All Chapters of Pembalasan untuk Sepupu Celamitan: Chapter 41 - Chapter 50
58 Chapters
Bab 41
Bude Sarni menghentikan langkahnya, dia menoleh ke arah Mila."Mbak, uangnya yang tadi malah ketinggalan," ucap Mila sambil memperlihatkan uang berwarna merah ke padaku."Walah, Mil. Tapi enggak apa-apalah, Mas Devan kaya' nya bawa dompet kok," ucapku sambil tersenyum."Ya, malah mendingan, Mil, enggak jadi punya hutang," timpal Bude Sarni sambil tersenyum, wanita itu menggeleng dengan melanjutkan langkahnya."Iya, Bude," sahut Mila cekikikan memandang bude yang sudah membalik badan, "Mbak, ini uangnya."Aku mengambil alih uang dari tangannya, "Kamu lagi enggak perlu uang, Mil?""Perlu sih, Mbak, tapi enggak sebanyak ini. Lima puluh saja, Mbak," ucapnya sambil tersenyum."Oke-oke.""Mil, Bude tahu dari mana kalau kamu hutang ke aku? Aku enggak ada cerita loh, Mil," ucapku lirih."Aku tadi mau hutang ke Bu Endah, Mbak. Tapi enggak ada katanya, mungkin dia cerita kalau aku cari hutangan," sahutnya dengan lesu.Aku membalik badan sambil memandang ke arah rumah Bu Endah, tak menyangka kal
Read more
Bab 42
"Mbak, kok serem, ya. Di rumahku enggak pernah loh ada ginian," ucap Mila dengan nafas ngos-ngosan menahan rasa takut.Hening ...Langkahan kaki itu sedang melewati kamarku, telingaku fokus mendengarkan setiap gerakan. Mataku terpejam saat suara gerakan itu berhenti.Aku dan Mila mencoba melupakan dengan berpura-pura tidur, kami meringkuk di dalam satu selimut. Namun, malah terdengar suara mengejutkan.Tok! Tok!Tangan Mila mencengkeram erat lengan kiriku karena aku menghadap putriku, mataku tak dapat kubuka. Hanya lafadz Allah yang selalu kubaca di dalam hati. Entah itu manusia ataupun sejenis jin iblis, aku yakin, Allah akan membantu.Suara ketukan itu berpindah di pintu depan, di mana ada kamar putraku di sebelahnya, seketika aku duduk. Ingin rasanya aku pergi ke kamar putraku. Namun, Mila menarik baju daster yang kukenakan di bagian pinggang."Mbak! Sudah biarin saja. Sebentar lagi pagi kok," ucap Mila dengan suara berbisik."Mil, masih lama paginya, ini masih jam dua. Aku takut p
Read more
Bab 43
"Lihat itu, Mbak!"Aku memandang ke mana jari telunjuk Mila mengarah. Mataku membelalak dengan mulut terperangah."Astaghfirullah," ucapku terkejut.Seekor kucing tergeletak dengan bangian punggung menganga hingga nampak isi dalam perutnya. Cairan kental berwarna merah membasahi bulu-bulu halus berwarna kuning di sekujur tubuhnya.Aku memejamkan mata, tak kuasa aku menatap mata bulat dengan wajah melas seperti ingin menangis, menjerit, bahkan meminta tolong."Mil, tolong geh, Aku enggak bisa lihat darah, Mil," ucapku sambil mengalihkan pandangan ke arah depan dengan mata berkaca-kaca."Mbak, pake apa, ya, nutupnya?" Tanya Mila sambil berjalan ke arah dapurku.Aku ikut melangkah di belakang Mila, kubuka karung berisi baju bekas kami. Kuambil baju bekas milik Devan."Ini saja," ucapku sambi memberikan sehelai baju kaos oblong berwarna hitam yang sudah memudar warnanya."Mil, aku tunggu di depan, ya," ujarku sambil menutup pintu dapur.Aku mengeluarkan motor dari dalam rumah dengan jantu
Read more
Bab 44
Kardus berisi seekor kucing yang tadi di letakkan di sudut teras rumahku, kini menghilang."Loh, tadi di sini loh, Mbak," sahut Mila setelah berada di sampingku.Kepalaku celingukan mencari ke sana sini, namun, tidak kutemukan jejaknya."Meaoo ...""Meaoo ..."Aku berlari kecil mendekati mila yang ada di teras saat aku mencari di samping rumah, telingaku mendengar suara kucing yang sedang mengeong."Mil, kamu dengar?""Meaoo ...""Meaoo ..."Terdengar jelas di telinga kalau kucing itu berada di dalam rumah Dareen, karena kosong dan besarnya rumah itu, suara kucing jantan itu menggema sampai ke luar."Mbak, kucingnya di rumah Mas Dareen," ucap Mila berbisik.Aku meraih lengan Mila, melangkah menuju rumah berjat biru langit yang kini sedang di renovasi.Aku dan Mila jalan mengendap-endap seperti pencuri yang akan masuk ke dalam rumahnya. Aku mencari celah di dinding yang bolong karena tirai jendela menghalangi pandanganku."Mil, iya, itu kucingnya," ucapku berbisik pada Mila ketika aku
Read more
Bab 45
"Ya sudah, tidur sama-sama saja di rumahku, Mbak. Kebetulan Devan lagi enggak di rumah.""Makasih, ya, Mbak," sahutnya dengan semringah.* * *Malam ini kami memutuskan untuk tidur di ruang keluarga. Tikar besar terbentang dari pintu ke pintu. Aku di ujung kanan dan Mila di ujung kiri. Aku mematikan televisi setelah semua tertidur lelap. Tanganku meraih gawai yang ada di meja televisi untuk mencari kabar Devan.[Mas, betah di sana, ya? Kok enggak kasih kabar?]Pesanku untuk Devan hanya centang satu. Aku memandang layar sambil menghela nafas panjang lalu kuletakkan kembali di meja televisi.Samar-samar aku mendengar suara kokokan ayam jantan, setelah membuka mata kulirik jam yang menempel di dinding menunjukkan pukul lima.Aku beranjak dan berlalu ke dapur. Langkahku di ikuti Mila dan ternyata Mila sudah membuka mata terlebih dahulu."Mbak, anteng aja malam ini?" Tanya Mila sambil membuka pintu kamar mandi."Iya, mungkin hantunya takut kalau kita rame," sahutku sambil membuka pintu be
Read more
Bab 46
"Wulan," ucap bibi."Enggak tahu, tadi sih katanya mau datang duluan," sahutku sambil tersenyum.Bibi menganggukkan kepala dan berlalu. Tak sengaja aku menatap Mila, kini wajahnya merah merona. Setelah kupandang ke belakangku, ternyata ada paman berdiri di sana."Hmm, pantes," gumamku.Mila mengerti dengan gumammanku, wanita muda itu menyenggol lenganku, "Apaan sih, Mbak," ucapnya sambil meringis."Wulan, makasih loh, ya," ucap bibi saat membuka bingkisan dari Mila."Iya, Bik, wong cuman sedikit kok," sahut Mila sambil ngunyah."Sedikit, tapi ini lumayanloh. Daripada enggak bawa," celetuk bibi memandnag ke arahku.Wulan tersenyum sinis menatapku, wanita gendut itu yakin aku tidak membawa apa-apa.Bibi memang klub dengan Wulan, karena sebenarnya bibi enggak suka aku bermain sama Mila, mengingat Mila adalah mantan kekasih paman. Namun, aku tak bisa pungkiri kalau Mila adalah teman setia.Dreett ...Dreett ...Gawaiku bergetar.Kuambil gawai dari saku celana yang kukenakan, "Halo, Mas?"
Read more
Bab 47
"Enggak, baju devan. Aku kadih bajuku enggak mau," sahutku sambil tersenyum, "Biarlah, Mil.""Mbak, kalau di biarkan malah ngelunjak nanti. Tengoklah kalau Mbak enggak percaya, jangan terlalu di sepelekan dia. Dia itu lebih kejam dari mafia, Mbak," ucap Mila dengan nada lirih.Aku cekikikan, geli rasanya mendengar ucapan Mila. Gadis masih belia, baru-barunya menyandang kata gadis sudah di samakan seperti mafia. Mafia itu kejam geng.Mila yang masih berdiri memandang ke arah rumahku, kepalanya celingukan ke arah dalam."Echa! Pulaaang!" Teriak Mila dengan suara agak keras.Echa keluar dengan wajah merengut, matanya memandang Mila dengan tatapan sinis."Apa sih, Mbak. Kaya nenek-nenek merepeeet saja kerjaannya. Kaya' enggak ada kerjaan lain saja.""Rumah abang kami itu di sana, bukan di sini," ucap Mila sambil memandang pergerakannya yang sedang memakai sendal."Iya. Aku tahu. Tapi rumah abangku itu jelek, gubuk. Dari luar saja sudah kelihatan gerahnya," ucap Echa ketus. Gadis itu melan
Read more
Bab 48
"Bukan begitu, bi," ucapku sambil menoleh ke belakang. "Tadi suami tetanggaku ada yang sakit parah, msu lihat sebentar gimana keadaannya.""Hah? Siapa?""Suami Bu Endah, warung dekat rumahku itu loh," sahutku menjelaskan.Bibi mengangguk-anggukkan kepala, bibi mengenal Bu Endah saat dia main ke rumahku beberapa waktu lalu."Sakit apa, Ta?""Enggak tahu. Yang jelas tadi nampak parah, maka ini mau di jenguk."Devan, menatapku dengan kening mengerut. Mungkin banyak pertanyaan yang ada di benaknya, namun, tak mungkin di ucapkan di sini."Ya, sudah, aku pamit, ya, Bi," ucapku sambil menjabat tangannya."Nanti datang lagi 'kan, Ta?" Tangannya dengan ramah.Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum getir. Tiba di dekat paman saja dia bersikap seperti itu, tapi jika paman tak ada dia selalu cuek padaku.Aku dan Devan keluar dari rumah paman, Devan memutarkan motor dan aku naik di belakangnya.* * *"Dek, kita ke puskesmas apa ke rumah dakit mana?""Ke rumah kita, mas," sahutku singkat dengan
Read more
Bab 49
"Ada apa ini?" Ucap mertua Mila dengan lantang. Wanita gendut itu berkacak pinggang di belakang anak gadisnya menatapku dengan mata melotot.Aku terhenyak sesaat setelah mendengar suaranya yang begitu keras. "Anak ibu ini, orang ngasih untuk Mila, malah dia yang ambil.""Mila siapanya? Iparnya 'kan? Jadi enggak salah kalau kakak ipar itu mengalah sama adiknya," ucapnya ketus. Mila hanya berdiri di samping ibu mertuanya. Wanita itu menganggukkan kepala saat menatapku.Ternyata benar, ibu mertuanya tinggal di sini hanya membuat musibah yang tiada henti untuk Mila karena sikap serakah dan egois kedua manusia itu."Mil, ta-tapi mbak Arshinta kasih itu untuk kamu," ujarku dengan nada lirih."Sudah, mbak. Enggak apa-apa kok," sahutnya dengan nada sumbang.Sebenarnya Mila tidak terima. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dulu Mila pernah tinggal bersama mertuanya waktu awal menikah dan akhirnya Mila tidak betah dan akhirnya pulang ke rumah ibunya.Aku mendengus kesal lalu meninggalkan Ec
Read more
Bab 50
"Apa loh, mas?" Tanyaku saat sampai di kamar."Bajuku mana?""Sana minta di rumah Bu RT! Wong nyari baju kok susah kali kaya' nya. Baju di lemari segunung pun entah yang kaya' mana lagi yang di cari.""Yang kaos pakai kerah itu loh.""Walah, kok gaya kali cuman sini situ doang. Nih!" Ucapku kesal sambil mencampakkan baju ke pundak Devan."Ya, jangan marah-marah, Dek," sahut Devan ketar-ketir. Entah kenapa aku merasakan tidak enak hati hari ini, emosiku kok mendadak meluap-luap.Aku memandang suamiku yang tengah berjalan ke rumah Bu Endah, tangannya membenahi kerah baju berwarna hijau muda.Dari kejauhan, tampak Echa sedang tergesa-gesa berjalan menuju rumah. Suamiku berpapasan dengan Echa, namun, wajah Echa terus menunduk dengan tangan yang masuk ke dalam baju.* * *"Mas, tadi ramai 'kan yang jenguk. Mangkanya jadi orang itu yang baik, kaya' pakde. Jadi semua orang ikut merasakan sakitnya.""Ya, Mas kan baik loh, Dek," sahut Devan sambil mengutak-atik motornya.Malam ini aku dan Dev
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status