All Chapters of Alvaro Sang Genus: Chapter 31 - Chapter 40
72 Chapters
Bab 31. Ancaman
          Davira muncul empat hari kemudian ke hadapan Alvaro di taman samping Rumah Berwarna dengan rambut tergerai. Tubuhnya dibalut dress putih bermotif bunga-bunga kecil. Anggun dan sangat menawan. Alvaro tercengang, hampir tak mengenalinya. Tapi sorot tenang dan percaya diri yang terpancar di mata gadis itu meyakinkan Alvaro, itu adalah gadis yang sama dengan yang ia jumpai di Boobsger.          “Kenapa kamu merubah penampilanmu?” selidik Alvaro. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tak ada penjaga.          “Setelah berita kriminal tempo hari, aku merasa seseorang terus membuntutiku. Ini membahayakan RB. Jadi aku merubah penampilanku saat keluar.”          “Kamu bukan seperti Davira. Tapi seperti kembarannya.” Alvaro tersenyum, m
Read more
Bab 32. Harus Menikah
          Serentak semua orang yang berada dalam ruangan itu menoleh keluar. Bocah-bocah panti berlarian menuju pintu. Penjaga masih bersungut-sungut mengawasi sepasang muda mudi itu. Alvaro segera paham situasi. Dia mempererat genggamannya pada jemari Davira.           “Maaf, Pak. Kami baru jadian. Di panti ini banyak yang mengawasi, jadi kami bersembunyi di situ. Yah, kukira itu tempat yang aman karena pepohonannya rimbun. Ternyata ah, aku salah. Maaf, kami tidak akan berkencan di sekitar sini lagi.” Alvaro menggaruk belakang telinganya.           Davira terkejut dengan pernyataan Alvaro. Namun segera gadis itu menunduk, memasang raut malu-malu. “Maaf Metira, sudah kubilang padanya, jangan di situ. Lihatlah, adik-adik ini ikut menonton kita,” ungkapnya.           “Maaf, Sayang.” S
Read more
Bab 33. Sebuah Misi Pernikahan
           Jantung Alvaro seolah hendak melompat keluar dari kerongkongan mendengar ucapan Metira. Davira bahkan berpegangan pada kursi agar tak limbung. Ucapan Metira membuat jantung keduanya berdetak lebih cepat.          “Me-mengapa harus menikah?” Alvaro gagap seketika.          “Ya, nggak harus seekstrim itu juga, ‘kan?” Raut Davira memucat.          Metira menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Ya, harus. Misi ini harus sempurna.” Perempuan itu mengerjap. “Bukankah kau ingin mengetahui alasan Simurgh Sajm menculikmu dan alasan kami mempertahankanmu, Alvaro?”          Hening. Alvaro mengangguk pelan.          “Bukankah kau
Read more
Bab 34. Kamar Pengantin
         Davira menatap keluar jendela dengan gelisah. Ia gadis yang tenang, tapi tidak kali ini. Cincin pernikahan yang baru disematkan Alvaro di jari manisnya sudah puluhan kali ia putar-putar dengan telunjuk dan jempolnya. Alvaro bukannya tidak memperhatikan. Ia juga tak kalah gugup. Ia senang Davira bisa sering bersamanya nanti. Tapi umurnya baru sembilan belas tahun dan ia tak punya banyak pengalaman menghadapi perempuan, apalagi seorang istri.          “Bisakah kamu menghentikan gerakanmu itu, Dav? Kamu perempuan paling tenang yang pernah aku temui. Menyusup ke dalam sarang musuh dan dikeroyok saja kamu bisa lakukan dengan bibir tersenyum. Kenapa saat ini tidak? Ini mengganggu konsentrasi menyetirku,” kata Alvaro.          “Ah, sialan kau, Alvaro. ini jauh lebih menegangkan dari pada misi-misi sebelumnya. Aku tak pernah membayangk
Read more
Bab 35. Sebuah Nama Panggilan
Davira terdengar seperti kesulitan bernapas saat melanjutkan ceritanya. “Aku pernah memiliki teman sekamar. Di Familia, ia bertugas menjadi seorang pemburu. Kamu tahu pemburu? Mereka adalah Familia yang berada dalam mobil untuk menjemput Spesies saat kita menekan tombol pemanggil. Setiap malam ia bermimpi buruk. Melihat anak-anak meraung, mengerumuninya. Akhirnya ia memutuskan untuk selalu terjaga. Kelelahan dan rasa bersalah yang dalam menyiksanya. Suatu hari, saat aku ke kamar selesai bertugas, aku menemukannya ….” Davira memucat. “… menemukan tubuhnya tergantung di langit-langit kamar. Ia depresi dan mengakhiri hidup. Itu mengerikan sekaligus menyakitkan.” Tatapan Davira hampa. “Kami takut menikah apalagi memiliki anak. Kami dibayang-bayangi akan adanya karma bahwa anak kami akan mendapatkan balasan yang sama. Hidup normal itu terdengar seperti omong kosong.” Alvaro mengelus punggung perempuan itu untuk menenangkannya. “Sebenarnya, tanpa pernikahan i
Read more
Bab 36. Piknik
“Balakosa Park?!” pekik Davira melihat tempat yang dikatakan indah oleh Alvaro. Sebuah danau terbentang, di kelilingi pepohonan rindang yang rantingnya menjulur rendah, seolah siap merangkul siapa saja yang berteduh di bawahnya. Hamparan bunga berwarna-warni tumbuh di sebelah luarnya. Mau tak mau Davira harus mengakui tempat itu memang indah. Ada beberapa pasangan dan keluarga yang berada di sana selain mereka. Davira merasakan dadanya menghangat. Ia tersadar Alvaro sedang menggenggam jemarinya cukup erat. Tatapan Alvaro lekat pada tepi danau, tepat pada lokasi ditemukannya Ribby dan tempat ia diculik. “Al,” panggil Davira lembut. “Kau tak perlu mengajakku ke sini kalau kau belum siap. Masih banyak tempat indah yang lain,” bisiknya. Alvaro menggeleng. Ia menarik Davira lebih dekat ke lokasi tersebut dan mulai menggelar karpetnya di sana. Davira menghela napas lalu membantu Alvaro menata perbekalan. “Aku harus melawan setiap ketakutanku.
Read more
Bab 37. Ario VS Moreno
“Dari mana kamu kenal orang ini, Al?” tanya Davira. mereka kini berada dalam mobil. Davira duduk di jok belakang bersama lelaki yang diburunya sementara Alvaro berada di belakang kemudi. “Dia, salah satu dosenku. Dokter Moreno. Tapi aku belum mengambil mata kuliahnya.” Alvaro mengamati lelaki itu melalui spion mobil. Ia yakin betul lelaki itu Dokter Moreno. “Jadi, Anda sekarang sudah berganti nama, Dok?” “Aku tidak berganti nama. Ario itu namaku. Moreno juga namaku. Lengkapnya Ario Moreno. Kau yang tidak teliti, Alvaro.” Lelaki itu bersungut-sungut. Melepas kacamatanya, mengelap dan memakainya kembali. “Hah? Iya aku ingat sekarang! Aku melihat nama Anda di diktat kuliah Anda yang ada di perpustakaan!” seru Alvaro. “Aku sering memperhatikanmu, tapi kau tak memperhatikanku, Alvaro.” Dokter Moreno memutar matanya. “Dokter Ario eh Moreno, ah terserahlah. Kenapa Anda memperhatikan Alvaro? Apa ia terlalu menyolok?” selidik
Read more
Bab 38. Sebuah Keluarga
Sebuah ketukan di pintu. Di baliknya, muncul wanita berpiyama. Tampak cemberut saat melihat Moreno muncul dengan wajah kusut. “Kenapa pulangnya telat? Kasihan Dhia menunggumu dari tadi. Dia udah nggak sabar liat foto-fotonya,” gerutunya. “Mohon maaf tadi aku ketemu teman lama. Sepertinya, kau juga mengenal mereka,” lirih Moreno. Tubuhnya bergeser dan terlihatlah dua tamu yang ia bawa. Alvaro dan Davira. Semula wanita itu tersenyum samar saat melihat Alvaro. Namun saat melihat Davira, senyumnya luruh dan tubuhnya gemetar. “Kenapa kau membawa mereka ke sini, Reno?” Wanita itu terkejut. “Dokter Shara?” Alvaro mengerutkan dahi. “Kalian suami istri?”Belum habis keterkejutan Alvaro, seorang bocah perempuan muncul dari belakang wanita itu. “Papa sudah pulang? Mana foto-fotonya? Aku ingin lihat, Pa,” ujarnya. Wajahnya yang mirip Dokter Moreno semringah. Alvaro termangu. Davira bahkan kehilangan kata-kata. “Tolong jangan ganggu kelua
Read more
Bab 39. Golden Blood
Jika boleh memilih, Alvaro ingin menjadi seorang yang biasa-biasa saja. Bukan manusia langka yang keberadaannya bahkan diperebutkan oleh dunia. “Apa artinya, Dok? Apa istimewanya?” tanya Alvaro. “Darahmu memiliki Rhesus Null atau Rh Null yang artinya bisa cocok dengan semua orang dan semua DNA. Maka jika ada orang yang memiliki kelainan genetika atau kelainan darah, maka sumbangan darahmu akan sangat berharga bagi mereka. Intinya, dengan darahmu, kau bisa menyelamatkan banyak orang, Alvaro.” Kata-kata Dokter Moreno mengalir dengan penuh tekanan. “Lalu, bagaimana jika Alvaro yang membutuhkan darah? Tipe darah apa yang bisa membantunya?” tanya Davira hati-hati. “Darah dengan tipe Golden Blood sangat langka. Hanya ada sekitar dua puluh tiga manusia. Belum ada kabar apakah sudah ada yang meninggal. Jika ada, maka jumlahnya pasti akan lebih kecil dari itu. Jadi saranku ….” Dokter Moreno menjilat bibirnya yang kering. “Ia harus lebih berhati
Read more
Bab 40. Pernyataan Terindah
Alvaro menarik tubuh Davira untuk mendekat. Davira berbau udara segar dan musk. Rambutnya terasa masih basah di tangan Alvaro. Matanya yang selalu terbuka, menelisik dan waspada meredup. Alvaro tergoda. Tapi ia tersadar. Ia tak bisa bersama Davira hanya untuk melupakan rasa sedih. Lelaki itu beringsut menjauh. Untuk beberapa saat, mereka terbaring memandang langit-langit kamar dalam diam. “Maaf,” kata Alvaro. Davira menjawab dengan lembut. “Jangan minta maaf.” Ia menoleh. “Kau akan baik-baik saja.” “Kita akan baik-baik saja,” tegas Alvaro. “Ya, kita.” Davira mengangguk. Alvaro mendekat kembali. Meletakkan kepala Davira di lengannya dengan pelan. “Kumohon satu hal, berhentilah merasa bersalah karena telah menculikku,” ucapnya hati-hati. Pupil Davira melebar. Ia membuat gerakan seolah ingin bangun tapi Alvaro menahan bahunya sehingga ia tetap berbaring dengan dada turun naik. Ia tak ingin menangis. Tapi bera
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status