All Chapters of Pengantin yang Tertukar: Chapter 11 - Chapter 20
40 Chapters
Maaf
William dan Ella sudah sampai di kamar mereka. Secepat mungkin William menurunkan Ella karena rasanya tangannya hampir patah. "Will, apa kau yakin baik-baik saja?" tanya Ella yang melihat William mengibas-ngibaskan kedua tangannya berkali-kali. "Tidak, aku hanya ingin meregangkan ototku saja. Ayo makan bersama, aku sangat lapar." William membuka paper bag lalu menatanya di atas meja dengan piring-piring yang tersedia di dalam kamar itu. Ella masih terngiang-ngiang daging steak dua juta yang belum habis tadi. Ia duduk dengan lesu dan memakan makanannya. "Apa tidak enak?" tanya William yang heran melihat reaksi Ella. "Enak, tapi aku menyayangkan sisa steak tadi. Harusnya kita bungkus saja." Ella memainkan sendok di atas piringnya. "Ketahuilah, Ella, sekarang steak itu sudah ada di tempat sampah atau di perut seseorang. Menyesal pun tidak berguna. Steak sudah pe
Read more
Aku Suamimu
Keesokan paginya, Ella yang baru saja bangun dari tidur terkejut kala merasakan ada sesuatu yang berat tengah menekan perutnya. Samar-samar ia melihat dan ternyata itu adalah tangan William. Mata Ella terbelalak. Bukan hanya karena William tengah memeluknya, namun juga karena melihat tubuh bagian atas William polos tanpa baju. Bentuk tubuh atletisnya berhasil membuat Ella tertegun. Sepertinya, karena kepanasan, ia membuka bajunya dan karena tidak nyaman di sofa, ia tidur di ranjang bersama Ella. Ella berusaha menggeser tangan William dari tubuhnya. Itu bukanlah hal sulit baginya karena pada dasarnya tenaganya memang lumayan kuat. Itulah kenapa kemarin gebrakan tangannya di restoran membuat meja restoran itu bergetar. Jika saja William sudah membuka mata, mungkin saat ini Ella akan berpura-pura menjadi wanita lemah. Ella berjalan ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Setelah itu, ia bersantai di balkon kamar hotel ters
Read more
Pulang
Waktu terus berlalu, hari ini adalah jadwal kepulangan William dan lainnya. Mereka merasa sangat puas setelah berlibur di negara itu. Ketika sudah sampai bandara, mereka sudah dijemput oleh supir masing-masing. Tidak ada pengawal sesuai permintaan William. Memang sejak kecil, ia dan Harry tidak mau dikawal seperti raja. Mereka ingin hidup seperti biasa. Sepanjang perjalanan, Ella lebih banyak diam. Ia melihat ke luar jendela mobil sambil memikirkan sesuatu. "Apa kau senang?" William membuka suara. "Aku senang. Ini kali pertama aku ke negara itu." Menoleh ke arah William dan tersenyum. "Kau bisa ke negara manapun yang kau mau. Swiss, Korea, Spanyol. Kemanapun yang kau suka." "Kenapa kau malah mengatakan ini? Apa kau ingin berlibur lagi? Bagaimana dengan pekerjaanmu? Maksudku, tidak ada CEO yang tidak bekerja kecuali di dalam cerita novel." Ella menatap William
Read more
Mabuk
William dan Ella baru saja sampai rumah. Mereka segera membersihkan diri di kamar masing-masing. Pada malam harinya, mereka makan malam bersama. William tampak diam dengan wajah dinginnya. Sesekali Ella melirik berharap William mau membuka pembicaraan. Namun sampai makan malam selesai, William tak juga berbicara. Hingga saat Ella melihat William memakai pakaian yang tidak biasa, ia memberanikan diri untuk bertanya. "Mau kemana, Will?" "Apa aku harus memberitahumu kemana pun aku pergi?" Menatap dingin. "Aku hanya bertanya. Kenapa kau marah?" "Karena itu, jangan campuri urusan pribadiku." William pergi meninggalkan Ella yang masih diam mematung. "Apa salahku? Aku kan hanya bertanya?" gumam Ella sambil tertunduk sedih. "Siti." Ella menghampiri kepala pelayan di rumah itu. "Iya, Nona." 
Read more
Kau Istriku
Ella dan William sudah sampai kamar. Ella langsung merebahkan William ke atas ranjang. Membuka sepatu, mengeluarkan ponsel, dompet, lalu membuka jaketnya. Ella bermaksud meluruskan kaki William agar kaki kirinya tidak keluar dari ranjang. Namun tanpa disangka, William menariknya hingga ia jatuh ke atas tubuh William. Ella ingin berdiri namun William memeluk tubuhnya dengan erat. "William, lepaskan." Ella berusaha melepaskan tangan William. Namun anehnya ia tidak bisa. Seakan-akan William menjadi kuat saat mabuk. "Kau mau kemana, Ella? Menemui si berengsek itu?" tanya William sambil menatap Ella dengan penuh nafsu. "Tidak, lepaskan, Will" Ella kembali memberontak namun tenaganya kalah oleh William. "Oh jadi kau mau menemui si berengsek itu, ya?" William terlihat begitu emosi. Ia membalikkan posisi mereka.  Kini Ella berada di bawah dan William berada di a
Read more
Pamer
"Baiklah, kita sudah selesai makan. Sekarang katakan bagaimana seorang suami bisa bertemu mantan di club malam." Ella meletakkan gelasnya setelah tegukan terakhirnya. William yang hendak menyendokkan makanan ke mulutnya kembali meletakkan sendok ke piringnya. "Sayang, kau yang sudah selesai. Aku belum. Sepertinya kau sangat lapar." "Aku? Bukan aku yang kecepatan makan. Tapi kau yang menambah porsi makanmu, ingat?" "Iya, iya. Aku habiskan dulu makananku, ya." William membelai pipi Ella dengan lembut. "Ehmmm."  Suara deheman seseorang mengejutkan mereka. "Wah wah, pengantin baru masih kurang bulan madunya?" Haira menghampiri mereka yang masih berada di ruang makan. "Ibu, apa kabar. Aku merindukan ibu." Ella memeluk Haira, ibu mertua kesayangannya. "Ibu juga merindukan kalian. Mana oleh-oleh ibu?" Haira menadahkan tangan kepada William
Read more
Bulan Madu Kedua
Hari ini William akan kembali bekerja di kantor. Ella tengah memasangkan dasi untuknya. Namun, jiwa-jiwa pengantin baru masih menempel pada diri William. Sepanjang Ella memasang dasi, William terus saja mencoba mencium bibirnya. Bahkan saat ini tangannya memeluk erat tubuh Ella. "William, lepaskan. Aku kesulitan memasangkanmu dasi kalau kau terus memelukku." "Aku kan hanya memeluk. Masa tidak boleh." "Ingat, kau akan ke kantor. Ada rapat besar hari ini."  "Haah, membosankan. Apalagi hari ini dia juga datang." William membuang nafas kasar. "Dia siapa?" "Ayah akan melaunchingkan produk barunya dengan menggunakan model." "Maksudmu Jesika ada di sana?" "Tumben cepat tanggap." William mencubit hidung Ella. "Jika itu tentang pelakor tentu aku cepat tanggap. Ya sudah, pergilah. Tetapi saat jam makan
Read more
Insiden
Selena sedang tergesa-gesa menuju ruang rapat. Kedua tangannya mengepal erat, wajahnya berubah masam. "Enak saja dia. Aku sudah menunggunya cukup lama dan dia malah enak-enakan bersama Kania." Sesampainya di depan ruang rapat, Selena melihat ayah mertuanya, Aiden yang sedang berbicara dengan rekan kerjanya. Melihat Selena yang tampak emosi, Aiden buru-buru menyudahi pembicaraan dengan rekan bisnisnya lalu menghampiri Selena. "Selena," panggil Aiden. Selena menghentikan langkah dan menoleh ke sumber suara. "A-ayah. Maaf, aku tidak melihat." "Kau mau kemana buru-buru begitu." "Ayah, kenapa Harry dan Kania masih berada di dalam?" "Oh, mereka sedang membicarakan masalah proyek terbaru yang akan mereka kelola." "Kenapa harus berdua, Ayah?"  "Banyak CCTV di dalam, Selena. Kau jangan khawatir." Aide
Read more
Pengakuan
Orang tua Harry dan orang tua Selena sudah sampai rumah sakit setelah mendengar kabar insiden yang dialami Selena. Mereka terlihat sangat panik dengan keadaan Selena yang masih belum sadar. "Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya ibu Selena sambil menangis tersedu-sedu. "Ada orang yang sengaja mencelakai Selena. Dia mengunci Selena di dalam ruang pendingin, Bu," sahut Harry dengan ragu. Ia merasa orang yang paling bersalah dalam insiden ini. "Ya Tuhan, anakku." Ibu Selena memeluk dan menciumi anaknya. "Sabar, Bu. Kita berdoa saja semoga Selena baik-baik saja." Ayah Selena berusaha menenangkan. "Harry, apa yang sudah kau perbuat sehingga Selena seperti ini?" Haira menatap Harry dengan tatapan tajam. Namun, belum sempat Harry menjawab, terdengar suara lemah memanggil namanya. Mereka menoleh ke sumber suara dan ternyata Selena sudah sadar.
Read more
Gagal
Hari ini, Selena pulang dari rumah sakit karena keadaannya yang sudah membaik. Orang tuanya dan orang tua Harry juga ada di sana untuk ikut mengantar mereka ke rumah Harry. Sedangkan William dan Ella tidak ikut karena William sedang ada pekerjaan penting. Di rumah Harry, mereka sedang duduk di ruang keluarga. "Rumah ini begitu besar untuk kalian tempati berdua. Kenapa tidak menambah satu atau dua orang lagi," ucap Haira. "Memangnya siapa yang akan kami rekrut menjadi penghuni rumah ini, Bu?" tanya Harry. "Siapa? Tentu saja anak kalian," sahut Haira. "Itu masih lama, Bu. Selena dan aku be....aduh!" Harry meringis saat merasakan kaki Selena menginjak kakinya. "Iya, Ibu mengerti. Masih lama karena belum dibuat kan? Kau sama polosnya seperti Ella." Haira menggelengkan kepalanya. "Kalau bisa jangan lama-lama, ya. Kami ingin sekali menimang cuc
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status