All Chapters of DIKIRA MISKIN: Chapter 31 - Chapter 40
87 Chapters
31. Bab 31
DIKIRA MISKIN 31"Kalau Mbak berkenan, aku bisa bantu," kataku dengan menyentuh pundak Mbak Wiwid yang masih saja dikuasai amarah karena motornya yang rusak."Ya ampun, ada yang mau jadi pahlawan kesiangan rupanya. Mau bayar pakai daun? Makanya jangan kebanyakan tidur, jadinya mimpi, kan, woy, bangun, bangun!" Mbak Ranti mengibaskan tangannya di depan wajahku.Dadaku bergemuruh, darahku mendidih seperti sudah naik ke ubun-ubun. Tangan ini mengepal dan sudah siap mendarat di pipi Mbak Ranti. "Jangan sampai tangan ini mendarat di pipi Mbak, ya? Mbak nggak tahu kalau aku ini pernah ikut latihan karate?" kataku dengan tatapan tajam. Kalau tangan ini sampai mendarat di pipinya, aku jamin wajahnya akan babak belur."Hii, takut," Mbak Ranti tertawa terbahak-bahak, bahkan air matanya sampai berderai-derai, berulang kali ia mengusap matanya dengan tangan.Aku mencoba bersabar dengan mengusap dada perlahan dan menghela napas kemudian menghembuskannya. Untunglah rasa emosi negative yang sudah m
Read more
32. Bab 32
DIKIRA MISKIN 32Suara gedoran pintu semakin keras. Ish, nggak sabaran amat orang ini. Kukeringkan tangan dengan lap dan gegas melangkah keluar untuk melihat siapa yang datang untuk membuka pintu, agar orang yang di luar tidak berteriak lagi. Bisa pecah gendang telinga ini jika terus-terusan mendengar teriakan itu.Aku mengintip dari dalam dengan menyibak gorden yang menutup jendela untuk melihat siapa yang datang. Aku takut untuk langsung membuka pintu karena suara laki-laki yang kudengar.Benar saja, tampak seorang lelaki yang datang. Lelaki itu memakai jaket berwarna biru dan berkaca mata. Aduh, siapa lelaki itu? Apa mungkin dia temannya Mas Yudi? Sepertinya aku belum pernah melihatnya? Tetapi, kenapa ia tahu namaku? Aku bisa melihat kalau ia tengah menahan amarah meski hanya melihat dari balik kaca jendela. Aku menggigit bibir bawah, seraya berusaha mengingat-ingat siapa dia? Tetapi, aku tetap tidak bisa menemukan jawaban. Selama ini aku atau pun Mas Yudi tidak pernah punya mu
Read more
33. Bab 33
DIKIRA MISKIN 33Iseng-iseng aku membuka aplikasi biru. Eh, kenapa aku jadi kepo sekarang? Nggak, kok, aku hanya ingin tahu saja. Apakah Mbak Wiwid mengunggahnya di facebook juga.Aku memang punya ponsel dan sudah punya akun facebook juga, tetapi jarang membukanya. Saat kubuka aplikasi biru itu, postingan Mbak Wiwid yang pertama kali nongol di beranda. Dua buah foto dengan caption yang sama dengan yang yang ia bagikan di status WhatsApp.Mamae Fitri memberikan komentar pertamanya, Wah, cantik sekali gelangnya, secantik orangnya. Tidak berapa lama komentar itu dibalas oleh Mbak Wiwid, sang pembuat status--iya, dong siapa dulu, Wiwid gitu loh. Komentar kedua datang dari Diana--daripada buat beli gelang, mending buat bayar utang. Setelah ada komentar ini, postingan bergambar Mbak Wiwid yang tengah selfie dan gelang itu langsung di hapus. Eh, tetapi kok Mbak Ranti belum berkomentar ya? Apa dia belum melihat postingan pamer adiknya ini? Ya, Mbak Ranti memang orangnya rajin, rajin ke sawa
Read more
34. Bab 34
DIKIRA MISKIN 34"Ibu mau, kan seandainya kuboyong ke kota untuk tinggal di gubuk kami?" tanyaku sekali lagi.Ibu masih diam saja. Pandangannya kembali menerawang, namun tidak juga melepaskan genggaman tangannya. Sedetik kemudian tangan keriput itu mengusap puncak kepalaku. Duh, Ibu, aku terharu. "Ibu takut kalau tempat tinggal kami tidak layak? Ibu tidak usah khawatir, walaupun seadanya, tapi rumah sendiri dan insyaallah nyaman," ucapku karena Ibu masih belum mengeluarkan sepatah kata pun."Tik, Ibu sudah bilang merasa nyaman tinggal bersama kalian. Sesungguhnya yang membuat kita nyaman atau tidak itu bukan tempat tinggal kita. Tapi, ini, Tik." Ibu kembali mengambil tanganku dan meletakkan di dadanya."Hati dan pikiran waras yang akan membuat hidup kita tentram. Aku melihat hidup kalian begitu bahagia dan tentram meski hidup seadanya, karena apa? Ibu tahu kalian berdua adalah orang yang pandai bersyukur. Ya, bersyukur adalah salah satu kunci yang membuat hidup kita lebih bahagia." I
Read more
35. Bab 35
DIKIRA MISKIN 23"Apa? Kamu mau mengajak Ibu untuk tinggal bersama kalian di kota, percaya diri tingkat tinggi, woi!" tanya Mbak Ranti dengan nada tinggi sembari menutup mulutnya dengan kedua tangan. Matanya melotot seperti hendak keluar dari tempatnya. Sungguh ekspresi wajah yang sangat jelek. Mbak Wiwid pun tidak kalah jelek ekspresinya. Biasa saja kali, Mbak.Baru dengar mau mengajak Ibu saja sudah begitu ekspresinya. Bagaimana kalau mendapat kejutan yang lebih dari ini?"Jadi, kamu mengundang kami untuk membicarakan hal ini? Ya ampun aku pikir mau membicarakan soal warisan!" ucap Mbak Wiwid lantang."Benar, tuh. Padahal aku sudah menghitung berapa warisan yang akan kudapatkan nanti dan sudah ada anggarannya sendiri, mau beli ini mau beli itu. Kalau begitu gagal total rencanaku," timpal Mbak Ranti.Astaghfirullah, kedua anak perempuan kesayangan itu benar-benar keterlaluan. Orangtuanya masih segar bugar bisa-bisanya membahas warisan. Saru banget menurutku. Padahal sebenarnya mereka
Read more
36. Bab 36
DIKIRA MISKIN 24Aku dan Mas Yudi membantu Ibu mengemas pakaian yang akan dibawa. Tidak lupa hadir juga duo sosialita abal-abal. Mereka bertindak sebagai komentator tanpa ada niat sedikitpun untuk membantu kami. Mulut keduanya terus saja mengoceh tiada henti. Sampai berbusa-busa kayaknya meski aku dan Ibu diam saja. Aku memang diam, tapi jangan ditanya kesalnya seperti apa jika terus menerus mendengar ocehan mereka. Untung telinga ini sudah kebal. Anggap saja itu radio."Tik, apalagi yang perlu kita bawa selain pakaian?" tanya Ibu seraya memasukkan pakaian yang sudah dilipat."Pakaian saja, Bu. Itupun nggak usah semuanya, insyaAllah nanti aku belikan yang baru." Mas Yudi yang baru selesai mengelap mobil tiba-tiba masuk dan menjawab pertanyaan Ibu."Yang benar saja, Yud. Masak kamu mau belikan baju buat Ibu. Jangan-jangan kamu beli baju bekas yang ada di pasar loak atau kalau beli baju baru, nanti Ibu disuruh puasa tiga bulan lagi," ucap Mbak Ranti seraya berkacak pinggang."Sudah, Ti
Read more
37. Bab 37
DIKIRA MISKIN 37 Ibu memandang Mas Yudi dan aku secara bergantian dengan tatapan aneh. Apalagi saat satpam itu tersenyum dan memberi hormat dengan menunduk pada Mas Yudi dan juga aku. Kami pun hanya membalas dengan tersenyum. "Kamu kenal dengan satpam itu? Kok dia tahu nama kamu?" tanya ibu dengan tatapan menyelidik. "Iya, Bu. Nanti saja ya tanya-tanyanya. Kita masuk dulu untuk makan, sudah lapar, nih?" Mas Yudi meringis seraya mengusap perutnya. Aku menggandeng lengan ibu, kami segera masuk ke resto hasil kerja keras kami selama ini. Alhamdulillah, setelah sekian tahun kami mampu membuka cabang resto yang ketiga ini. "Ayo, Bu," ajakku karena ibu tampak masih ragu untuk masuk. "Yud, sebaiknya kita jangan makan di sini, ya. Apalagi pakaian ibu seperti ini. Apa boleh makan di tempat sebagus ini?" Ibu melihat ke bawah melihat baju kebaya yang ia padukan dengan kain jarik batik. Ya, ibu memang senang memakai pakaian khas jawa ini, lebih nyaman katanya. "Bu, yang boleh makan di si
Read more
38. Bab 38
DIKIRA MISKIN 38Air mata ibu terus bercucuran, ia masih berdiri dengan mengusap foto suaminya yang tengah tersenyum itu. "Yud, kamu tahu, kan kalau kami tidak pernah menyukai kamu bahkan tidak pernah menganggapmu ada. Kenapa masih sudi memasang foto kami? Memangnya tidak bosan melihat ini setiap hari?" tanya Ibu, kini ia duduk dan menyenderkan bahunya di kursi."Bu, walau bagaimanapun juga kalian adalah orangtuaku. Dengan memasang foto kalian aku merasa kalian selalu bersamaku dan membersamai di setiap langkahku. Setiap aku pulang ke rumah dan melihat foto ini, membuatku semangat untuk tetap bekerja hingga sukses sampai sekarang. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk membuktikan pada bapak kalau aku bisa sukses dengan usahaku sendiri." Mas Yudi juga mengusap foto bapak. Seseorang yang ia rindukan pelukannya, dan tidak akan pernah kesampaian sampai kapanpun."Sayang, Bapak tidak sempat melihat kesuksesanku ya, Bu," ucap Mas Yudi sendu."Kenapa kamu menyembunyikan kesuksesan i
Read more
39. Bab 39
DIKIRA MISKIN 27Mbak Ranti masih saja mengoceh tiada henti. Sepertinya ia memang cocok menjadi seorang stand up comedy, bagaimana tidak? Bisa makan di sini karena dapat gratisan saja sombongnya selangit. Namun, tidak membuat orang tertawa yang mendengarnya, malah membuat orang gedeg tiada tara. Benar-benar ingin kusumpal dengan sambal level tertinggi yang ada di resto ini agar ia bisa diam.Kurapikan kembali bajuku dan berjalan menuju ke tempat Mas Yudi dan Mbak Ranti yang sedang adu mulut."Mas," ucapku setelah sampai di dekat mereka."Antika? Kamu di sini juga?" tanya Mbak Ranti seraya membekap mulutnya dengan kedua tangan. Biasa saja kali, Mbak."Iya, Mbak," jawabku."Stop! Aku tidak akan bertanya ngapain kamu di sini karena aku sudah tahu jawabannya. Kamu bekerja? Jangan jawab dulu, biar aku tebak. Kamu pasti kerja menjadi tukang sapu atau tukang cuci piring, ya?" Mulut Mbak Ranti terus saja mencerocos disertai tawa lebar."Bagus lah kalau begitu. Itu artinya kamu seorang istri p
Read more
40. Bab 40
DIKIRA MISKIN 28Pov Ranti"Kamu kenapa, Mas, kok sepertinya senang banget? Sampai bersiul-siul gitu?" tanyaku pada Mas Wahyu yang baru saja pulang mengajar."Besok, aku diundang teman yang sedang merayakan anniversary pernikahannya yang ke sepuluh. Dia mengundang kami untuk makan di restoran yang ada di kota, yey." Mas Wahyu bersorak kegirangan seperti anak kecil yang baru saja dibelikan es krim oleh ibunya. Melihat suamiku kegirangan, malah membuatku manyun."Kok, kamu malah cemberut gitu, hilang cantiknya, loh. Senyum dong!" Mas Wahyu memegang daguku, senyum terpaksa tercipta di bibirku sembari menatap wajah suamiku yang paling ganteng itu."Habis, kamu bahagia sendiri, tidak ngajak aku." Aku cemberut lagi, sementara tanganku bersedekap di dada."Kata siapa aku bahagia sendiri? Kita dipersilahkan untuk mengajak pasangan masing-masing. Jadi, kamu boleh ikut," kata Mas Wahyu, sontak membuat mataku berbinar."Yang benar, Mas?" tanyaku untuk meyakinkan, jantung ini serasa jumpalitan
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status