All Chapters of Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya : Chapter 71 - Chapter 80
123 Chapters
Yang terjadi pada Mama
Lantas suster tersebut pun menceritakan apa yang sedang terjadi pada mama yang membuatku dan mas Umair terkejut setengah mati. Tanpa berpikir lebih panjang lagi kami pun memutuskan untuk pergi ke rumah mama saat ini juga. "Ayo, Dek!" mas Umair beranjak dari posisinya setelah menutup teleponnya. Aku pun mengikutinya untuk bersegera mengganti pakaian kami. ***Sampai di rumah mama aku dan mas Umair benar-benar dibuat terkejut karena melihat mama yang sudah tergeletak tak sadarkan diri di lantai dekat ranjangnya. Menurut cerita suster Mita -suster yang disewa mas Umair- sebelum tidur mama hanya minum obat seperti biasanya. Bahkan ia tampak biasa saja dan tidak menunjukkan gelagat yang aneh. Mas Umair lantas menggendong mama untuk dibawa ke rumah sakit. Aku dan suster pun mengikutinya dari belakang. ***Pagi ini terpaksa aku dan mas Umair membatalkan rencana kami untuk pulang ke desa. Menemani mama yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit akibat pingsan tadi malam. Menurut dugaan
Read more
Surat dari Mama
Tapi yang mengganjal pikiran kami kenapa mama sampai hati ingin mengakhiri hidupnya? Padahal selama ini aku dan mas Umair tulus merawat mama. Sebaik mungkin kami berusaha memberikan fasilitas yang bagus untuk proses pemulihannya. Bahkan sampai kami menyewa seorang suster untuk merawatnya 24 jam agar kondisi mama benar-benar terpantau dengan baik. ‌Tiba-tiba ponselku berdering. Mengagetkanku dan mas Umair yang masih bergeming memandang tumpahan cairan pembersih lantai di kamar mandi. "Suster Mita," kataku pada mas Umair saat ia tanya siapa yang meneleponku. Gegas ku angkat telepon dari suster Mita dan tak lupa mengeraskan suaranya. "Mbak, ibu kritis Mbak!" ucap suster Mita cepat yang membuatku melebarkan lagi mataku. "Kita kesana!" tandas mas Umair lalu mematikan ponsel ditanganku dan menarikku segera keluar rumah. Jarak rumah mama dan rumah sakit sebetulnya kurang dari setengah jam bisa kami tempuh. Tetapi dalam keadaan genting seperti ini mendadak perjalanan terasa amat lama.
Read more
Lima tahun berlalu
Lima tahun berlalu, banyak hal yang kini merubah kehidupanku. Shaka, buah cintaku dengan mas Umair kini juga sudah tumbuh besar. Ia bersekolah di TK di desa tempat kami tinggal. Ya, semenjak kematian mama, aku dan mas Umair memutuskan untuk menetap di desa. Kecuali ketika mas Umair menemui jadwalnya untuk mengajar. Kami diharuskan kembali ke kota. Bedanya kali ini aku lebih sering tak ikut seperti dulu. Karena aku lebih memilih bersama Shaka ketimbang ikut suamiku ke kota dimana sepanjang perjalanan yang hanya membuat mata bosan. Berbanding terbalik dengan adik iparku, Rahma yang kini lebih banyak menghabiskan waktunya di kota karena harus menempuh pendidikan tinggi. Rahma sendiri lah yang menempati rumah milik kakaknya yang ada di kota. Kata mas Umair, biar rumahnya tak kosong jika di tinggal pulang ke desa. Duh, padahal kan kakak beradik ini juga tak jarang pulang ke desa dalam waktu yang sama. Rumah mendiang ayah dan mama pun kami putuskan untuk disewakan saja. Sebab aku hanya
Read more
Sarah yang mencurigakan
Baru kali ini aku mendapati pesan seperti itu. Selama ini kalaupun ada yang terang-terangan menyukai mas Umair pasti ia menampakkan dirinya.Siapa kira-kira yang mengirim pesan menyebalkan ini? Atau mungkin hanya salah kirim? Tapi kenapa menyakut nama suamiku? Ah, tidak mungkin jika itu hanya sekedar pesan nyasar. "Apa mungkin Sarah?" kataku seraya masih menatap layar ponsel. "Jangan su'udzon." Tiba-tiba mas Umair sudah berdiri saja di belakangku. Mas Umair mengambil alih ponselku lalu meletakannya di atas meja di dekat kami. "Abaikan saja. Percayalah, gak akan ada wanita di hati Mas kecuali kamu dan umi," kata mas Umair yang lantas membuatku tersipu malu. Memang benar adanya apa yang dikatakan suamiku ini. Selama ini banyak wanita yang terang-terangan mengaku lebih dari mengagumi mas Umair, namun hatinya tetap berlabuh padaku. Ia tetap setia meski aku begitu banyak kekurangan. "Iya, Mas," balasku sambil tersenyum pada mas Umair. Lantas mengambil kembali ponselku guna menghapus d
Read more
Rasa Kecewa
Semakin kencang mobil Sarah melaju dan semakin kencang pula aku mengikutinya. Dan aku makin terkejut kala Sarah mulai memasuki daerah yang mana aku paham betul tempat ini. Aku bahkan sering ke tempat ini diwaktu kecil bersama keluargaku. Sembari terus mengikuti Sarah aku berharap bahwa semoga saja ini semua hanya kebetulan saja. Tak ada hubungan antara Sarah dengan apa yang kini sedang berputar-putar dalam otakku. Akhirnya mobil Sarah berhenti di depan salah satu rumah yang ada. Sementara aku mengintip dari balik pohon yang tak jauh dari rumah tersebut. Dan ketika Sarah keluar dari mobilnya aku dibuatnya tertegun seketika karena melihat siapa yang menyambutnya dari dalam rumah. Tak lain tak bukan adalah kakak tiriku sendiri, mbak Sinta. Ternyata mbak Sinta sudah bebas. Entah kapan ia keluar dari penjara karena peristiwa kematian mama Ros lima tahun lalu adalah sebab terakhir kalinya kami berhubungan. Mendadak aku jadi teringat akan posisi rumah di depan mataku sekarang. Ya, rumah
Read more
Teka-teki hubungan mas Umair dan Sarah
Ku hapus secara perlahan air mata yang menetes di pipiku. Menatap kepergian mas Umair yang entah kemana tujuannya. "Ya, ikuti sekarang!" perintahku pada seseorang di seberang telepon. Laila, ibu dari teman Shaka yang beberapa hari lalu mengutarakan niatnya untuk meminjam uang padaku. Aku pun memintanya untuk bekerja denganku dan sebagai ibalannya ku bebaskan ia dari perkara utang. Ku putuskan untuk meminta Laila mengikuti kemana perginya mas Umair. Dengan begitu aku tak perlu membuang banyak tenaga dan waktu hanya untuk sebuah rasa penasaran terhadap apa yang sedang dilakukan mas Umair. Bukan berarti aku tak mempercayai suamiku lagi, tetapi karena sikapnya lah yang membuatku harus bertindak demikian. Hampir seharian mas Umair belum pulang dan tanpa ada kabar. Begitu juga dengan Laila yang sedari tadi baru satu kali mengabarkan bahwa mas Umair pergi kearah kota. Sayangnya Laila tak tahu nama lokasi spesifiknya. "Assalamualaikum!" tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu depan. Da
Read more
Orang yang bernama Mbak Sinta
Dengan wajah kecut tanpa menjawab teriakan mas Umair aku langsung mencari pesan bernama Mbak Sinta. Sebelum melihat isi pesannya lebih dalam aku mencoba mencocokan nomor tersebut dengan nomor yang memgirimi pesan mas Umair tadi malam. Tetapi hasilnya nihil. Nomornya berbeda. Begitu juga dengan Sarah, nomor atas nama mbak Sinta pun tak sama dengan miliknya.Tak peduli lagi soal itu aku pun mulai membaca dengan seksama satu persatu pesan tersebut. Dan mataku seketika melebar kala melihat satu pesan dari orang yang bernama mbak Sinta yang menyatakan bahwa keselamatanku dan Shaka akan terancam. "Sudah ketemu?" mas Umair keluar dari kamar mandi dengan mengusap-usap rambutnya yang basah dengan handuk. Lalu berjalan mendekatiku. Aku masih tertegun setelah membaca semua pesan yang mas Umair lakukan dengan orang yang bernama mbak Sinta tersebut. Entah siapa mbak Sinta itu namun dari isi pesannya ia begitu peduli denganku dan Shaka. Dalam pesan tersebut menyatakan bahwa ada orang yang sengaj
Read more
Paket yang mencurigakan
#SKDYMas Umair menatapku begitu dalam yang lantas ia tersenyum dan memelukku kembali. Aku merasa sangat beruntung memilikinya. Mendapatkan prioritas dalam hidupnya melebihi nyawanya sendiri. "Besok lagi kalau pergi jauh jangan lupa izin ya," kata mas Umair yang membuatku terkejut hingga ingin melepas pelukannya namun dengan cepat ditahan oleh mas Umair. Ternyata mas Umair juga mengetahui kalau waktu itu aku pergi jauh untuk membuntuti Sarah. Astagaaaa ... Makin malu rasanya kebohonganku diketahui suamiku. Lekas aku pun melepas pelukan mas Umair. Menelan ludahku lalu kembali berucap maaf sembari berlagak menyesali perbuatanku. Meski dalam hati sebetulnya memang menyesalinya. "Mmm, terus hasil pertemuan Mas sama mbak Sinta dan Sarah apa?" tanyaku dengan harapan mengalihkan pembicaraan kami. Sudah cukup rasanya aku dibuat malu oleh mas Umair meski pada kenyataannya memang aku yang bersalah. Lagipula bagian inilah yang membuatku begitu penasaran. Kenapa bisa mereka bertiga menyembuny
Read more
Isi Paket
Kami pun sempat terdiam memandangi paket besar di hadapan kami ini. Ingin dikembalikan namun tak ada alamat jelas siapa pengirimannya. "Jangan-jangan bom lagi, Mas," kataku yang memecah keheningan hingga aku menjadi pusat perhatian. Astaghfirullah, sepertinya aku salah berucap.Mas Umair atau pun yang lainnya tak memberi respon apa-apa. Syukurlah, itu tandanya ucapanku tak membuat masalah bagi kami. Yah, biarpun mendadak perasaanku jadi tak enak pada mereka terlebih pada kedua mertuaku. "Tolong ambilkan gunting, Dik," kata mas Umair padaku. Sedikit tersentak mendengar perintah mas Umair, tanpa menjawab aku pun berlalu guna menuruti perintah suamiku itu. Setelah menyerahkan gunting, kini mas Umair malah semakin serius menatap paket di depannya itu. Sepertinya suamiku itu tengah mempersiapkan diri untuk membukanya. Duh, suamiku itu memang tak ada takut-takutnya padahal aku yang berjarak lebih jauh dari paket itu saja sudah bergidik ngerti kalau-kalau isinya sesuatu yang membuat copot
Read more
Buket Bunga
#SKDY #GNPart 81 Buket BungaUmi tampak senang lalu mengambil buket bunga tersebut. Niat hati hendak menyusul suaminya dengan membawa buket bunga yang baru didapat, namun tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba bu Joko sudah berjalan mendekati kami. Entah apa urusannya kali ini, karena tak biasanya ia datang lantaran sibuk dengan toko kelontongnya. "Wah, bunganya cantik. Saya juga mau kalau dikasih, hehehe," kata bu Joko dengan wajah sumringah yang terasa dibuat-buat. "Ada apa, Bu? Tumben ke sini?" tanya umi ramah. "Eee, anu saya mau nanyain soal ... Apa ini? Calon mertua?" Netra bu Joko tahu-tahu terfokus pada kartu ucapan yang masih berada dalam buket bunga tersebut. "Bu Nila mau mantu lagi? Rahma 'kan masih sekolah, Bu," ujar bu Joko. "Ya gak mungkin kalau Rahma. Gimana, sih bu Joko ini," balas umi lalu meletakkan buket bunganya di atas meja tak jauh darinya. Lalu mengajak bu Joko duduk di kursi teras. "Terus siapa? Umair?" bu Joko medudukkan tubuhnya di kursi yang sudah dised
Read more
PREV
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status