Semua Bab DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU: Bab 51 - Bab 60
190 Bab
DRAMA KOLOSAL
51Mas Pandu membantuku berdiri dan kembali duduk di tepi tempat tidur. "Mas, boleh pinjam HP sebentar?" "Untuk?""Mau nelpon Ayah. HP-ku entah di mana, aku lupa nyimpen."Mas Pandu menyodorkan ponselnya yang segera kuambil lalu menghubungi Ayah. Kemudian, ia menghampiri Ibu yang selalu menatapnya sinis. "Ibu, mari kita ngobrolnya sambil minum teh di depan," ajak suamiku sopan sambil mempersilahkan Ibu keluar. Walaupun dengan angkuh, akhirnya ibu keluar. Aku jadi leluasa menelepon Ayah. "Assalamualaikum, Yah, masih kerja?" sapaku begitu ayah mengangkat teleponnya. "Bentar lagi, Sayang, ada apa?" jawab ayah di seberang. "Ayah pulang kerja langsung ke sini, ya, Ibu ada di sini.""Lho, ngapain Ibu kamu? Kok, nggak nunggu Ayah pulang dulu?""Au, tuh. Lagi main drama.""Drama apa?""Drama kolosal, kayaknya kebanyakan nonton sinetron ikan terbang.""Kamu ngomong apa, Al?" tanya ayah heran."Udah, pokoknya pulang kerja Ayah mampir sini, ya. Ibu meresahkan."Aku menutup panggilan setela
Baca selengkapnya
RINDU
52"Andai aku punya ibu, mungkin hidupku tidak akan menyedihkan seperti ini, terutama di saat cinta Papa harus terbagi untuk istri baru Papa. Setidaknya, aku masih punya tempat berbagi. Sebenarnya di mana ibuku, Pa?" Tangis Prisa semakin menyayat hati.Sepertinya Mas Pandu memeluknya dan membenamkan wajah Prisa di dadanya, karena terdengar tangisnya yang agak teredam. Di balik dinding ini, aku tidak bisa menahan air mata. Prisa, sahabatku, ternyata hatimu begitu rapuh. Hidupmu kosong dan keberuntungan belum berpihak padamu. Maaf, kalau kehadiranku dalam hidup kalian malah membuatmu merasa tersisih. Apa aku begitu jahat telah merebut cinta ayahmu? Padahal bukan mauku juga berada di posisi ini. Ya Tuhan, maafkan aku bila sudah menyakiti hati sahabatku. Perlahan aku melangkah menjauh dengan ikut merasakan kesedihan Prisa, sebelum mereka tahu aku menguping. Semoga kamu segera mendapatkan kebahagiaan, Pris. ***Sore ini dengan mengesampingkan rasa pusing dan mual yang masih mendera, aku
Baca selengkapnya
KABAR ITU
53Tubuhku bergetar hebat dengan tulang-tulang yang serasa dilolosi dari persendian. Tangan berkeringat dingin dan pandangan nanar saat berdiri di depan bangunan bercat hijau muda dengan papan besar bertuliskan Klinik Umum dr. Ainun Khairunnisa. Mas Pandu mencoba menguatkan dengan terus menggandengku semenjak turun dari mobil. Kalau kalian bertanya bagaimana bisa aku mau diajak ke sini, itu karena Mas Pandu menipuku.Dia menutup mataku dengan kain hitam dan mengatakan akan membawa ke suatu tempat indah yang akan membuatku merasa lebih baik. Pagi tadi aku diserang mual dan muntah hebat lagi. Kukira benar dia akan membawa ke tempat indah dan romantis seperti di film-film."Ayo, masuk biar tidak terlalu antre," katanya lembut seraya terus menggenggam tanganku. Aku menggeleng. "Perutku mual, Mas," kilahku lemah.Bukan alasan, karena perutku benar-benar mual, membayangkan di dalam sana menyeruak aroma obat-obatan menusuk hidung. Setelah itu, aku benar-benar mengeluarkan semua sarapan yan
Baca selengkapnya
PELAKOR?
54Mas Pandu menjalankan mobil dengan wajah berbinar bahagia. Tangan kirinya selalu menggenggam tanganku, kecuali saat harus mengendalikan kemudi dengan dua tangan. Aku juga bahagia dan bangga akan segera mengabulkan harapan orang-orang tersayang. Aku akan segera memberikan seorang anak, seorang adik, juga seorang cucu yang yakin akan membuat hidup kami lebih lengkap. Tak sabar untuk segera sampai rumah. Ingin mengabarkan pada orang tuaku. Beberapa meter lagi mobil kami akan sampai di rumah, Mas Pandu memelankan laju mobilnya. Kami masih saling lirik dan tersenyum dalam kebahagiaan. Saat mencapai gerbang, senyum di wajah seketika memudar melihat Tante Mira berdiri di depan pagar rumah kami sambil bertolak pinggang. Kami saling pandang, heran. Ada apa gerangan janda gatal itu? Mas Pandu keluar karena Tante Mira berdiri menghalangi jalan. Sementara aku masih di dalam mobil memperhatikan mereka."Maaf, Mir. Ada yang bisa dibantu?" tanya suamiku sopan. "Mana istri tengilmu itu, Mas?"
Baca selengkapnya
DUA KABAR
55Seiring berjalannya waktu, pesona Aldo memudar karena kami tidak pernah bertemu lagi. Semua kenangan bersamanya seakan jadi lembaran usang yang aku lupa menyimpannya di mana. Bahkan wajahnya pun tidak ingat sama sekali. Lalu, sekarang saat dia kembali dan aku sudah tak sendiri, apa itu salahku? Sementara kami tak pernah punya kesepakatan apa pun. Dia bilang tak pernah mengenal gadis lain, karena selalu mengingat Alvina, apa itu salahku? Dia tak pernah mencintai gadis lain, karena masih menyimpan nama Alvina di hatinya, apa itu juga salahku? Bukankah kita semua punya pilihan hidup sendiri-sendiri yang tidak bisa orang lain paksakan? Aku memilih move on dan menjalani hidup dengan normal, hingga menemukan kebahagiaan. Lalu, kenapa dia masih terkungkung dengan masa lalu dan terus saja mengusikku?Tidak, itu bukan salahku. Itu pilihannya sendiri. Aku tak ingin menyalahkan diri sendiri dengan mengasihaninya. Aku sudah punya hidup sendiri dan bahagia dengan hidup yang sekarang. Apalagi
Baca selengkapnya
MASA LALUNYA
56Aku resah menunggu Mas Pandu yang tidak biasanya pulang telat. Padahal dia sudah mengabari ada sedikit urusan sehingga tidak bisa pulang cepat. Prisa juga sedari tadi tidak mau keluar kamar. Entah apa yang dilakukannya di dalam sana. Si Mpok seperti biasa sudah pulang sebelum magrib. Karena dia hanya bekerja siang hari. Aku sendirian. Yang kulakukan hanya bolak-balik di ruang tamu sedari tadi menunggu suami pulang. Sesekali melongok keluar dengan menyibak gorden.Tampak di teras rumah Tante Mira ada ramai-ramai. Yang pasti ada banyak sekali orang. Aku tidak berani keluar. Takut ada apa-apa, sedangkan suami tidak ada di rumah. Apalagi semenjak kuceritakan perihal Dimas, Mas Pandu selalu mewanti-wanti, agar aku tak keluar rumah di saat sendiri. Suara deru mesin mobil terdengar memasuki halaman. Mataku berbinar, itu suamiku. Buru-buru aku bangkit menuju pintu dan membukanya."Mas," sapaku dan langsung memeluknya sesaat setelah dia masuk. "Maaf, ya, sedikit telat. Tadi ada urusan d
Baca selengkapnya
GOSIP
57Sore ini aku masih menunggu Mas Pandu pulang. Tadi terdengar juga suara Prisa di depan, sepertinya dia baru datang. Aku keluar kamar, lalu berjalan menuju teras. Namun, langkahku terhenti di pintu ruang tamu saat melihat seseorang yang sangat familier duduk di sana menekuri ponselnya. Aku mematung seketika. Menatapnya sekilas. Lalu, tanpa berkata-kata kuputar badan dan hendak meninggalkan lagi ruang tamu. Namun, ucapan orang itu menghentikan langkahku. "Tak perlu menghindar, Vin. Aku ke sini bukan untuk kamu, tapi untuk Prisa," katanya lembut, tapi aku tahu ada getar di sana. Aku membalikkan badan lagi menghadap Aldo. Ya, Aldo yang sedang duduk di ruang tamu. Dan dia sudah berdiri sekarang. Jarak kami sekitar empat meter. "Kamu bohong, Vin, katanya kita masih bisa berteman. Tapi nyatanya, jangankan berteman, membaca pesanku saja kamu tidak sudi," ucap Aldo lagi yang membuat hatiku sedikit teriris. Aku menatapnya sayu. "Tolong mengertilah, Do, aku hanya sedang menjaga perasaan
Baca selengkapnya
BUKANKAH ITU BENAR?
58"Pantesan buru-buru dinikahin, katanya. Ternyata udah hamil duluan. Gitu, Mbak."Astagfirullah. Aku mengelus dada. Entah kepikiran dari mana mereka hingga mengembuskan fitnah itu. Dan entah apalagi yang mereka bicarakan tentang aku. Inilah risiko hidup bertetangga. Baik buruk kita selalu saja jadi bahan gunjingan. Apalagi Mas Pandu cukup terkenal di sini karena menduda lama. Pantas mereka membicarakanku, karena tiba-tiba dinikahinya. Mungkin saja mereka iri."Ya sudah, Mpok. Nanti-nanti kalau ada yang nanyain saya atau Bapak lagi, bilang aja nggak tahu, ya," putusku akhirnya sambil tersenyum ke arahnya. "Tapi Mpok curiga, Mbak, kayaknya Tante girang itu yang nyebarin gosip. Dia, kan, nganan sama Mbak Al, dia dari dulu ngejar-ngejar Bapak. Tapi, Bapak tidak pernah nanggepin. Eh, tahu-tahu bawa istri, jelas aja dia kelimpungan. Terus fitnah sana sini," ucap Si Mpok lagi dengan bibir keriting. Aku mengibaskan tangan. "Udah, Mpok, biarin aja. Nanti juga capek sendiri. Capek kalau dil
Baca selengkapnya
PERTUNJUKKAN
59 Pagi ini, belum ada kabar dari Prisa. Entah di mana anak itu. Nomornya belum bisa dihubungi. Nomor Aldo pun ikut tidak aktif. Semoga Prisa baik-baik saja di mana pun.  Aku mengantar suamiku yang hendak berangkat kerja hingga ke gerbang. Mobilnya perlahan melaju di jalanan, aku menatapnya hingga menghilang di tikungan.  Kukunci lagi gerbang, lalu melangkah ke teras. Si Mpok sudah di dalam sedang beres-beres. Suara seruan menghentikan langkah. Aku berbalik. Terlihat Tante Mira berlari ke arah sini. Dan saat sampai depan pagar, makian dan sumpah serapah berhamburan dari bibirnya yang merah menyala.  "Dasar perempuan jal*ng, kecil-kecil sudah pintar memutar balikkan fakta," makinya kasar.  Aku mengernyitkan kening. "Maksudnya apa, Tan?" tanyaku heran.  "Kamu," tunjuknya marah. Tangannya masuk di antara celah pagar besi rumah kami. "Kam
Baca selengkapnya
APA AKU TIDAK BERHARGA?
60 Aku memutar-mutar ponsel di tangan sejak tadi. Menimbang-nimbang, apa perlu aku menghubungi Aldo untuk mencari tahu keberadaan Prisa? Bagaimanapun aku khawatir dengan anak sambungku itu. Ponsel Prisa tetap tidak bisa dihubungi. Harapannya memang hanya menghubungi Aldo, karena Prisa bersama dia saat meninggalkan rumah.  Mau menghubungi orang tuaku untuk menanyakan keberadaan Aldo juga rasanya sungkan. Aku tidak mau keadaan meluas dan bertambah runyam.  Ya, memang jalan satu-satunya menghubungi Aldo. Sejak kemarin Mas Pandu sudah mencoba berkali-kali. Namun, belum ada tanggapan dari Aldo. Mungkin karena nomor yang tidak dikenal, makanya Aldo tidak mau mengangkat. Kalau nomorku pasti dia simpan. Mungkin dia mau mengangkatnya.  Entah untuk ke berapa kali aku terus menekan nomor itu, tetapi kemudian dibatalkan, tekan lagi, batalkan lagi. Aku masih saja ragu. Apakah i
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
19
DMCA.com Protection Status