All Chapters of Aku istrimu suamiku: Chapter 61 - Chapter 70
82 Chapters
Air mata Argi
Saski berjalan bersama pria yang menjemputnya, keduanya tiba di lokasi tujuan. Jemari Saski mengusap layar ponsel, sepuluh panggilan masuk dari Argi, dan lima pesan singkat yang belum dibacanya. Saski menghela napas, ia memilih memasukkan ponsel ke dalam tas."Sebelah sini, Sas," ujar pria itu. Saski masuk, lalu semua di mulai.Sementara, Argi yang baru tiba di Jogja setelah menempuh perjalanan dengan pesawat terbang selama beberapa waktu. Tampak kesal juga khawatir. Ia masih ada yang tak biasa dengan sikap Saski."Kamu kenapa sih, Sas, kenapa jadi cuek ke aku gini," kesal Argi. Ia masih berusaha menghubungi Saski dengan ponselnya sambil mendorong troly menuju ke lobi bandara. "Aku tau, ada yang nggak beres sama kamu, please jelasin ke aku," gumamnya lagi. Nyatanya semua percuma, Saski tak menjawab telpon Argi juga.Ia menghentikan taksi, setelah memasukan dua koper besar--karena satunya berisi baju kerja juga baru lainnya yang ia beli di Jakarta--ia segera mengarahkan ke rumahnya. Ru
Read more
Cara terbaik
Argi duduk dengan gusar, keputusannya sudah bulat untuk meninggalkan apa yang ia punya di kota gudeg, kembali ke Jakarta dengan tangan kosong. Ia berhenti bekerja, juga kuliah, sangat disayangkan memang, tapi untuk apa jika hanya ia yang terlihat bahagia diluar namun tersiksa didalam hati. Argi tau mau itu terjadi. Karena belum genap menyelesaikan status kontraknya sebagai karyawan, ia tak mendapatkan tunjangan sesuai yang disepakati, justru Argi terkena pinalty dengan hanya mendapat gaji bulan itu. Tak masalah. Argi menerima dengan lapang dada. Sera yang diberitau kabar itu, ia meminta Argi membiarkan rumah yang mereka sewa, karena beberapa pakaian Sera juga masih di sana. Tak perlu Argi rapikan lalu membawa ke Jakarta. Pandangan Argi menuju ke langit luas, ia tak masalah harus melepaskan impiannya, Saski masa depan yang harus ia jaga dan ia mau, tak ada kata mundur, ia siap melakukan apa saja untuk kekasihnya itu. Argi memutuskan naik kereta, setibanya di Jakarta, segera menuju
Read more
Penolakkanya
Ada kalanya, manusia terlalu egois dalam mengambil satu keputusan, begitupun Argi--menurut keluarganya--yang ngotot mau mendonorkan ginjalnya untuk Saski. Ia sudah frustasi, tak bisa membayangkan hal buruk akan terjadi pada wanita yang ia cinta.Bapak melarang, pun dua kakak lainnya kecuali Sera yang menyerahkan semua kepada si bungsu. Argi menunduk, air matanya menetes perlahan, begitu sedih karena merasa tak bisa berbuat apa-apa."Berangkat lah ke sana, tapi bukan untuk mendonorkan ginjalmu. Cinta yang sampai membuatmu salah ambil keputusan Argi. Coba bahas dengan keluarga Saski, juga Saskinya. Bapak yakin, dia akan marah dan benci kamu kalau sampai kamu mendonorkan ginjal untuk dia."Kalimat bapak benar, Argi mendesah, ia menyandarkan tubuh di kursi, kemudian mengatakan hal lain yang menurut Tara, itu kebiasan adiknya yang sangat nekat. Bagusnya, untuk hal itu, bapak mendukung seratus persen.Argi segera menyiapkan paspor, juga membeli tiket pesawat untuk keberangkatannya esok hari
Read more
Donor ginjal
Argi terus berdoa, Saski sudah dua jam tak sadarkan diri. Bahkan kedua orang tuanya terlihat panik. Tangan Argi bergerak perlahan hendak menggenggam jemari tangan Saski, ia juga menatap ke arah kekasihnya yang masih terpejam. "Bangun, Sas, maafin aku yang terkesan maksa kamu," lirihnya. Ia mengecup jemari tangan Saski beberapa kali, lalu ditempelkan telapak tangan itu ke wajahnya."Gi, kamu nginep di mana? Udah dapat apartemennya, 'kan?" tanya Mama."Udah, Ma, tapi kayaknya Argi di sini dulu aja, ya, boleh, 'kan?" tatapannya penuh permohonan, Mama dan Papa mengizinkan. "Argi minta maaf karena terlalu paksa Saski," lanjutnya."Nggak papa, kamu jangan khawatir kalau kami akan marah, sama sekali enggak, Gi." Papa menepuk bahu Argi.Sementara, di kamar hotel, Dena duduk termenung sambil menatap keluar jendela kamr hotel yang ia tempati. Ia baru saja selesai salat Isya. Kepalanya menoleh saat melihat Adim yang berjalan mendekat. Diam-diam suaminya itu berangkat ke Singapura, ia meninggalka
Read more
Petir di siang bolong
Canda tawa menghiasi suasana di dalam kamar tidur Dena dan Argi, tepat hari itu usia Ariq genap enam bulan. Ariq sangat senang bercanda dengan Adim, tak henti terus tertawa. Ia tergelak saat Adim terus menciumi pipi juga lekuk leher. Tangan mungilnya juga memukul-mukul kepala Adim yang membuat pria itu semakin gencar menggelitik. Dena yang ikut merebahkan tubuh di ranjang, tersenyum bahagia melihat suami dan anaknya begitu bahagia tergelak.Adim menggulingkan badannya ke samping kanan, menoleh ke Dena yang sudah memiringkan tubuh untuk memberikan ASI ke Ariq yang sudah mengantuk."Kamu capek, ya, Dena. Seharian kerja, pulang tetap urus kebutuhan aku sama Ariq." Jemari tangan Adim menyelipkan helai rambut Dena kebelakang telinga wanita itu."Nggak, kok, Mas, udah kewajiban aku, 'kan." Dena mengusap kepala Adim begitu lembut, kedua mata pria itu terpejam, senyumnya juga begitu lebar."Aku mau olahraga, supaya bugar," ucap Adim. "Udah lama nggak work out," lanjutnya sambil duduk lalu me
Read more
Pindahan
Dena mengabaikan ucapan Tara, rasanya ia malah takut dengan sikap juga perkataan mantan suaminya itu. Sesal sudah melekat pada tubuh Tara, ia pun hanya bisa menatap Dena yang kembali mengendarai sepeda motor menuju ke arah rumah.Kebetulan Tara baru saja diminta Bima antar dokumen ke salah satu staf penting kantor, rumahnya satu komplek dengan tempat tinggal Dena. Pertemuan tak sengaja itu, membuat Tara kembali melihat sang mantan istri. Ia menundukkan kepala, hanya senyum tipis yang tersungging karena bisa menatap Dena walau sejenak.Tiba di rumah, Dena mendapati Adim sedang memangku Ariq yang menggigit biskuit bayi. Raut wajah Dena membuat Adim curiga, ia beranjak sambil menggendong Ariq, berjalan ke dalam kamar mereka."Kamu kenapa? Pulang-pulang BT gitu mukanya?" Adim membersihkan bibir Ariq dari remahan biskuit bayi."Aku ketemu Tara." jawab Dena kesal. Ia melepaskan hijabnya, lalu berbalik badan menatap Tara lekat. "Lama-lama aku nggak tenang kalau tanpa sengaja masih ketemu dia
Read more
Bukan sekedar mimpi buruk
Tahun berganti, usia Ariq sudah menginjak satu setengah tahun. Terik matahari, tak mengurungkan Dena untuk melanjutkan kegiatannya, ia berjalan menggandeng tangan Ariq yang menggenggam erat dirinya. Dena menoleh ke putranya yang tersenyum menatap ke sekitar. "Sedikit lagi kita sampai, Ariq," ucapnya pelan. Mereka terus berjalan, tak butuh waktu lama, mereka tiba ditujuan. Ariq meletakkan benda yang sejak tadi di pegang tangan kanannya. "Sini, sama Bunda, kita ucap salam ke Ayah." Dena memangku Ariq. "Assalamualaikum, Ayah, Ariq datang lagi," lirihnya dengan suara bergetar. Dena mengusap papan nisan yang masih jelas bertuliskan nama Adim di sana. "Mas... kami datang lagi," lanjutnya dengan derai air mata. Ariq menoleh, menatap wajah Dena lalu menyandarkan kepala pada dada Dena. Dena menunduk, memeluk Ariq sambil kembali menangis tersedu-sedu. Adim meninggal, dua minggu lalu, tepatnya satu hari setelah Dena ulang tahun karena bencana angin besar yang mengacak-ngacak perkebunan saat Ad
Read more
Kembali bertatapan
"Dena, lo nggak bisa ada dilingkaran ketakutan karena Tara. Dia udah mantan, jadi yaudah lo cuekin aja," ujar Tya."Iya, Dena. Lo nggak perlu mikir kalau Tara bakal dekat atau kejar lo lagi. Lo aja udah tutup hati nggak akan buka hati, 'kan? Cuma mendiang Pak Adim yang akan ada dihati lo?" sambung Karin.Tak hanya Tya dan Karin, bahkan Loli dan Prita juga memberikan semangat untuk Dena supaya tak merasa seperti diteror Adim. Kelima wanita itu sedang bertemu, kegiatan dua minggu sekali itu rutin dilalukan semenjak Dena ditinggal Adim. Mereka tak mau Dena merasa sendirian, istri mana yang sanggup kuat berdiri sendiri setelah ditinggal suami pergi untuk selamanya dengan anak yang masih balita."Gue kayak harus jaga diri dari Tara, karena terakhir tiap ketemu, dia selalu bilang 'maaf' dan 'gak bisa lupain gue', ngeri, 'kan?" tukas Dena kemudian menghela napas panjang."Itu ketakutan lo aja, lo paranoid jadinya, Den. Hal itu nggak bagus karena batasin aktifitas lo di luar rumah." Prita dia
Read more
Kenekatan Argi
Argi sudah kembali bekerja di negara tetangga, melaksanakan pekerjaan seperti hari-hari sebelumnya. Tak ada hal mengganjal yang membuat ia gundah, namun mulai saat itu, ia merasakan jika ada niatan lain Tara yang coba mendekati Dena. Argi jelas tak setuju, cerita masa lalu Dena dengan Kakaknya, bahkan masih membuat Argi muak tetapi, ia hanya bisa berdoa juga berharap, semoga Dena tidak menanggapi Tara.Di tanah air, Dena yang sedang belanja bahan untuk konveksinya di pasar kain Tanah Abang, dikejutkan dengan sosok Tara yang juga sedang ada di sana, namun ia tak sendiri. Ia bersama beberapa rekan kantor, kebetulan jam makan siang dan kantor Tara memang dekat dengan lokasi itu.Dena memalingkan wajah, ia berjalan kembali menuju ke tempat makan langganannya. Tara segera beranjak, ia yang masih terlihat gagah dengan seragam kerjanya, berjalan cepat mengejar Dena."Dena," sapanya. Dena berbalik badan, hanya membalas tatapan tanpa bicara. "Kamu sendirian?" lanjutnya."Enggak. Sama asisten,
Read more
Panas membara
Keduanya masih saling menatap--Argi dan Dena--tanpa bicara, hingga suara Ariq memecah kesunyian diantara mereka. "Bunda, Om Argi, ini... Ariq nggak habis makan burgernya, tolongin." Dena menoleh ke Ariq yang tepi mulutnya belepotan saos tomat. Dena meriah tisu, segera membersihkan lalu mengajak ke tempat cuci tangan tanpa pamit ke Argi.Kepala pria ia menoleh ke arah lain, ia merasa sudah gila dengan mengajak kakak iparnya sendiri menikah. Keluarga belum ada yang tau, bagaimana reaksi kedua orang tua Dena hingga bapak? Argi mengusap wajahnya dengan begitu risau, helanaan napas panjang juga ia hembuskan, terasa salah, tapi juga tepat jika Dena setuju menikah dengannya.Acara ulang tahun selesai, anak-anak diberi bingkisan tambahan, raut wajah Ariq begitu sumringah. Dena pamitan kepada orang tua Dio, pun Argi yang memang memperkenalkan diri sebagai adik ipar Dena. Semua tampak santai, tak ada yang mencibir."Bun, Om Argi pulang bareng kita?" Ariq mendongak, menatap Dena sambil berjalan
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status