All Chapters of Teruntuk Mantan Istri Suamiku: Chapter 71 - Chapter 80
98 Chapters
Bab 71
      Sekian menit berdiri dengan melihat suamiku, kini ia berbalik badan melihat ke arahku. Yusuf menganggukkan kepala seraya tersenyum, seolah dia mengatakan kalau dirinya baik-baik saja.  Namun, hatiku terlanjut perih melihat perlakuan ayah Yusuf kepadanya. Niat hati ingin menyambut kedatangan mertua, aku urungkan dan aku memilih untuk pergi ke rumah lewat pintu belakang, yang berhadapan langsung dengan pintu belakang restoran pula.  Sampai di dapur rumah, aku menumpahkan air mataku sembari duduk di kursi meja makan.  Tamparan yang diberikan ayah Yusuf, pasti ada sangkut pautnya dengan pernikahan kami. Mungkin mereka kecewa dan marah, karena putranya menikahi janda kampung seperti diriku ini. Kriieeet .... Pintu belakang terbuka. Yusuf masuk dari sana. "Hey, kenapa menangis?" ujarnya m
Read more
Bab 72
    "Pukul, pukul aku Yusuf. Tampar aku seperti Ayah, tadi menamparmu!" ucap Ayahnya Yusuf dengan mengambil kedua tangan putranya itu.  "Apa maksud Ayah?" tanya Yusuf. "Maafkan aku, Nak. Maafkan Ayah. Ayah terlalu lemah jadi laki-laki. Ayah terlalu bodoh jadi seorang suami." Yusuf memegang kedua pundak ayahnya. Ia membawa pria itu untuk duduk di sampingnya. Aku bergeser untuk memberikan ruang bagi mereka untuk saling berbicara. "Arini, sebaiknya kita tinggalkan mereka berdua. Kamu tidak keberatan, bukan?" ujar Mama Salma. Meski ragu, tapi aku mengangguk dan memilih pergi meninggalkan Yusuf dan Ayahnya. Jujur, aku penasaran dan ingin tahu apa yang mereka bicarakan. Ini sangat aneh. Tadi, ayahnya Yusuf terlihat cuek dan tidak peduli pada Yusuf. Bahkan, ia sampai berlaku kasar pada suamiku itu. Namun, setelah kepergian anak da
Read more
Bab 73
      Kegilaan para pecinta itu memang luar biasa menggebu. Keinginan bersama selalu datang dan tak ingin terhalangi. Maka dari itu, ikatan halal adalah salah satu jalan untuk tidak terbuai dalam dosa. Menjadikan setiap detiknya ibadah yang nyata.  Malam ini, kuhabiskan waktu dengan indah bersama pengantinku. Seorang pria tampan yang selalu memberikanku cinta kasih yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya.  Saat ia masih terpejam dalam tidurnya, aku menyingkirkan tangan besar yang melingkar di pinggangku. Perlahan, aku bangun dengan memungut pakaian yang berserakan.  Suara derit pintu membuatku memejamkan mata. Takut jika bunyinya akan mengganggu tidur mereka yang masih terlelap.  "Alhamdulilah," lirihku setelah berhasil keluar dari gudang. Aku melanjutkan langkahku hingga berhenti
Read more
Bab 74
  "Ayah, Arini minta maaf, aku kira ...." Aku tidak melanjutkan kata-kataku dan memilih untuk menundukkan. "Hahaha ... kamu lucu sekali Arini, kamu pasti nyari Yusuf, ya? Tadi dia keluar, katanya ingin mengajakmu sarapan." Aku pun ikut tertawa, meski terdengar sumbang. Jujur, rasa malu masih sangat kentara di wajahku saat ini.  "Kalau gitu, Arin permisi Ayah, maaf sekali lagi," ucapku sembari berjalan mundur. Hah! Memalukan! Untung Ayah lagi baik. Kalau lagi galak seperti pertama datang, habislah aku! Aku mempercepat langkahku menghampiri Yusuf yang ternyata sedang berada di restoran. Kata Ayah, Yusuf mencariku, tapi apa, dia malah duduk santai di sana. "Aw!" Yusuf berteriak saat refleks tanganku mencubit pundaknya dengan gemas. Semua orang yang tengah makan melihat ke arah kami. Buru-bu
Read more
Bab 75
      "Oh, jadi ini yang dititipkan Ayah, padamu?"  "Ya, ini." Aku menggeleng-gelengkan kepala. Baru kali ini melihat emas batangan berjejer di atas kasur. "Ini apa?" Sebuah map berwarna hijau yang aku pegang. "Sertifikat rumah yang saat ini Mama dan Ayah tinggali. Hanya itu harta mereka yang belum dikuasi wanita itu. Ayah sengaja menyimpan semua harta sisa miliknya di sini, agar lintah darat itu tidak bisa lagi mengambil apa yang Ayah punya." Tanganku mengambil satu persatu mas batangan. Mengusap, lalu menyimpannya kembali.  Baru kali ini aku memegang emas sebesar itu. Rasanya seperti mimpi. Biasanya hanya melihat emas olahan yang dijual di toko perhiasan, kini bisa melihat emas murni dengan graman yang lumayan besar. "Jadi, Bunda telah menguasai hart
Read more
Bab 76
  "Ya Allah, Abah demam?" kataku dengan meraba kening Abah.  "Arin, kapan datang?" Abah membuka mata, lalu bertanya saat menyadari jika aku berada di sampingnya. "Barusan, Bah. Kenapa Abah, tidak memberitahu Arin, kalau Abah sedang sakit?" tanyaku. "Abah hanya sakit biasa, Rin. Abah tidak mau kamu khawatir dengan Abah." Aku mencebik mendengar alasan Abah. Ia bilang hanya sakit biasa, nyatanya tubuhnya demam tinggi. "Abah, kita ke rumah sakit, yuk." Abah menggeleng. Tubuhnya begitu lemah. Aku melihat ke meja kecil di samping ranjang Abah. Di sana ada rantang berisikan nasi yang sudah mengering. "Abah belum makan?" tanyaku seraya menahan air mata. "Sudah, Abah sudah makan." "Nasi kering ini?" kataku seraya mengangkat rantang itu. "Kering? Ah, tadi
Read more
Bab 77
     "Aku tidak butuh!" "Rin, kamu kenapa?"  Menyadari perubahan sikapku, Yusuf langsung menyimpan nampan yang dia bawa, lalu mencekal pergelangan tanganku. "Kamu pikir, kamu hebat dengan memberikan sup sisa untuk Abah?" kataku dengan dada naik turun. Yusuf mengerutkan kening dengan menatapku lekat. "Sup sisa? Tidak mungkin, aku memberikan itu untuk Abah. Ayo, ikut aku." Yusuf menarik tanganku sampai di depan meja tadi. "Ini yang kau katakan sup sisa?" ujarnya membuka buku menu. Ternyata di bawahnya adalah mangkuk sup yang masih belum tersentuh. Jadi, aku yang salah? Aku melihat mangkuk sup itu bergantian dengan mangkuk di sebelahnya. Mangkuk berisikan sup sisa yang aku kira Yusuf siapkan untuk Abah. "Kamu menuduhku memberikan s
Read more
Bab 78
        Aku kesal dan memilih pergi masuk ke dalam kamar. Membawa sebagian baju yang telah dilipat untuk disimpan ke dalam lemari. "Masa, dia lupa sama kejadian tadi. Kamu, tuh sudah bicara kasar padaku, A. Dan kamu tidak minta maaf." Aku berbicara sendiri seraya memasukkan pakaian.  "Dasar tidak peka!" kataku dengan memasukan pakaian Yusuf dengan kasar. Menutup pintu lemari dengan mengeluarkan tenaga dalam. "Siapa yang tidak peka? Siapa yang lupa? Aku ingat, kok. Tapi, sengaja menunggu kamu bicara." Sepasang tangan menyusup melingkar di perutku. Dagu Yusuf disimpan di pundak, sehingga napasnya terasa begitu hangat di leherku. Pria itu, memelukku dari belakang. "Sayang ...." Yusuf membalikan tubuhku hingga berhadapan dengannya. "Ma
Read more
Bab 79
        "Kenapa di luar rame sekali, Rin. Di mana Yusuf?" tanya Abah seraya mengusap punggungku. "Yusuf, Yusuf pergi sebentar." "Ke mana?" tanya Abah. "Ke kantor polisi." "Kenapa ke kantor polisi, Rin?" Aku mengajak Abah untuk duduk di sofa yang berada di ruang tengah. "Tadi, ada polisi yang datang ke sini. Katanya, mereka dapat laporan, kalau Yusuf menjual miras, Bah. Sekarang Yusuf dibawa sama mereka." Aku menjelaskan apa yang tadi terjadi. Abah sangat terkejut dengan penuturan yang aku sampaikan. Ia menggeleng tidak percaya. "Tidak mungkin Yusuf menjual miras, Rin." "Tapi, Yusuf tidak menyangkal tuduhan itu, Bah. Apa mungkin, jika Yusuf memang menjualnya secara sembunyi-sembunyi?" kataku mera
Read more
Bab 80
     "Ada lah, kamu tidak usah tahu. Yang penting, aku sudah pulang dan sudah membuktikan, jika aku tidak bersalah. Aku ... memang bukan orang baik di masa lalu. Tapi, aku sedang berjuang untuk menjadi orang baik," ujar Yusuf menjiwil daguku. Lega rasanya kalau Yusuf terbukti tidak bersalah.  Aku tidak hanya dengar dari Yusuf tentang orang yang katanya memfitnah kita. Aku juga melihat langsung, rekaman CCTV yang berada di ponsel Yusuf. Dari sana, aku bisa tahu orang itu memang berniat untuk menghancurkan usaha Yusuf.  Pertama, dia datang di sore hari, seolah makan di restoran ini. Saat orang-orang sibuk, pria yang memakai hoodie berwarna gelap itu menyimpan sesuatu ke lemari pendingin. Yang kata Yusuf, ternyata dua botol miras yang kemarin Yusuf buang. Malam harinya, orang itu datang lagi dengan satu kardus botol kosong, yang
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status