All Chapters of DIKIRA MISKIN: Chapter 51 - Chapter 60
87 Chapters
51. Bab 51
DIKIRA MISKIN 51Aku dan Mas Ajun mencari surat yang katanya berharga itu. Tubuhku mulai berkeringat dan panas saat tidak berhasil menemukan juga sebuah kertas dengan judul sertifikat. Ya, surat itu pasti ada tulisan sertifikat, sedangkan warna sampulnya aku juga tidak ingat."Dek, seingatku, kita belum pernah pegang surat berharga itu," kata Mas Ajun setelah sekian lama tidak menemukan juga."Iya, ya Mas, bukankah waktu itu kita hanya dikasih tahu untuk menggarap sawah yang di sebelah utara dan Mbak Ranti yang sebelahnya, tapi ibu maupun bapak tidak menyerahkan sekalian sertifikatnya," kataku mengangguk."Ini aneh, kan? Seharusnya kalau mau ngasih rumah maupun sawah sekalian dengan sertifikatnya karena mereka itu satu paket dan tidak bisa dipisahkan. Kalau begini kita jadi repot, kan?" Mas Ajun menjatuhkan bobotnya di ranjang sambil sesekali menyeka keringat yang terus membanjiri pelipisnya "Apa mungkin masih ada di rumah Ibu ya? Coba kita cari di sana?" Aku berdiri dan menyeret Mas
Read more
52. Bab 52
DIKIRA MISKIN 40Kubaca sekali lagi tulisan yang ada di dalam kertas itu. Isinya tetap sama alias tidak berubah. Aku menghela napas perlahan dan mengembuskannya. Tidak ada pilihan lain, aku harus menanda tanganinya.Dengan tangan genetar tangan ini telah membubuhkan tanda tangan di atas namaku sendiri, pun dengan Mas Ajun. Tidak main-main, Yudi juga sudah melampirkan materai enam ribu di sana. Niat banget dia mengerjaiku. Yjdi tersenyum saat aku berhasil menanda tangani surat itu."Sah ya, Mbak. Jadi, jangan coba-coba untuk lari dari tanggung jawab. Ingat itu!" Yudi menunjukkan tanda tanganku di atas materai."Iya," jawabku menunduk dan tidak berani mengangkat wajahkau yang terasa berat ini."Yud, di sini kok tertulis empat puluh juta? Uang yang kamu kasih itu, kan cuma tiga puluh lima juta?" protes Mas Ajun. Aku tepuk jidat, gara-gara gugup, aku bahkan tidak menyadari kalau uang yang kuterima tidak sesuai dengan yang tertulis dalam perjanjian."Utang Mbak Wiwid sama Antika yang lima
Read more
53. Bab 53
DIKIRA MISKIN 53"Bagaimana, Mas. Saya pingin banget menggarap sawah biar ada kesibukan selain di kantor. Apalagi istri saya juga suka berkebun biar ada kegiatan," kata lelaki yang belakangan kutahu bernama Pian."Kalau hanya ingin berkebun untuk hobi mengisi waktu luang, kan bisa menanam di polybag toh, Mas. Apalagi halaman rumah ibu juga luas," jawab Mas Ajun."Iya, tetapi saya pinginnya bukan hanya sekedar hobi, namun untuk menambah penghasilan," "Silahkan diminum Mas, mumpung masih hangat," tawarku seraya menurunkan dua gelas teh dari nampan."Terima kasih, Mbak," ujarnya tersenyum seraya mengambil gelas dan lekas meminumnya."Kalau Mbak sendiri bagaimana? Boleh enggak kalau sawahnya saya sewa," tanyanya lagi."Em," ucapku serasa memainkan jari tangan. Aduh, kenapa aku malah jadi gugup? kaya seorang gadis yang dilamar pemuda saja."Saya mau menyewa dua juta setiap tahunnya. Bagaimana? Itu uang semua loh dan Mas Ajun tidak perlu memikirkan untuk mengembalikan pada saya seperti sis
Read more
54. Bab 54
DIKIRA MISKIN 42"Wiwid Anggraeni, aku talak engkau, mulai sekarang kita bukan suami istri lagi," ucap Mas Ajun dengan lantang dan tanpa beban.Lututku terasa lemas seakan tidak bertulang. Dada ini terasa sesak mendengar kata-kata yang meluncur dari mulut Mas Ajun. Ya, kata cerai adalah kata yang paling tidak diinginkan oleh pasangan suami istri manapun.Cerai memang tidak haram, tapi siapapun tidak akan pernah ada yang mau. Semua orang ingin menikah sekali seumur hidup, bahagia selamanya."Mas, kamu bercanda, kan?" tanyaku dengan tatapan menyelidik."Tidak, Wid. Sudah saatnya aku mengatakan yang sebenarnya kalau selama ini aku tidak bahagia hidup bersamamu," ucapnya seraya masuk kamar, aku mengikuti langkahnya dari belakang.Hati ini terasa sakit saat mendengar untuk pertama kalinya ia memanggil namaku tanpa embel-embel. Semenjak kami menikah tiga belas tahun yang lalu, ia selalu memanggilku 'Dek' karena itu adalah panggilan sayang, bahkan setelah kami punya anak dan anak itu sudah b
Read more
55. Bab 55
DIKIRA MISKIN 55"Dek, kamu mau, kan memaafkan aku? Aku mohon," ucap Mas Ajun dengn tetap menggenggam erat tanganku."Bu, Bapak kenapa?" tanya Rifki seraya menggoyangkan lenganku."Mas, seandainya kecelakaan ini tidak pernah terjadi, pasti kamu sudah meninggalkan kami berdua sejauh mungkin, kan? Itu artinya kamu memohon hanya saat kau butuh? Aku tidak mau," ucapku dengan sesekali mengusap air mata yang tidak mampu kutahan lagi."Aku hanya main-main, Dek. Dan tidak sungguh-sungguh ingin meninggalkan kamu dan anak kita. Aku hanya ingin memberi kamu pelajaran agar mau membantuku bekerja, tidak hanya ongkang-ongkang kaki saja. Siapa yang tidak stres coba? Tiap pulang kerja melihat istri hanya asyik berjoget ria di depan ponsel. Lihat Antika, dia mau membantu suaminya bekerja sehingga Yudi bisa sukses seperti sekarang," kata Mas Ajun."Loh, kok malah bawa-bawa Antika segala?" tanyaku dengan nada tinggi."Agar kamu bisa bercermin dari dia," kata Mas Ajun."Apa? Bercermin? Yang benar saja, m
Read more
56. Bab 56
DIKIRA MISKIN 44"Wid, tolong Embak." Mbak Ranti makin gemetar ketika Mas Pian sudah dekat dengan kami. Mbak Ranti tidak berlari lagi karena sudah ngos-ngosan dan memilih untuk bersembunyi di belakangku. Pasrah."Ada apa ini, Mbak?" tanyaku beralih pada Mbak Ranti yang meringkuk di belakangku sambil membawa seikat bokcoy yang masih segar."Ini loh, Wid. Aku kan habis metik bokcoy di sawah milikmu, eh, tiba-tiba Mas Pian datang dan neriakin aku maling. Tolong kamu kasih tahu kalau aku memetik milik adik sendiri. Jadi, tidak ada yang namanya maling di sini. Kamu sudah mengikhlaskan kalau hanya bokcoy yang sedikit ini, kan?" ucap Mbak Ranti kini berdiri, tapi masih tetap bersembunyi di belakangku."Oh, Mbak Ranti ini dari sawah dan memetik bokcoy di sawah milikku?" Aku mulai paham dengan apa yang terjadi."Iya, aku panik saat Mas Pian neriakin aku maling bahkan mengejar pakai golok, serem." Mbak Ranti bergidik ngeri."Mas, tolong jangan ikut campur urusan orang ya? Aku mengambil sayura
Read more
57. Bab 57
DIKIRA MISKIN 57"Mana uangnya, katanya kamu mau bayar utang secepatnya. Jangan sampai gara-gara si Ajun kecelakaan menjadikan alasan untuk lari dari dari tanggung jawab," kata pedagang olshop yang menjual produk kecantikan itu."Jeng ini punya otak tidak? Ini rumah sakit, kenapa malah nagih utang?" tanyaku dengan bibir mengerucut, sebal, bukannya dapat amplop malah begini."Enggak, otaknya aku tinggal di rumah," jawabnya santai dengan tangan bersedekap, bahkan ia tidak mendekat ke arah Mas Ajun yang masih terbaring di ranjang."Jeng ke sini mau nagih utang atau mau membesuk suami saya? Amplop mana amplop?" tanyaku dengan tangan menengadah ke arahnya."Amplop apa?" tanyanya dengan nada tinggi dan dahi mengernyit."Ya, amplop berisi uang, situ kan jenguk orang sakit, biasanya orang sakit akan dikasih di bawah bantal, tapi sekarang kasih aja ke aku, tidak usah taruh di bawah bantal," ucapku masih dengan tangan menengadah."Tidak ada amplop di sini. Kamu itu seharusnya ngaca! Seperti apa
Read more
58. Bab 58
DIKIRA MISKIN 58"Apa? Menukar resto dengn sawah? Ya Allah, Mbak kalau punya ide jangan terlalu pintar gitu kenapa?" tanya Yudi."Kamu setuju untuk itu?" tanyaku dengan mata berbinar bahkan sampai keluar bintang-bintang saking senangnya."Wah, kalau begitu juga mau, dong. Sawahku yang sebelah selatan itu juga saat ini sedang terbengkalai gara-gara mengurus si Fia yang enggak bisa jalan, jadi aku harus stand by di rumah terus dan tidak sempat ke sawah selama beberapa hari ini. Aku mau menukar sawahku dengan resto yang sempat aku kunjungi itu. Tempatnya luas dan nyaman, pasti omzet-nya lumayan dari pada sawah yang kupunya sekarang," ucap Mbak Ranti yang entah sejak kapan ia sudah berada di antara kami."Aku mau yang ada di jalan Anggrek itu," ucapku, meski aku sendiri belum pernah masuk ke sana dan hanya pernah lewat depannya saja."Enak saja, yang di jalan Anggrek itu aku. Kamu yang lain saja," ucap Mbak Ranti tidak mau kalah."Aku," "Aku," "Aku," "Kamu, kan Kakak?" ucapku seraya me
Read more
59. Bab 59
DIKIRA MISKIN 59Aku semakin penasaran saat melihat Mas Ajun yang terus tersenyum. Sebenarnya ide apa yang sedang muncul dalam otaknya? Semoga bukan hal konyol."Kalau begitu ayo kita pulang sekarang juga?" ucap Mas Ajun bersemangat."Sekarang?" tanyaku dengan mengernyitkan dahi."Ya, sekarang. Ide cemerlang tidak boleh ditunda, aduh." Mas Ajun meringis kesakitan saat ia bergerak."Kamu, kan baru saja selesai operasi? Pasti belum diijinkan untuk pulang? Aku tanya dokternya dulu, ya?" ucapku seraya memencet bel yang terletak di sebelah kanan tempat tidur Mas Ajun.Tidak berapa lama dokter yang kami tunggu datang setelah bel kami bunyikan. Ternyata ia belum mengizinkan Mas Ajun pulang dan meminta untuk menunggu satu atau dua minggu lagi bahkan bisa lebih tergantung kondisi pasien. Baru bisa pulang."Sebaiknya kamu pulang dulu dan coba cari pembeli," ucap Mas Ajun setelah dokter pergi lagi, ia terlihat kecewa karena tidak diperbolehkan pulang. Namun, apa boleh buat, ini demi kebaikannya
Read more
60. Bab 60
DIKIRA MISKIN 60"Kenapa tidak diangkat, Mas?" tanyaku saat melihat Mas Ajun hanya mendiamkan saja benda yang terus bergetar di atas meja hingga berulang kali. "Bagaimana mau diangkat? Kalau yang menelepon itu Yudi?" ucap Mas Ajun seraya menggaruk kepalanya yang mungkin memang gatal karena jarang keramas. Tidak bisa melakukan sendiri, terpaksa kujadwal keramasnya seminggu sekali."Angkat saja, siapa tahu penting?""Pasti penting buat dia, tapi tidak buat kita. Dia pasti mau menagih utang yang 40 juta karena tahu sawah kita sudah laku." Mas Ajun terlihat gelisah."Angkat saja dan bilang kalau uangnya tidak kita kasih dulu karena mau buat usaha," usulku."Halah, kayak enggak tahu sifat Yudi saja. Dia itu meski saudara, tapi perhitungan banget, mentang-mentang seorang pebisnis." Mas Ajun cemberut."Kita coba saja dulu. Siapa tahu kali ini ia mau memberi kita waktu untuk bayar utang kalau tahu usaha kita akan berhasil," ucapku berusaha mengambil ponsel yang terus berdering itu."Jangan d
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status