All Chapters of Suami Miskinku Ternyata Konglomerat: Chapter 371 - Chapter 380
395 Chapters
Part 370 Tidak Ada Belas Kasihan
Putriku Tasya, lantas membuang kardus bekas susu tersebut tepat di muka bapaknya.Burhan, dengan mulutnya yang masih tersumpal, urat leher dan wajahnya terlihat jelas, rasa pegal yang dia rasa pada mulutnya yang tidak bisa terkatup, mungkin itu yang menjadi penyebabnya. Wajah merahnya sudah penuh dengan tumpahan muntah dan susu coklat yang tadi dibuang Tasya di wajahnya, seolah-olah putri kecilku itu ingin menunjukkan, bahwa aku pun bisa menghinakanmu bapak kep*rat.Kutarik keras kaus kutang Tasya yang menyumpal mulut si Burhan, hingga pria durjana itu terbatuk-batuk keras. Tubuhnya kembali bergetar, air seninya pun terus keluar berulang-ulang. Setengah ember air mentah cukup membuat kantung penampung air seninya luber.Hal pertama, yang dilakukan oleh laki-laki yang dipanggil bapak dan suami ini hanyalah menangis, saat penyumpal itu terlepas dari mulutnya. Sembari meratap memohon ampun, kepada wanita yang dulu pernah disiksanya sampai terkencing-kencing ketakutan. Seorang wanita yan
Read more
Part 371 Gambar Gambar Menjijikkan
"Hatimu terbuat dari apa, Burhan? Semua laki-laki bercerita tentang tubuhku, dan bagaimana rasanya, lalu kau tanggapi seolah-olah ini sebuah percakapan biasa. Ban*aatt kau Burhannn!" Aku kembali berdiri dari sisi ranjang. Kuinjak dan kutendang berkali-kali wajah si Burhan, tidak kuhiraukan jeritan dan lenguhan kesakitan yang keluar dari mulut jahatnya. Hidung dan mulutnya kembali mengeluarkan darah segar."Laknat! Iblis kau baj*Ngan!!" Sembari terus kutendang wajah di bagian hidungnya, hingga patah sepertinya, laki-laki itu menangis meraung-raung kesakitan. Kakiku terus saja menghantam."Bunuh aku Minarsih, bunuh saja aku!" Mulutnya sudah penuh dengan darah, menyumprat keluar dari mulutnya, begitupun wajahnya, matanya melotot menahan sakit dan badannya kembali mengejang."Bunuh? Kau mau cepat-cepat mati, cuihhj! Enak sekali!" Kutendang sekali lagi hidungnya, dengan sekuat tenaga, kembali dia melenguh kesakitan. Setiap dia berteriak yang kurasa bisa terdengar dari luar, maka akan ku be
Read more
Part 372 Mematikan Hatiku
"Sepertinya, kau selalu beruntung, Burhan. Setiap aku ingin menghabisimu, selalu ada saja yang membatalkan," ucapku, sembari duduk di ujung dipan kasur, kembali menatap Burhan tajam.Kubuka sekaleng biskuit pemberian Mpok Usman tadi, mengambilnya satu, memakannya perlahan, mataku tetap menatap Burhan tajam."Kamu tidak lapar, Burhan?" tanyaku, mengambil biscuit ke dua, dan kembali memakannya."Kamu mau kusuapi, Burhan?" tanyaku pelan."Hamm, humm, humm." Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Terhalang kaus dalam yang membungkam mulutnya."Akan kulepas penyumpal mulutmu, jika kau berjanji tidak akan teriak-teriak macam orang yang tidak waras," ancamku, Burhan mengangguk. Kuturuti maunya."Ampuni aku, Sih," ucapnya memohon, aku acuhkan, seolah-olah aku tidak mendengar."Kamu tidak lapar, Burhan? Jika mau, aku suapi biscuit." Sembari memakan biscuit ketiga. Laki-laki bia*ab itu mengangguk. Kuhampiri Burhan yang masih tergeletak lemah."Buka mulutmu, jika ingin kusuapi." Burhan lantas memb
Read more
Part 373 Mengganti Waktu Penderitaan
Selesai mandi, kulihat Burhan masih seperti tertidur. Mulutnya masih menyumpal kaus dalam Tasya yang kujejalkan secara paksa. Tubuhnya terkulai lemas, darah yang sudah mengering menempel hampir di seluruh wajahnya. Mukanya terlihat sudah tidak berbentuk. Membengkak, dengan banyak luka sobek dan lebam, karena pukulan benda tumpul. terlihat sungguh menyeramkan wajahnya. Napasnya terdengar bagai hewan yang baru selesai digorok. Ceceran darah, dan muntahan dari isi perut bercampur jadi satu disekitar pipinya yang menempel di lantai air mani berwarna hitam.Keluar dari pintu kamar untuk melihat ke arah jam dinding, kurang 45 menit lagi dari waktu pertemuan perjanjian dengan Ulpa. Aku sudah memakai baju ganti, mengambil gendongan untuk Tasya yang masih terlihat bagus, karena baru kubeli, lalu mendekati putriku yang masih terlelap tidur. Kuciumi pipinya lembut, Tasya masih belum terbangun. Tertegun menatap ke dalam wajah putriku, mataku mulai kembali mengembang. Betapa paras wajahnya terl
Read more
Part 374 Memulai Hidup Baru
Aku terdiam saat perempuan bernama Ulpa ini menanyakan tentang keberadaan Burhan, sembari berpikir, alasan apa yang akan aku utarakan."Aku mengambil handphone miliknya, saat dia sedang mabuk berat. Dia tidak akan menyadari, di mana dia kehilangan hape-nya. Aku tidak memaksa, jika kau tidak mau juga tidak apa-apa, tetapi jangan salahkan aku jika benda ini kujual kepada orang lain, dan rahasia kotormu menjadi terbongkar," ingatku padanya."Baik, akan aku bayar, aku hanya ingin tahu di mana keberadaan Burhan, itu saja," jawabnya, lalu mengambil sebuah amplop besar dari dalam tas tangan yang dibawanya, lantas meletakkannya di atas meja."Ini uang yang sudah kujanjikan, Mbak," ujarnya, lalu mendorong uang itu untuk lebih didekatkan ke arahku.Aku lantas mengambil uang pemberiannya, dan memasukkan ke dalam tas yang aku bawa, lalu menyerahkan ponsel milik Burhan ke tangan wanita itu."Dari mana aku tahu, jika mbak tidak menyimpan dan memindahkan file-nya di tempat lain," tanyanya menyelidi
Read more
Part 375 Bertemu Orang Orang Baik
Minarsih mengerjapkan matanya. Penglihatannya sudah terlihat berbayang, karena genangan air. Hatinya masih merasakan sakit. Perbuatan dzolim dan biadap yang dilakukan suaminya Burhan terhadap dirinya dan Tasya, masih menggoreskan luka dan rasa sakit yang mungkin tidak akan mudah untuk menghilangkan dari dalam hatinya. Sarah dan Susan diam termangu. Ternyata, ada wanita yang hidupnya sampai mengalami penderitaan yang keji seperti itu. Jauh di dalam lubuk hatinya mereka mengucapkan syukur, jika hal seperti itu tidak pernah terjadi terhadap diri mereka. Berbeda orang, ternyata berbeda juga pengalaman dan perjalanan hidupnya. Hal yang tidak pernah kita alami, tidak pernah terjadi dalam diri kita, bukan berarti itu tidak terjadi terhadap orang lain. Sekali lagi, berbeda orang, berbeda pula jalan hidupnya. Mata keduanya pun sudah berkaca-kaca, mendengar penuturan cerita dari Minarsih. Pantas saja, jika perempuan itu mengernyit kesakitan tadi, saat Sarah dan Susan tanpa sengaja menyentuh
Read more
Part 376 Sahabat Lama
Susan memasuki sebuah kedai yang menjual seblak di depan pasar kampung Sindang Mulya, desa tetangga dari desanya Sarah tinggal. Pikirannya yang pusing karena masalah yang sedang dihadapinya, membuatnya ingin makan seblak yang super pedas. Dia tidak ikut bersama Sarah yang sedang mengantarkan Minarsih dan putrinya Tasya untuk mencari kontrakan buat tamu yang baru mereka kenal itu tinggal. Susan banyak mengambil pelajaran dari cerita yang dia dengar dari Sarah dan Minarsih. Di dalam hatinya ada mengucap rasa syukur. Ternyata, setiap orang memiliki masalahnya masing-masing, bahkan mungkin jauh lebih berat dari yang sedang dia alami saat ini. Setelah memesan seblak yang dia inginkan kepada pedagang. Susan sengaja memilih tempat di sudut ruangan untuk duduk di dalam kios sederhana tersebut. Terlihat olehnya, ada seseorang wanita yang sepertinya hampir selesai menikmati hidangannya. Terlihat dari isi mangkuknya yang hampir habis. "Numpang duduk, ya, Mbak?" tegur Susan kepada perempuan te
Read more
Part 377 Ijin Menikah
15 Tahun SebelumnyaPov Irma"Anakmu sekarang sudah berapa, Irma?"Pertanyaan kawan-kawan sekolah dulu saat reuni SD sampai SMA membuatku sering menelan ludah dan hati yang terasa sakit. Hanya bisa tersenyum tanpa menjawab, bukan sebuah jalan keluar. Pertanyaan-demi pertanyaan akan terus berlanjut. "Irma, kamu kok belum menikah juga sampai sekarang?" Aku menjawab dengan sejujurnya, apa adanya, malah tatapan mata yang seolah-olah sedang mengasihani, bahkan terkadang seperti menyudutkan. Mau tidak mau tetap harus kuterima. Entahlah, saat ini aku jadi tidak suka reunian lagi, ataupun hanya sekadar kumpul-kumpul kawan seangkatan. Aku tidak ingin dianggap berbeda. "Kamu pilih-pilih mungkin?" Memangnya salah, ya, jika kita ingin mendapatkan pasangan yang membuat diri kita merasa nyaman, bukan asal punya pasangan. Aku jadi tidak mau lagi ikutan kumpul-kumpul.Karena, aku tidak ingin dikasihani.÷÷÷Malam ini sepulang kerja lembur, aku langsung membersihkan diri. Mandi, salat, lalu rebaha
Read more
Part 378 Bahan Pergunjingan
Kabar tentang adik bungsuku Naura yang akan dilamar sudah menyebar di wilayah tempatku tinggal. Sama seperti kejadian-kejadian sebelumnya. Saat aku dilangkahi oleh adik-adikku yang lain. Pastinya, akan selalu menjadi bahan omongan, ataupun sindiran dari tetangga sekitar yang memang pikirannya julid. Sakit memang, selalu menjadi bahan omongan. Namun, dari pengalaman-pengalaman yang terjadi sebelumnya, aku jadi bisa lebih percaya diri. Memang sangat sakit ... tetapi, bukannya rasa sakit selalu menjadi bagian kehidupan setiap manusia? Hanya mungkin, masalahnya yang berbeda. Keluargaku adalah pendatang di kampung ini. sudah puluhan tahun tinggal di daerah pinggiran kota besar Jakarta. kami sekeluarga harus tetap menjaga sikap dan adab, itu yang bapakku wanti-wanti dan kepada kami semua. Karena, selama apapun kami tinggal di sini, julukan kami tetap sebagai warga pendatang. Bahkan, aku dan ketiga adik-adikku semuanya lahir di kota ini. "Si Irma mau dilangkah lagi, yee, sama adeknye yan
Read more
Part 379 Malam Mangkat
Malam ini adalah malam mangkat perhelatan pernikahan adik bungsuku, Naura. Setelah selesai acara tahlilan selamatan, team dekorasi pun mulai bekerja. Segala persiapan sedang dikerjakan. Tenda sudah terpasang sedari siang. Taman pelaminan, dekorasi panggung, semua sudah terpasang di samping rumah, di atas lahan lapangan bulu tangkis.Aku dan Ibu sedang asyik menyaksikan kesibukan pemasangan dekorasi hiasan taman pelaminan, dengan banyak bunga-bunga dan daun-daun hijau, serta tanaman-tanaman hias. Ini sudah ketiga kalinya aku hanya menjadi penonton. Menyaksikan adik-adikku, berdiri bahagia di depan kursi pelaminan sana. Tersenyum bahagia menyambut tamu-tamu undangan yang datang dengan perasaan sumringah. Tidak terasa, mengembang air mataku.'Apakah masih ada jodohku' lirih kepedihan di dalam batin. Lalu cepat-cepat menghapusnya, malu jika sampai dilihat orang."Irma, Ibu tinggal ke dalam dulu." Ibu berucap pamit kepadaku. Akan tetapi beliau berhenti sesaat, mungkin karena melihat masi
Read more
PREV
1
...
353637383940
DMCA.com Protection Status