Semua Bab Hartaku Unlimited (Mereka Ingin Membuatku Miskin): Bab 41 - Bab 50
106 Bab
Rencana Mas Dasep
"Ya Alloh, ya Robb, jangan-jangan kamu kontraksi, Mur!" kata Ibu Mertua panik sambil mencoba menangkapku yang mulai terhuyung jatuh.   "Diaamm! Cepat cari bantuaan!" teriakku.   Rasa sakit yang kian mendera membuatku ingin berteriak. Sungguh, baru kali ini aku merasa sakit seperti ini, mungkin begini rasanya hendak melahirkan.  Ibu Mertua semakin panik, saking paniknya dia jadi tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Beruntung ada Azkia menghampiri kami.  "Mbak Mur, biar kupanggilkan becak," kata Azkia.  Dia pergi menuju pangkalan ojeg di gapura masuk kampung ini, di sana juga ada tukang becak mangkal.  "Murni,
Baca selengkapnya
Perubahan Ibu Mertua
"Gak apa, Mur. Mas lihat Ibu sudah melunak sekarang, dia kan sudah jadi nenek. Lagipula ada Bapak juga di rumah, Bapak pasti akam membelamu kalau Ibu atau Mila berulah," kata Mas Dasep, meyakinkanku. "Mas harus terima pekerjaan ini, agar utang kita cepat lunas. Gak baik kan, berutang lama-lama," lanjutnya.   "Ya, Mas. Aku juga gak tenang kalau punya utang. Semoga saja Ibu memang benar-benar berubah setelah jadi nenek. Entah mengapa, aku jadi was-was begini, Mas, kayak parno gitu. Padahal, biasanya aku bisa tenang," kataku.  "Mungkin efek melahirkan, ada perubahan hormon atau apa, yang penting jangan banyak pikiran."  "Kata orang, mertua hanya akan sayang pada cucunya aja, Mas. Kalau sama menantunya masa bodo," kataku lagi.  "Huss
Baca selengkapnya
Tak Boleh Mengurus Bayi
"Mila, cepat ambilkan!" Ibu mendesak Mila lagi saat adik iparku itu hanya diam saja.  "Gak apa, Bu. Aku gak apa-apa kok, aku sudah merasa sehat. Tak pelru minum jamu," kataku.  Entah mengapa aku jadi merasa se-parno ini dengan perubahan sikap Ibu Mertua. Jujur, aku berpikiran macan-macam. Aku takut dijahati.  "Ini jamu khusus untuk perempuan yang baru melahirkan. Mau sehat atau gak sehat, harus minum jamu ini. Ibu juga dulu gitu setelah melahirkan Dasep dan Mila. Sudah, kamu nurut saja, jangan banyak membantah. Ibu lebih pengalaman dari kamu," tegasnya.  Tak lama, Mila kembali dari dapur membawa segelas jamu. Ibu Mertua memaksaku untuk meminumnya. Dengan ragu, aku pun menurut. Jamu ini rasanya pahit, bahkan setelah masuk tenggorokanku pun, rasa pahit
Baca selengkapnya
Sindiran di Acara Syukuran
"Ini cucu pertamaku, aku ingin mengurusnya." Ibu berkata sambil beranjak pergi ke kamar menggendong bayiku yang mulai menangis.   Mas Dasep menyuruhku menyusul ke kamar untuk menyusui bayi. Dan menyuruh Mila membereskan semua piring kotor dan sisa makanan.  Sementara Bapak Mertua dan Mas Dasep melanjutkan perbincangan, kudengar mereka merencanakan acara aqiqah sekaligus syukuran rumah baru  *  Tujuh hari berlalu sejak kelahiran anakku. Kehidupanku berjalan normal, meski ada beberapa bagian dan rutinitas yang berbeda.  Mulai dari mengurus bayi, semua dilakukan oleh Ibu Mertua. Dia memperlakukan bayiku seperti anaknya sendiri, aku hanya bertugas menyusui dan tidur dengannya
Baca selengkapnya
Seperti di Sinetron Azab
"Bu RT ngomong sama siapa, sih?" tanya Bi Munah.   "Ah, enggak kok," jawab Bu RT.  "Kok, dari nada bicaranya terdengar nyindir gitu?"  "Aduh, biasa lah ada orang yang mendadak terkenal gara-gara beli rumah baru, terus ngadain acara syukuran. Niatnya mungkin mau sekalian pamer ya, tapi sebenarnya itu rumahnya belum lunas." Bu RT menjawab sambil beranjak pergi, dan pamit pulang duluan.  Aku benar-benar jengkel terhadap Bu RT yang satu itu, untunglah dia segera pergi. Sementara ibu-ibu mulai meributkan siapa yang dimaksud oleh Bu RT, sepertinya mereka memang tidak menyadari bahwa barusan Bu RT menyindirku.  "Eh, sebenernya Bu RT tadi ngomongin siapa sih?" 
Baca selengkapnya
Menerima Undangan 'Perang'
"Ibu ini ngomong apa? Sudah, jangan berpikiran macam-macam. Kita tinggal di sini sampai Dasep pulang. Tak usah lah repotkan menantu kita. Lagipula, masih ada Mila yang harus kita urus."    Aku mendengar Bapak Mertua menolak usulan Ibu.  "Apa Bapak lupa ya, waktu itu kan Murni juga ngajakin tinggal bareng," balas Ibu Mertua.  "Iya, tapi Ibu sudah menolaknya. Lagipula, Bapak tidak mau tinggal di sini malah merepotkan nantinya. Sudah lah jangan mikir macam-macam!"  Aku segera menjauh dari depan kamar mertua. Bayiku menangis, aku tidak ingin ketahuan barusan sudah tak sengaja menguping pembicaraan mereka.  Entah kenapa bayiku jadi rewel, kugendong dan kuberi asi pun tak m
Baca selengkapnya
Dendam RT dan Aib Mila Terbongkar
Gorden rumah Bu RT juga tertutup, sepertinya memang tak ada orang di dalam. Tadinya aku berniat pulang saja, tapi kemudian ujung mataku menangkap seseorang mengintip lewat gorden itu dari dalam.  Akhirnya kugedor lagi pintu rumahnya. "Saya tahu ada orang di dalam. Keluar lah, saya ingin bicara!" kataku.  Gagang pintu menurun, Pak RT kini berdiri di hadapanku dengan muka masam. Ya, kejadian malam lalu ketika dia bertamu ke rumah, dan juga kabar Mas Dasep akan dipilih untuk menggantikannya, membuat Pak RT terang-terangan memusuhi keluargaku.  "Saya ingin bertemu dengan Mbak Ayu dan Bu RT," kataku.  "Mereka sedang tidak ada," jawabnya ketus.  "Jangan bohong." Aku memaksa. 
Baca selengkapnya
Pacar Mila
"Siapa memangnya dia, Bu?"Bukannya menjawab, Ibu Mertua malah semakin kencang menangis. "Pasti dia sudah berbuat macam-macam dengan lelaki itu. Kalau bapak mertuamu sampai tahu, Mila akan disiksa habis-habisan!" katanya. Rasa penasaranku semakin tinggi, namun aku juga tak bisa bertanya karena situasinya tak memungkinkan. Ibu sangat terpukul. "Kamu jangan tanya dia siapa. Ibu bahkan tak sudi menyebut namanya!" kata Ibu dengan sedikit berteriak. Dari luar rumah, terdengar suara motor, aku keluar untuk melihat siapa yang datang. Ternyata Mila. Segera aku kembali ke kamar untuk memberitahu Ibu Mertua. "Bu, Mila sudah pulang. Ayo kita keluar dari sini. Simpan HP nya di tempat semula," kataku. Kami buru-buru keluar kamar dan menyimpan HP Mila di atas kasur. Dalam keadaan masih terpukul, Ibu sedikit berlari menuju kamarku sambil menarik tanganku. "Sana kamu ke warung, tad
Baca selengkapnya
Bapak Marah
"Dia anak lelakiku, yang dikejar-kejar Mila adik iparmu itu! Dasar kecentilan saja tuh si Mila ngebet banget sama Zaki," kata Bu RT. Otomatis aku mati kutu begitu Bu RT bilang seperti itu. Kulihat Zaki melempar senyum padaku, namun entah mengapa aku menangkapnya sebagai ejekan. "Kalau kamu mau sebar bukti tentang kami, kami pun akan sebar bukti aib adik iparmu itu! Zaki punya kartu As nya!" celetuk Ayu. "Semua foto-foto dan video Mila ada di tangan Zaki. Jadi, kamu jangan macam-macam, Mbak Murni. Ya, kecuali kalau kamu memang ingin keluarga besarmu dipermalukan!" timpal Bu RT. Dugaanku pasti benar, selama berhubungan dengan Zaki lewat HP, Mila pasti banyak mengirimkan foto dan video pribadinya kepada lelaki itu. Astaghfirullah, kelakuannya bikin malu saja. Kalau begini, aku jadi tak bisa menjawab gertakan Ayu dan Bu RT, kan! Rasa malu sudah tergambar jelas di wajahku ini, mulutku pun terkunci
Baca selengkapnya
Aib Tersebar
"Ampun, Pak! Ampun!" teriak Mila. Dia berjongkok sambil menangkupkan kedua tangan di dada memohon belas kasihan Bapak Mertua.Namun Bapak seolah tak peduli dan tak mendengar, dia termakan amarah dan terus menyirami Mila. Bahkan, kini menjambak rambutnya."Sakit, Pak!" rintih Mila."Ampun! Ampuni aku!" Mila terus memohon namun tak berarti apa-apa. Bapak tak mau mengampuni dan terus menyirami Mila. Tubuh Mila sudah basah seluruhnya. Tak cukup dengan menyirami saja, Bapak kini mengambil gunting dari kotak yang terpajang di dinding kamar mandi, kemudian Bapak mengguntingi rambut Mila dengan penuh amarah."Jangan, Pak! Jangan gunting rambutku, jangan! Ampun! Bu, tolong!" kata Mila, memohon pada Bapak dan minta tolong pada Ibu."Eling, Pak! Ada apa ini?!" Ibu Mertua yang sejak tadi melihat dengan panik, kini angkat bicara. Ibu sama bingungnya denganku yang tak mengerti sikap Bapak.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status