All Chapters of Perfect CEO: Chapter 51 - Chapter 60
110 Chapters
51. Pernyataan Bara
Acara reuni yang harusnya penuh suka cita karena bertemu teman lama yang sudah lama tidak bersapa, kini berbeda dengan acara reuni kelas Berlian yang terus ada keributan. Berlian merasa tidak bebas di acara reuni, karena saat ia akan berbicara, Bara selalu menyelanya. Namun itu hanya berlaku saat Berlian berbicara dengan Andre. Saat Berlian berbicara dengan teman perempuan, Bara juga akan anteng. "Berlian, kamu mau ini? Bukankah ini kesukaan kamu saat masih sekolah?" tanya Andre menyerahkan ayam panggang pada Berlian. Berlian sudah ingin menjawab iya, tetapi Bara terlanjur menyela. "Berlian tidak suka, sini biar aku yang makan sebagai gantinya," ucap Bara menyodorkan piringnya pada Andre. Suara godaan teman-temannya pun terdengar menggoda Bara dan Berlian. Bagi teman-teman mereka, sikap Bara adalah sikap romantis dengan pasangannya. Namun beda bagi Berlian, Berlian sama sekali tidak mengerti maksud Bara yang bertingkah sesuka hatinya. Bagi Berl
Read more
52. Meminta
Siang ini Berlin sama sekali tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Gadis itu terus memikirkan soal Bara yang katanya mempunyai perasaan padanya. Berlian menghela napasnya berkali-kali, gadis itu meletakkan hp di depan layar laptopnya. Di layar laptopnya tengah ada pekerjaannya, sedangkan di hpnya tengah memutar drama romansa dari negeri Tiongkok. Berlian menatap drama idola yang sudah beberapa lama tidak ia tonton. Gadis itu tampak serius menikmati alur dramanya. "Dih, ya kali cowok bisa seromantis itu," ucap Berlian dengan sinis. Kalau soal menonton drama, Berlian tidak akan bisa diam. Karena perempuan itu sibuk mengomentari jalan cerita. Baginya, drama romansa hanyalah kebohongan belaka. Di dunia nyata tidak ada cowok yang romantis, tidak ada cowok yang dingin lalu diam-diam peduli dan melakukan segalanya untuk si cewek. "Bu Berlian," panggil Bian menginterupsi. Berlian tidak menjawab, gadis itu masih asik menonton film. "Bu Berlian," ulang Bia
Read more
53. Satu Langkah Lebih Maju
Berlian berjalan mengedap-edap menuju ruang rawat Azka. Di tangan gadis itu memegang buah-buahan segar yang tadi sempat ia beli setelah dari kantor. Berlian masih memakai stelan lengkap baju kerjanya. Jam masih menunjukkan pukul empat sore dan Berlian sudah kabur dari kantor, tidak seperti Berlian biasanya yang datang paling awal dan pulang paling akhir. Berlian sengaja mendatangi Azka jam empat sore agar ia tidak bertemu dengan Bara. Bara memang tidak mengucapkan kalimat cintanya secara terus terang, tetapi Berlian tidak siap bila harus bertemu dengan Bara. Apalagi saat ia tahu Bara menyukainya. Bagi Berlian itu sebuah kemustahilan, ia tidak yakin, tetapi di sudut hatinya yang lain seolah ada bunga yang bertebaran di sana. Berlian bergegas berlari menyusuri lorong rumah sakit setelah ia berhasil melewati ruangan Bara. Gadis itu sedikit mengencangkan larinya, sesekali gadis itu akan menengok ke belakang untuk memstikan Bara tidak ada di belakang. Hingga ...
Read more
54. Janji Berlian
Berlian tersenyum seorang diri sembari mengaduk kopi di tangannya. Hari minggu Berlian yang biasanya bangun kesiangan kini bangun lebih awal. Gadis itu menyeduh kopi sembari tertawa kecil. Terhitung dua minggu sudah hubungannya dan Bara sangat dekat. Sejak pengakuan Bara pada Andre bahwa Bara menyukainya, Bara benar-benar memperlakukan Berlian dengan baik. Kalau biasanya saat bertemu mereka akan bertengkar, kini meski sering adu mulut tapi langsung berbaikan lagi. Setelah dari kantor, Berlian selalu menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk Azka. Sepuluh persen menjenguk, sepuluh persen mengejek Bu Ira dan delapan puluh persennya untuk bertemu Bara. Berlian terkikik geli mengingat kelakuannya. Berlian bagai abg yang tengah dirundung asmara, Berlian tidak pernah segila ini saat pacaran dengan mantannya. Namun berbeda dengan Bara, gadis itu membawa kopinya ke sofa, menyesapnya perlahan dan terus mengusung senyumnya. Ting!Bunyi notifikasi dari h
Read more
55. Kekhawatiran Bara
Hujan deras mengguyur kota jakarta sore ini. Hujan deras disertai angin yang kencang juga suara petir terdengar menyambar-nyambar. Azka duduk di kursi kamarnya seraya menatap jendela dengan pandangan sendu. Bocah usia lima tahun itu menatap air hujan yang tampak deras. Pikiran Azka berkecamuk memikirkan banyak hal. Azka berjalan kecil membuka jendela kamarnya, tepat di samping kamarnya yang berhadapan dengan jendela adalah rumah teman Azka. "Haidar, lempar bolanya kesini!" teriak seorang perempuan muda yang tengah basah kuyup karena berlarian di bawah air hujan bersama Haidar. Pun dengan Haidar, sang bocah berusia lima tahun itu hanya memakai kaos dalam berwarna putih sembari menendang bola dengan kencang. "Ibu, tendang lagi ke sini!" teriak Haidar pada ibunya. Seorang pria datang dengan menaiki motornya seraya memakai jas hujan lengkap. Pria itu menghentikan motornya tepat di depan rumah Haidar. Tatkala helm itu dilepas, Haidar berteriak nyari
Read more
56. Meminta Restu
Senyum cerah terbit di bibir Azka sejak setengah jam yang lalu saat ia mengetahui kehadiran Berlian. Saat ini bocah berusia lima tahun itu tengah duduk di pangkuan Berlian dan tengah membaca buku lagu yang dibelikan Berlian. Bocah itu tampak semangat mengamati buku lagunya. "Kakak, aku mau ambil biola dulu, ya," ucap Azka. Azka segera berdiri dari pangkuan Berlian dan melompat turun dari ranjang untuk mengambil biola. Berlian tersenyum kecil melihat Berlian. Gadis itu menatap seluruh kamar Azka yang sangat sederhana, hanya beberapa mainan kecil yang ada di sana. Berlian merasa bersalah dengan Azka saat melihat jejak-jejak air mata pada bocah itu. Sudah pasti Azka menangis karena menunggunya. Kendati demikian, Berlian tidak mendengar Azka menyalahkannya. "Kakak, dengerin, ya. Kalau kakak suka, aku akan mainkan biola terus untuk kakak," ujar Azka kembali naik ke ranjang dan bersiap dengan biolanya. Berlian menganggukkan kepalanya. Az
Read more
57. Perhatian Ira
"Bu Risa merestui hubungan saya dengan Berlian?" tanya Bara memastikan. Risa yang semula menunduk pun kini menatap Bara. "Apa yang bisa saya lakukan selain memberimu restu?" tanya Risa. Bara tercekat, pria itu mengubah duduknya agar lebih nyaman. "Saya mengaku salah sudah membuat Berlian seperti ini, setiap saat saya hanya bisa menyusahkan Berlian. Sekarang mau dia apa, saya tidak akan menuntut banyak. Tapi untuk kamu, saya hanya memberi kamu kesempatan. Kalau kamu hanya membuang-buang waktu anak saya, lebih baik segera sudahi," jelas Risa. Bara mengangguk-anggukkan kepalanya. "Saya janji akan serius dengan Berlian," ujar Bara penuh keyakinan. Sejak awal bertemu Berlian, Bara sudah menyukai gadis itu. Hanya saja Bara selalu mengelak perasaannya. Hingga dalam waktu yang lama mereka bersama membuat Bara yakin dengan perasaannya. Terlebih saat Berlian sempat mengindarinya membuat Bara kalut. Setelah berbincang kecil, Bara pamit undur
Read more
58. Rencana Bara
Azka menerima suapan-suapan dari neneknya dengan lahap, bocah itu juga berceloteh ringan mencairkan suasana. Pagi tadi Ira sangat sedih karena Berlian tidak menepati janjinya, tetapi malam ini ia sangat bahagia karena ada Kak Berlian di rumahnya. Azka mendongakkan kepalanya menatap Berlian dari bawah. Pemikiran anak kecil tidak bisa dihentikan saat ia sudah menyayangi seseorang. Sama halnya Azka saat ini. Azka sudah menyayangi Berlian sejak mereka bertemu. Apakah salah bila Azka mengharapkan Berlian untuk terus tinggal di sisinya? Azka pernah bahagia saat Berlian pernah menyuruhnya memanggilnya ibu. Tetapi sampai saat ini Azka tidak mempunyai keberanian melakukannya. "Azka, ada apa?" tanya Berlian menundukkan kepalanya menatap keponakan dari dokter yang menanganinya. "Kakak, apa kakak mau tinggal di sini?" tanya Azka berbisik sangat lirih membuat Ira dan Bara tidak mendengarnya. Azka takut nenek dan omnya akan marah dengan apa yang diucapkannya. 
Read more
59. Kegalauan Berlian
"Bian, apa sudah ada titik temu di mana keberadaan ayahku?" tanya Berlian pada Bian. Bian menggelengkan kepalanya pelan. Berlian menjatuhkan kepalanya di meja kerjanya, perempuan itu tidak mempunyai semangat bekerja sejak pagi. Ini sudah pukul sebelas waktu indonesia bagian barat, tapi terasa seperti waktu indonesia bagian galau. Sejak kepulangannya dari rumah Bara, Berlian tidak berhenti merenung seorang diri. Pikiran Berlian sangat berkecamuk, bertanya-tanya dalam hati tentang sikap Bara dan apa maksud Bara. Bisa dikatakan Berlian itu dekat dengan Bara sekaligus jauh. Dekat karena mereka sering bertemu dan jauh karena mereka tidak pernah berbicara dari hati ke hati. Suka, cinta, Berlian memikirkan dua hal itu. Berlian kembali mendongakkan kepalanya, menatap Bian yang saat ini masih menatap ke arahnya. Bian yang ditatap pun menggaruk tengkuknya kikuk. "Eh, ada apa, Bu?" tanya Bian. Berlian mengisyaratkan dengan tangannya pada Bian agar Bian me
Read more
60. Simpanan Ibu
Berlian menjalankan mobilnya dengan kecepatan penuh. Rahang Berlian mengetat dengan gigi yang bergemelatuk. Beberapa kali Berlian memukul setirnya dengan kesal. Hati Berlian terasa panas mengetahui kenyataan bahwa Dokter Bara adalah simpanan ibunya. Ibunya memang tidak mengatakan secara langsung pada Berlian, tetapi Berlian bisa menebaknya. Hubungan apa yang dimiliki seorang perempuan paruh baya kaya raya dengan seroang berondong? Pantas saja Bara mendekatinya, ternyata Bara mengincar ibunya. Berlian menggelengkan kepalanya karena memikirkan hal itu. "Oh jadi  gitu cara mainnya, dekati anaknya dulu baru ibunya," sinis Berlian. Berlian sudah terlanjur senang saat Bara pernah mengatakan di depan dokter Andre kalau pria itu menyukainya, tapi ternyata rasa suka Bara pada Berlian hanya sebatas anak simpanan. "Apa gaji sebagai psikiater kurang sampai harus jadi simpanan ibu-ibu?" tanya Berlian semakin menginjak pedal gasnya dengan kencang. Di saat yang bersa
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status