All Chapters of Keris Bunga Bangkai: Chapter 71 - Chapter 80
197 Chapters
71 - Sayembara Kecil-kecilan
Cerita soal rencana Kerajaan Marajaya yang ingin memperluas daerah kekuasaannya itu sudah cukup lama menyebar di seluruh pelosok negeri. Bahkan sudah sampai di beberapa daerah perbatasan dari kerajaan-kerajaan tetangga.   Banyak pemuda yang baru beranjak dewasa beramai-ramai mendaftarkan diri untuk menjadi prajurit. Sementara bagi mereka yang sudah memiliki nama, ataupun mereka dari perguruan silat ternama, menawarkan diri untuk jadi prajurit bayaran. Tentu itu lebih baik bagi mereka dari pada harus merangkak dulu menjadi prajurit bawahan.   Bahkan para saudagar mulai melihat ini sebagai peluang usaha. Sebagian dari mereka mencoba merangkul para pandai besi ternama di daerah masing-maing untuk menjalankan bisnis penyediaan senjata.   Di antara mereka, ada yang dikenal dengan nama Kailash, justru berencana membentuk suatu kelompok prajurit bayarannya sendiri dengan mengumpulkan orang-orang hebat dari berbagai latar belaka
Read more
72 - Wajah Polos Dan Bau Yang Tak Sedap
Pemuda itu terlihat memainkan dua telapak tangannya sesaat. Begitu dia merasa siap, dengan ujung-ujung jari mengepal nampak kaku, pemuda itu maju melancarkan serangan.   Rangkahasa masih saja berdiri terhuyung. Namun sesaat sebelum pukulan itu mengenai wajahnya, Rangkahasa menghindar, menangkap pergelangan tangan pemuda itu, kemudian menariknya begitu keras ke arah bawah. Pemuda itu pun tersungkur dengan wajahnya dihempaskan begitu keras ke tanah.   Semua dilakukannya dengan gerakan yang begitu sedikit, begitu cepat, hingga penonton berpikir pemuda itu tersungkur karena terpeleset saja.   Setelah itu Rangkahasa menindih punggung pemuda itu, mencekik lehernya dari belakang dan memaksanya untuk menyerah. Tak butuh lama, pemuda itu pun memohon untuk dilepaskan.     “Le, lepaskan! Aku menyerah!” pintanya.     Rangkahasa pun melepaskannya. Pemuda itu berdiri
Read more
73 - Dukungan
Rangkahasa menyempatkan diri untuk membeli satu set pakian ganti dengan 5 keping koin emasnya sebelum keluar dari desa tersebut. Setelah itu dia kembali masuk ke area hutan menuju sebuah sungai. Setelah mandi dan membersihkan jubahnya, dia kembali menggunakan pakaian lamanya. Pikirnya itu tak terlalu kotor seperti kondisi jubahnya saat ini, dan memilih menyimpan baju baru itu untuk esok pagi. Baru setelah itu Rangkahasa kembali ke sebuah gua sempit yang cukup tersembunyi yang dia temukan sehari sebelumnya. Dia makan di sana dan kemudian berencana untuk beristirahat hingga menjelang sore. Untuk sesaat pikirannya jadi tertuju pada kantong kecil miliknya yang saat ini hanya tersisa empat koin emas.  “Kalau dipikir-pikir, jika aku bisa dapat 10 koin emas setiap harinya, aku tak perlu repot-repot mikir soal mencuci baju,” gumamnya.  Lagipula, saye
Read more
74 - Amukan Anak Rimba
Rangkahasa terpaksa maju karena dia sudah terlanjur masuk ke gelanggang pertarungan. Salah seorang pihak penyelenggara sayembara mendatanginya dan kembali meminta pedangnya. Rangkahasa yang sudah mengerti aturannya langsung memberikan pedang tersebut, dan tak lama setelah itu pertarungan itu pun dimulai. Pendekar itu memperhatikan Rangkahasa dengan tatapan serius. Meski tadi dia hanya menganggapnya seorang bocah, namun dia jadi kepikiran juga soal Rangkahasa yang membawa pedang.  “Murid dari perguruan mana kau?” tanya pendekar tersebut.  “Perguruan? Tidak, aku hanya seorang gelandangan. Pakaian bagus ini aku dapat dari hadiah pertarungan kemarin,” jelas Rangkahasa.  “Oh, jadi kau sudah mengikuti sayembara ini sebelumnya,” balas pendekar itu.  Pendekar itu sedikit merubah s
Read more
75 - Naikkan Hadiahnya
Pendekar itu sama sekali tak berpikir untuk menyerah. Dia lebih sibuk memikirkan untuk lepas dari amukan Rangkahasa. Namun amukan itu tak kunjung berhenti, sementara dirinya masih tak bisa lepas ditindih oleh Rangkahasa. Hempasan dua lengan Rangkahasa tak kunjung berhenti. Tak peduli berapa banyak yang bisa ditangkis pendekar itu, masih lebih banyak bantingan kedua lengan itu mengenainya. Dada, leher, hingga kepalanya, tak jelas akan mengenai bagian yang mana. Rangkahasa yang kalut hanya menghantamkan kedua lengan itu sejadi-jadinya. “Hey, ini sama sekali bukan pertarungan pendekar lagi.” “Dia sudah seperti orang gila.” “Kalau kau tanya aku, aku malah melihatnya seperti gorila yang sedang mengamuk.” Hingga akhirnya Rangkahasa berhenti ketika dia sudah cukup lama tak lagi merasa terintimidasi. Karena sejak beberapa saat yang lalu, pendekar itu sudah tak lagi sadarkan diri. Setelah termenung sesaat, Rangkahasa menyeka darah di wajahnya dengan satu lengan sembari berdiri menjauh dar
Read more
76 - Pedang Yang Tertukar
Setelah hadiah itu diberikan pada Rangkahasa, para penonton yang mendukungnya langsung beramai-ramai menghampirinya. Mereka mengangkat Rangkahasa dan mulai bersuka cita membawanya keluar dari gelanggang.  “Hey, tunggu sebentar! Pedangku!” seru Rangkahasa mulai panik.  Namun penonton itu sudah begitu larut dalam suka cita, sementara Rangkahasa semakin panik menoleh ke arah penyelenggara sayembara. Namun kemudian ada satu orang menghampirinya dan memberikan kembali pedangnya, dan Rangkahasa pun terus diarak menjauhi tempat sayembara tersebut.  “Hey, aku sudah berjanji akan merawat lukanya. Tolong bawa saja dia ke tempatku,” ujar salah seorang warga.  Rangkahasa pun dibawa beramai-ramai ke rumah salah satu warga yang menawarkan hal tersebut. Begitu sampai di rumah orang tersebut, Rangkahasa diturunkan dan di
Read more
77 - Kembalikan Pedangku!
Ketika Rangkahasa sampai di tempat sebelumnya, sayembra itu sudah usai. Hanya ada beberapa dari anak buat Kailash yang sibuk membereskan tempat tersebut setelah kosong ditinggalkan penonton. Tempat yang seharusnya kembali tenang sekarang mulai dipenuhi suasana mencekam. Sama sekali tak ada angin, kondisi alam sekitar begitu hening, namun mereka sama sekali tak menyadari mimpi buruk yang akan datang menghampiri. Ketika salah seorang dari mereka hendak mengangkat sebuah meja, tiba-tiba bokongnya ditendang oleh seseorang dari belakang dan membuatnya tersungkur.  “Mana pedangku?”  Laki-laki itu segera bangkit tak terima bokongnya ditendang begitu saja. Namun belum sempurna dia berdiri, meja yang ada di depannya ditebas dengan punggung pedang, membuatnya hancur berantakan.  “Kembalikan pedangku!” bentak Rangkahasa.
Read more
78 - Roh Penjaga
Suasana di dalam ruangan itu menjadi begitu kelam. Hari pun mulai senja sementara mereka belum sempat menyalakan satu pun lampu damar di rumah tersebut. Meski di luar masih terlihat agak terang, ruang di dalam rumah itu sudah mulai gelap. Meski begitu, Rangkahasa masih bisa mengamati dua orang paling belakang di koridor menuju dapur sedang berbisik. Sesaat kemudian, salah satu dari mereka langsung pergi lewat pintu belakang. “Woi, mau kemana kau?!” teriak Rangkahasa. Secara tiba-tiba satu orang mencoba menebasnya dengan pedang. Rangkahasa mundur menjauhkan kepalanya. Satu orang lagi menyerangnya dari arah kanan. Rangkahasa memukul balik pedang orang tersebut, membuat pedangnya mental. Sejurus kemudian dia melanjutkannya menebas orang tadi yang lebih dulu menyerangnya. Meski laki-laki itu sudah mencoba menghindar, kening dan batang hidungnya sempat tergores oleh ujung pedang Rangkahasa. Memang tak dalam, namun itu cukup membuatnya begitu ketakutan, mulai membayangkan apa jadinya jik
Read more
79 - Menjadi Buronan
Beberapa roh jahat lain masuk dari pintu depan, dan Rangkahasa hanya mengayunkan pedangnya dengan ringan. Roh-roh jahat itu menjerit, membuat laki-laki itu menutupi kedua telinga, masih belum juga berani mengangkat wajahnya.Ketika Kailash dan beberapa orang anak buahnya datang, Rangkahasa sudah tidak ada lagi di tempat tersebut. Mereka hanya menemukan mayat-mayat bergelimpangan. Hanya ada dua orang anak buahnya yang selamat. Selebihnya sudah meregang nyawa dengan kondisi yang mengenaskan.Saat Kailash naik ke teras rumah, anak buahnya bergegas menyalakan lampu damar. Ketika dia masuk ke ruangan di mana dia menumpuk senjata dagangannya, dia sudah tak menemukan lagi pedang hitam Damaskus tersebut.“Kemana perginya pedang itu?” tanyanya.“Di bawa oleh pemuda itu, Tuan,” jawab anak buahnya.“Bedebah!” bentak Kailash menghempas tongkat kayu antiknya ke meja hingga patah.“Tu, tuan! Tongkatnya!” seru salah seorang anak buahnya.Kailash pun menjadi semakin kesal karena sudah mematahkan tong
Read more
80 - Pergerakan Militer Marajaya
Patih Bramanti penasaran dengan Bayantika menyebut seorang buronan sebagai pendekar muda, seakan dia tahu kalau buronan itu adalah seorang pendekar. Hal itu adalah sesuatu yang bahkan tidak terpikirkan oleh Patih Bramanti saat memutuskan status burnonan Rangahasa tersebut.“Sepertinya Dimas mengenalinya?” tanya Bramanti.“Ah, tidak. Tidak sama sekali. Aku penasaran saja, sudah cukup lama daerah ini tidak ada kasus kejahatan sejak Kangmas Bramanti menjabat di sini,” balas Bayantika.Bhadra melirik ke arah Bayantika, sedikit nampak penasaran dengannya kenapa harus berlagak tak mengenal atau tak tahu menahu tentang Rangkahasa.Lalu kemudian Patih Bramanti merangkul bahu Bayantika sembari mempersilakan dia dan Bhadra untuk masuk ke dalam rumahnya.“Sudah dua bulan kertas itu tersebar, tapi sama sekali tidak ada kabar mengenai keberadaannya. Tidak ada juga kejadian apa-apa setelah itu. Jadi sebagian orang tak lagi terlalu mempedulikannya. Mungkin saja dia sudah kabur keluar dari negeri ini
Read more
PREV
1
...
678910
...
20
DMCA.com Protection Status