All Chapters of Keris Bunga Bangkai: Chapter 61 - Chapter 70
197 Chapters
61 - Harga Diri Yang Tergores
Lagi-lagi Panglina Danadyaksa mengerutkan keningnya, masih menyangsikan anak yang berdiri di depannya. Dia pun berdiri, menepuk bahu Rangkahasa dua kali dan mengajaknya keluar dari tenda sembari merangkul bahunya.  “Ikutlah denganku anak muda,” serunya mengajak keluar.  Sesampai di luar, Panglima Danadyaksa membawa Rangkahasa berjalan ke arah kanan dari tendanya, menuju ke sebuah tenda lain yang ukurannya lebih besar. Di sebelah tenda itu, ada beberapa orang pendekar. Mereka sama sekali tak menggunakan bentuk pakaian yang sama seperti prajurit lainnya. Sementara dari tenda yang besar itu ada juga beberapa pendekar lain yang keluar dari sana. Di bagian belakang tenda, terdapat beberapa pendekar seperti sedang berlatih, atau mungkin seperti sedang bergelut satu sama lainnya.  “Kau lihat mereka? Mereka semua adalah prajurit bayaran. Mereka tidak m
Read more
62 - Hanya Butuh Makan
Sore itu, prajurit-prajurit yang mempertahankan benteng perbatasan bagian utara dari Kerajaan Telunggung sedang sibuk mempersiapkan diri. Mereka tahu esok harinya pasukan dari Kerajaan Marajaya akan kembali menyerang benteng mereka.   Sementara itu, permintaan untuk dikirimkannya pasukan bantuan tak kunjung datang. Sebagian dari mereka merasa bahwa kerajaan sudah tak terlalu optimis untuk mempertahankan benteng tersebut. Namun mereka masih tak ingin menelantarkannya. Karena tak jauh dari benteng itu di arah selatan, ada anak dan istri mereka yang harus mereka lindungi.   Tak ada yang memberikan kepastian akan nasib mereka jika benteng itu berhasil direbut oleh musuh. Tidak dari Kerajaan Marajaya yang akan menyerang, tidak juga dari pusat Kerajaan Telunggung yang mereka bela. Karena mereka hanya orang-orang perbatasan yang dulunya juga hanya direbut oleh Kerajaan Telunggung di masa lalu.     “Apa yang harus a
Read more
63 - Membalas Jasa
Pada akhirnya, menjelang sore Rangkahasa mendapatkan apa yang dicarinya. Prajurit-prajurit yang menjaga benteng itu terus saja menatapinya dari jauh. Entah terpana melihat lahapnya dia makan, atau karena masih penasaran dengan sosoknya yang masih belum ada bercerita apa-apa soal jati dirinya.     “Le, apa itu pedang aneh yang kau ceritakan?” tanya seorang prajurit.     “Iya, tapi sekarang tak keliatan jelas karena ditutup oleh kain seperti itu,” jawab si Tole, yang sejak kedatangan Rangkahasa masih belum menjauhkan tatapannya.     Ketika Rangkahasa terlihat sudah tak lagi kuat menghabiskan sisa makanannya, Senopati Tadya mendatanginya. Dia datang membawakan satu kendi air minum baru dan meletekkannya di atas meja dan kemudian duduk tepat di depannya.     “Jadi, siapa namamu? Dan dari mana kau berasal” tanya Senopati Tadya.   &nb
Read more
64 - Hanya Satu Orang
Mungkin dia merasa kecurigaannya sedikit berlebihan, namun tidak tertutup kemungkinan bahwa bisa saja bocah itu sudah menjalin hubungan dengan pihak musuh. Yang jelas, Putri tersebut perlu memberi tahu hal itu pada sang Panglima perang mengenai hal tersebut. Beberapa saat kemudian, Putri itu kembali bersama Senopati Bayantika. Hanya mereka berdua yang datang menghampiri Rangkahasa.  “Sepertinya sang Panglima sudah bosan berurusan denganku,” tutur Rangkahasa menyambut kedatangan kedua orang tersebut.  Kemudian Putri Tanisya terlihat berbisik-bisik pada Senopati Bayantika. Sesaat kemudian, terlihat gelagat seolah Senopati Bayantika meminta Putri itu meninggalkan mereka berdua, dan Putri itu pun pergi. Lalu Senopati Bayantika tersenyum melihat Rangkahsa masih saja tampak santai duduk bersila seperti itu.  “Aku sedikit kesulita
Read more
65 - Kegilaan Seorang Bocah Gelandangan
Segerombolan dedemit mulai memasuki kawasan perkemahan. Sementaa itu, Rangkahasa masih saja duduk bersila dengan memejamkan matanya. Dia tahu makhluk-makhluk itu datang mencarinya. Namun dia masih saja duduk bersila di sana seperti tak begitu peduli. Prajurit-prajuri yang sudah keluar dari tenda langsung bersiap dengan senjata dalam posisi tempur.  “Ada musuh!” “Ada serangan musuh dari arah selatan!”  Sebagian dari mereka masih berpikir bahwa itu adalah serangan gerilya prajurit dari Kerajaan Telunggung. Namun kenyataannya, makhluk-makhluk itu datang dari segala sisi. Mereka menghujamkan tombak-tombak mereka, namun makhluk itu tidak mati. Lengan-lengan runcing dari dedemit itu langsung mencuat memanjang menusuk tubuh para prajurit tersebut. Prajurit lain datang menebaskan pedang mereka, namun para dedemit itu
Read more
66 - Formasi Bintang Utara
Melihat apa yang dilakukan Rangkahasa, Senopati Bayantika pun segera bergerak memberitahu para prajuritnya.  “Buang tombak-tombak kalian! Mereka tak akan berhenti hanya karena ditusuk. Tebas kepala mereka!” teriaknya sembari melakukan hal yang sama yang dicontohkan oleh Rangkahasa.  Namun tak semua dari prajurit itu siap dengan kondisi seperti itu. Banyak dari mereka yang kehilangan pedang karena tersangkut. Mereka mulai kelelahan karena terus-terusan menebas sekuat tenaga. Bahkan sebagian dari prajurit bayaran dari kelompok Tapak Daya Guna juga sudah meregang nyawa. Para roh jahat yang sadar tak bisa menghampiri Rangkahasa begitu saja, mulai merasuki tubuh para prajurit dan pendekar yang sudah tewas. Mereka bangkit dan kembali memungut senjata. Danadyaksa, Bayantika, dan semua prajurit yang ada, semuanya terlihat semakin putus asa melihat mayat-mayat itu kembali bangkit dan menyeran
Read more
67 - Menghentikan Peperangan
Sesaat sebelum fajar, para prajurit Kerajaan Marajaya sudah sibuk membereskan kekacauan yang terjadi di perkemahan mereka. Hampir setengah dari pasukan mereka tewas. Sementara dua orang Senopati dan Putri Tanisha masih pingsan tak sadarkan diri.  “Apa mereka akan baik-baik saja?” tanya Bayantika.  “Entahlah. Tapi tak ada yang aneh dari kondisi mereka. Seolah mereka hanya pingsan. Bagaimanapun, kita tak bisa membiarkan Putri Tanisha terus di sini,” papar Panglima Danadyaksa.  Senopati Bayantika nampak menghelas nafasnya sesaat melihat kondisi Putri Tanisha yang tak sadarkan diri.  “Ini susahnya jika harus membawa seorang Putri Kerajaan ikut dalam peperangan. Jika kita harus membawa mereka kembali pulang, itu berarti kita akan semakin kekurangan pasukan karena harus ada yang mengawal,” jelas Senopati Bayantika.
Read more
68 - Balasan Dari Kebaikan
Bayantika memutuskan untuk mempercayai anak muda tersebut. Dia pun kembali berdiri dan menepuk-nepuk bokongnya beberapa kali.  “Aku harap kau tak memberitahukan mereka soal kondisi kami,” tutur Bayantika sebelum beniat kembali ke perkemahan.  “Yah, aku tahu Tuan juga tak punya pilihan lain,” balas Rangkahasa.  “Pilihan lain katamu? Apa kau yakin aku tak punya pilihan lain?” tanya Bayantika beretorika seperti sedang mengintimidasi Rangkahasa sembari memegang gagang pedangnya.  Dia berlagak bahwa Bayantika masih bisa membunuh Rangkahasa dan mencegahnya untuk kembali ke pasukan Telunggung dan memberitahukan kondisi mereka. Tentu Rangkahasa memahami maksud dari pertanyaan retorika Senopati tersebut.  “Apa Tuan mau mencobanya?” tanya Rangkahasa dengan s
Read more
69 - Tarendra Trisatya
Ketika sampai di lingkungan kekeratonan Marajaya, Putri Tanisha masih belum berhenti menggerutu hingga dia memasuki tempat kediamannya.  “Dasar prajurit bodoh. Tidak Senopati, tidak juga Panglimanya, sama saja bodoh semuanya. Ratusan prajurit hilang, dan kita pulang dengan tangan hampa. Telunggung hanya kerajaan kecil. Mau ditaruh di mana mukaku ini pulang-pulang cuma bawa malu!”  Putri itu menendang pintu gerbang sebelum memasuki tempat kediaman raja. Para dayang dan juga tukang kebun langsung berlutut sembari menyembunyikan wajah mereka. Seorang laki-laki langsung keluar dari aula utama menghampiri Putri tersebut.  “Ada apa Nyimas pulang-pulang sudah ribut. Ayah Nyimas saat ini sedang ada tamu. Prabu Narasimha dari Kerajaan Niscala beserta keluarganya sedang berkunjung ke sini,” tegur laki-laki tersebut dengan suara lirih berbisik.
Read more
70 - Saran Dari Seorang Teman
Danadyaksa merangkul bahu Tarendra dan mengajaknya menjauh dari gerbang tersebut. Kemudian dia sibuk melirik ke sekelilingnya, cukup kebingungan juga mencari tempat sepi karena banyaknya pengawal raja dari Kerajaan Niscala di berbagai sudut perkarangan tersebut.  “Apa terjadi sesuatu yang serius?” tanya Tarendra penasaran.  Namun Danadyaksa mengajak Tarendra untuk pindah ke perkarangan belakang. Di sana dia melihat satu bangunan pendopo kecil untuk bersantai di taman di dekat kolam ikan yang kebetulan sepi. Danadyaksa mengajak Tarendra ke sana, lalu mempersilakannya untuk duduk sebelum melanjutkan ceritanya.  “Tidak biasanya kamu seperti ini? Biasanya juga bicara ceplas-ceplos saja tak liat kondisi,” ujar Tarendra dengan sedikit senyum jenaka yang bercampur eskpresi penasaran.  “Sebenarnya, tak ada
Read more
PREV
1
...
56789
...
20
DMCA.com Protection Status