All Chapters of Pembalasan untuk Sepupu Celamitan: Chapter 31 - Chapter 40
58 Chapters
Bab 31
"Aku, Mbak." Suara wanita berbisik.Aku menarik hendel pintu ketika aku yakin dialah Rahayu, langkahan kakiku percepat mengarah ke kamarnya.Tok! Tok!"Rahayu," panggilku dengan nada datar."Iya, Mbak?" sahutnya sambil berbisik.Aku menurun-nurunkan hendel pintu, tapi pintu sudah di kunci. Kepalaku mendongak ke atas mencoba menurunkan hendel, namun, kunci tetap tidak di buka olehnya."Rahayu, buka pintunya! Mbak mau ngomong," ucapku dengan nada tinggi."Mbak, besok sajalah, tolong, aku sudah ngantuk," ujarnya dengan suara memelas.Semakin hari semakin tidak ada moralnya gadis itu, tidak pernah menghargai aku pemilik rumah ini. Semua makanan siap tersaji, pakaian siap pakai, tapi dia semakin seenaknya dalam bertingkah.Aku melangkah ke arah kamarku sambil memandangi daun pintunya. Kukira dia sudah minggat dari rumahku, ternyata balik lagi. Besok akan kuusir dia dari sini, kelakuannya sudah tidak bisa di toleransi.Orang tuanya saja sudah tidak mau mengurus untuk apa aku repot-repot mem
Read more
Bab 32
"Apa sebelum di jual, Arman enggak pamit pada Bu Endang?" Tatapan mata Bu Endah begitu tajam mengarah padaku.Aku menggeleng lalu mengalihkan pandangan ke arah depan, tak kuasa menatap netranya yang menakutkan."Kasihan Bu Endang, dulu susah payah usahanya untuk membangun rumah itu, tiba sekarang seenaknya saja Arman menjual, ibu kira dia sudah berpamitan sebelum menjual," sungut Bu Endah kesal.Apalah guna, Mas Arman sekarang sedang asyik menikmati uang hasil jual rumah, sedangkan yang kemarin juga uang kematian di bawa olehnya. Amit-amit ... batinku.Matahari mulai terik, aku memandang ke arah depan sambil menyipitkan mata, melihat beberapa ibu-ibu baru pulang dari kebun."Aaakkhh ...""Astaghfirullah ..., suara siapa itu, Thalia?" Bu Endah beranjak dari duduknya, menatap ke arah sumber suara yang ada di dalam rumah Dareen.Aku ikut berdiri di samping Bu Endah, secepatnya aku menarik lengan Bu Endah membawanya ke rumah Dareen.* * *"Mas, ada apa?" tanya Bu Endah menatap kerumunan p
Read more
Bab 33
"Iya. Kucing enggak tahu diri! Bisa-bisanya dia makan laukku sampai tinggal sedikit, nanti apalah yang mau ku kasih kalau Devan pulang?" sungutku kesal sambil berjalan ke ruang keluarga dan duduk bersama mereka."Mbak, jangan marah-marah sama bin*t*ng, kasihan dia, siapa tahu memang dia belum makan dari kemarin," sahut Shilla dengan suara lembutnya.Eeekkhh ...Suara sendawa, Wulan terdengar keras."Ih, kenyang betul nampaknya," ucap Shilla meringis menatap ke arah Wulan.Wulan hanya bisa meringis malu, baru sebentar aku merasa lega, kini dia sudah datang lagi dengan perutnya yang makin membesar.Wajah Shilla kini sudah tampak semringah setelah kami berbincang-bincang dengan waktu yang cukup lama.Wulan beranjak dari duduknya sambil mengenakan hijab yang sedari tadi ada di pundak menutupi payudaranya."Ta, Kakak pulang dulu lah, ya, itu abang mu sudah pulang nampaknya," ucap Wulan sambil membenahi hijabnya."Iya, Kak," sahutku mengangguk tanpa memandangnya.* * *Malam ini, aku merasa
Read more
Bab 34
Tangan dingin meraih kedua lenganku, tak lama kurasakan tubuh yang sangat dingin mendekap ku dari belakang."Maaas, terkejut aku, ih," sungut ku kesal saat aku menoleh ke belakang ternyata Devan, yang tak berbaju dan hanya dililit handuk di pinggangnya merangkul dari belakang.Shilla dan Dareen berbondong-bondong masuk ke dapur, mereka berdiri di tengah-tengah pintu menatapku.Tampak dari raut wajah Shilla dia ketakutan setelah mendengar jeritanku."Eh, Maaf," ucap Dareen tak enak hati sambil tersenyum. Telapak tangannya menutupi kedua mata sang istri yang ada di depannya menghadap kami."Malu, tau, Mas," ucapku manja pada suamiku.Devan tertawa lepas sambil memandang ke arah Dareen, suamiku kini benar-benar sudah seperti dulu lagi. Aku menggelengkan kepala sambil tangan kananku mengaduk teh panas yang ada di dalam gelas.* * *Malam ini kami berbincang-bincang di ruang keluarga bersama Dareen. Ternyata lelaki itu sebelum pindah di sini mereka tinggal di kota.Pantas saja Shilla terk
Read more
Bab 35
"Kenapa Rahayu ada di sini? Sejak kapan? Apa sejak Bude Sarni mengusirnya?"Sederet pertanyaan Mila yang membuat pikiranku semakin kacau, akhirnya aku menjawab, "Dari awal dia di sini, Mil, itu juga aku enggak tahu apa masalah sebenarnya. Tapi setelah aku tahu, diaku suruh pergi juga enggak mau."Mataku berkaca-kaca mengingat ucapan yang sangat tajam dari mulut Rahayu, gigi rahang saling beradu untuk melepaskan rasa geram."Mbak ..."Mila menggoyangkan kedua pundakku, dia menatapku dengan penuh rasa penasaran. Hijabnya yang miring sudah tak di hiraukannya lagi."Mbak, ini rumah, Mbak. Besar kuasa Mbak untuk mengusirnya dari sini," sungut Mila menatapku.Aku menghela nafas panjang lalu menghadap ke arah depan dengan tangan melipat di dada.Rahayu beranjak dan mengambil posisi berdiri di hadapanku."Mbak! Yuk, kita usir dia dari sini," ucap Mila tak sabar sambil memegang lenganku.Dor! Dor! Dor!Gedoran pintu terdengar keras, Mila tak kuasa menahan emosinya ketika kuberi tahu apa yang s
Read more
Bab 36
"Weeeh, sepele dia, Mbak." Mila berkacak pinggang menoleh ke arahku sambil menunjuk Wulan dengan buah apel yang sedari tadi di pegangnya, dengan gaya songongnya."Iihh, apa itu di kardus?" tanya Wulan sambil turun dari motornya jalan dan matanya mengarah kardus, "Mau laah," ucap Wulan mencomot buah bulat berwarna kuning.Aku meringis kesal menatap Mila, tanganku mulai mewadahi beberapa warna buah ke dalam kantong plastik. Kenapa Mila bisa lupa jika dia masih menghalangi pandangan Wulan?" Ck! ngeselin banget nih orang." Kaki sebelah kanan Mila menghentak di lantai, terlihat rasa kesal menyeruak di hatinya."Nasi sudah jadi bubur, sudah nampak mau gimana lagi," sindir ku melirik Wulan. Dia tak menghiraukan lirikan mataku."Eh, dari mana ini buahnya? Banyak kali?" tanya Wulan dengan mulut yang penuh buah."Mbak Thalia habis ketiban rezeki, jadi berbagi sama warga," sahut Mila ikut duduk di sampingku."Enaklah, ya, sering-sering saja kaya gini," ucapnya sambil tertawa lepas.Aku dan Mil
Read more
Bab 37
Terdengar suara gemericik air dan senggolan antara piring satu dan lainnya dari arah dapur. Sepertinya ada seseorang yang sedang mencuci piring. Perlahan aku beranjak dari dudukku, berjalan sempoyongan dengan tanganku menyentuh dinding selangkah demi selangkah. Pandanganku samar-samar menatap ke depan.Mataku membelalak melihat Rahayu sedang berdiri di depan wastafel, satu persatu piring yang baru dia cuci di susun di rak piring.Meja makan dan meja dapur sudah bersih mengkilap bagaikan meja di sebuah restoran konglomerat. Setelah kurasakan, lantai begitu bersih tak ada rasa pasir yang lengket di kakiku barang sebutir pun.Aku menoleh ke arah belakang memperhatikan seluruh lantai yang tertangkap oleh pandanganku memang sudah bersih mengkilap. Di tambah sekeranjang pakaian yang sudah siap jemur di dekat pintu dapur.Suara guyuran air dari dalam kamar mandi terdengar jelas di telingaku, dan aku yakin Devan sedang mandi."Mbak! Sudah bangun?"Suara Rahayu mengejutkanku.Aku tersenyum get
Read more
Bab 38
"Enggak, Mbak, soalnya besok setelah kirim doa, adik ipar dan mertuaku pindah ke sini. Mbak tahu? Ternyata rumah itu sudah di jual sama almarhum ayah, mas Harman," ucap Mila sambil mengambil posisi duduk di teras."Ooh, gitu," kepalaku mengangguk sambil memandangnya.Rahayu dan ibunya keluar dari dalam, wanita paruh baya itu menghapus air mata yang maish terus mengalir dari sudut matanya. Mila memandang mereka dengan mata membelalak, yang tadinya dia menghadap halaman rumah kini berputar menjadi menghadap pintu rumahku."M-mbak?" Sekilas mata Mila memandang mereka."Sssttt ..." Aku memberi isyarat supaya Mila diam, dengan telunjuk tanganku menempel di bibir."Ya, sudah, kamu pulang, ibu mau keliling dulu," ucap Bude Sarni menatap Rahayu.Rahayu menganggukkan kepala, mata gadis itu merah dan sembab. Gadis itu membawa pakaiannya menggunakan tas ransel suamiku.Tangan Bude Sarni meraih keranjang jualannya, dia melanjutkan perjalanan menuju rumah warga yang lain untuk menjajakan dagangan
Read more
Bab 39
"Pak! Jangan macam-macam, ya, sama saya," ucapku sambil terengah-engah menaran rasa takut. Peluh sudah membasahi area kening dan juga leherku.Matanya tajam menatap ke arahku, bibirnya meringis bak menginginkan sesuatu."Kau jangan terlalu setia sama, Devan, aku yang tahu dia," ucapnya dengan nada ketus.Aku yang tak mengerti apa maksudnya, terus mendorong daun pintu sekuat tenaga supaya pintu tertutup. Namun, tenaga lelaki tua itu lebih kuat dariku hingga akhirnya pintu terbuka."Pak! Apa mau bapak? Jangan sampai saya teriak!" Tegasku.Pria itu selangkah demi selangkah mendekatiku, dengan wajah bringas, dia terus memepetkan tubuhnya di tubuhku yang bersandar di dinding."Maaaak," suara putra sulungku terdengar.Secepatnya lelaki itu melangkah mundur sambil memperhatikan arah ruang keluarga, lelaki itu membalikkan badan lalu keluar dari rumahku.Nafasku ngos-ngosan, rasa takut masih menyelimutiku. Tangan dan kakiku masih bergetar hebat, jantungku juga masih berdegup kuat."Maaak," sua
Read more
Bab 40
"Mbak, aku boleh pinjam uang? 100 ribu saja, Mbak," ucap Mila lirih sambil menghapus air mata yang mengalir di pipi."Mil, kamu kenapa?" Tanyaku sambil melangkah menghampirinya."Bapak mertuaku meninggal, Mbak," ucapnya sambil menangis sesenggukan."Innalilahi, Mil, aku sekeluarga tutut berdukacita, ya," ucapku meraihnya dalam pelukanku."Inalillahi, jadi kalian pulang kampunglah, ya, Mil?" Tanya suamiku yang ada di belakang memandang kami dengan tangan kanan memegang sepatu."Enggak, Mas, suamiku aja yang pulang," sahutnya setelah lepas dari pelukanku.Mila sangat terpukul, karena hanya bapak mertuanya yang baik padanya di antara keluarga Mas Harman.Aku menenangkan Mila, dengan menitahnya untuk duduk di teras rumahku. Aku berjalan ke arah dalam untuk mengambil uang yang ada di dompet."Mil! Ini ada 200, besok kamu balikinnya 100 saja, ya," ucapku sambil memberikan uang dua lembar berwarna merah padanya."Mbak, makasih banyak, ya. Tapi aku belum tahu kapan bisa balikin uangnya, Mbak,
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status