamu kenapa, Cian kok gelisah gitu?” tanya Agha saat mereka berdua sedang berada di mobil.Hanya mereka berdua, Ucok yang diajak Agha untuk makan siang harus batal ikut karena kawan lamanya ingin bertemu dan mengajaknya makan siang juga. Jadilah mereka makan siang berdua. Itu hanya alasan Ucok saja sebenarnya. Ia sengaja menolak karena tak mau jadi anti nyamuk diantara orang yang sed
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status