Semua Bab Bukan Istri Sah: Bab 31 - Bab 40
116 Bab
Yang Terakhir
“Cerai?”Damay mengangguk menjawab ucapan Isma. Wanita itu dan suaminya, sudah sampai di hotel sejak petang tadi, dan Damay pun tidak ingin membuang waktu untuk bertemu dengan Isma untuk melepas rindu. Tidak hanya itu, Damay pun harus mengatakan semua hal yang terjadi antara dirinya dan Bumi setelah mereka tiba di Jakarta kepada Isma.Namun, malam ini Damay hanya bertemu dengan Isma seorang di kamarnya, karena Angga pun juga tengah menemui teman-teman lamanya di rooftop hotel.“Tapi, belum pernah nyampur, kan?” tambah Isma ingin memastikan kejelasan status Damay saat ini. Saking penasarannya, Isma sampai berdiri dari tempatnya, lalu mengangkat kursi besi di balkon untuk di letakkan di depan Damay. Isma lantas duduk bersila, untuk mendengar penuturan gadis itu“Ohh …” Damay langsung tertawa geli, menanggapi pertanyaan wanita yang sudah menjadi tetangganya sejak kecil. “Nggaklah, Kak. Mana mau cowok macam dia tu, mau sama cewek macam aku ni.”“Eh, kenapa pina kek itu? Kam, tuh bungas Di
Baca selengkapnya
Penawaran
Begitu langkah Banyu sudah berada di luar lift lantai lobi, maniknya langsung berlari untuk mencari seorang gadis yang masuk ke dalam lift di sebelahnya. Karena hanya selisih beberapa menit, Banyu yakin jika gadis itu belum jauh dari area lobi hotel. Belum lagi, Banyu masih ingat kalau Bumi menyuruh gadis itu pulang menggunakan taksi.Tidak melihat gadis itu berada di sekitar lobi, Banyu mempercepat langkahnya menuju pelataran hotel. Benar saja, sosok yang dicarinya berdiri sembari bersedekap menatap langit. Melihat hujan yang jatuh semakin deras.Tanpa ingin berlama-lama, Banyu segera menghampiri gadis itu. “Kamu pulang nunggu Bumi, atau nunggu taksi?”Damay berjengit kaget. Langsung menjaga jarak, ketika mendengar suara berat itu ada di sebelahnya. Kedua tangannya pun reflek memegang dada karena jantungnya seolah hendak melompat dari rongga.“Kalau saya jantungan terus mati gimana!” Di antara keterkejutannya, Damay seketika itu langsung menyemprot Banyu dengan keras.“Ya bagus! Saya
Baca selengkapnya
Jalan Terbaik
Damay pernah satu mobil bersama Bumi. Mereka bisa bicara baik-baik, hingga berdebat dan membuat kekesalan Damay memuncak. Damay juga sudah seringkali berada satu mobil dengan Gilang, dan suasana yang ada bisa sangat-sangat menyenangkan, bahkan penuh tawa.Namun, ketika Damay berada satu mobil bersama Banyu, yang ada hanyalah sebuah keheningan di sepanjang perjalanan. Tidak ada musik, dan hanya deheman singkat sesekali yang keluar dari mulut Banyu. Bahkan ketika mobil pria itu berhenti di depan pagar kos yang ditempati Damay, Banyu tidak melontarkan satu patah kata pun.Akan tetapi, jika dipikirkan lagi, justru hal tersebut lebih baik bagi keduanya. Damay tidak perlu sampai membuang-buang energi, hanya untuk meladeni sikap Banyu yang sangat egois itu. “May!”Sebuah remasan pada bahu kanan Damay, seketika membuyarkan lamunannya tentang banyak hal yang terjadi tadi malam. Damay segera menggeleng kecil lalu menoleh ke arah kanan. “Ya?”“Gue manggil dari tadi.”“Oh, maaf, Kak.” Damay bar
Baca selengkapnya
Hidup Dengan Tenang
“Ulfa?”Damay menghentikan suapannya setelah menyebut nama sepupunya. Satu-satunya anak perempuan sang paman, yang usianya terpaut satu tahun lebih tua dari Damay. Ternyata, ada andil Ulfa atas kejadian yang menimpa Damay di Sangatta kala itu, hingga ia sampai menikah dengan Bumi. Namun, Damay bingung mengapa Ulfa sampai melakukan hal tersebut kepada Damay.Isma mengangguk membenarkan. Semua hal yang baru saja dituturkan oleh Isma pun, didukung oleh Angga yang duduk di sebelah wanita itu. Pria itu terus saja makan, dan hanya mendengarkan sang istri bercerita tentang semua hal yang terjadi ketika Damay meninggalkan Kalimantan.“Jadi, Ulfa becerita wan (dengan) Galuh, nahh, si Galuh ini becerita lagi wan mamakku,” lanjut Isma di sela kunyahannya. “Sampailah jua ditelingaku. Terus, May …”“Terus … apa?” Damay masih belum kembali menyuapkan makanan ke mulutnya. Hati dan pikirannya sudah terlanjur tidak nyaman, setelah mendengar penuturan Isma tentang Ulfa.“Sertifikat rumahmu, ada sama ma
Baca selengkapnya
Tidak Sia-sia
Bumi berhenti sejenak ketika satu kakinya sudah naik pada tangga pelataran kantor. Melihat Damay turun dari ojek on-line, lalu melepas helm dan menyerahkannya pada sang ojek. Setelah melakukan pembayaran, gadis itu pun memberi senyum formal dan anggukan kecil pada Bumi sembari berjalan ke arahnya.“Sendiri.” Bumi mengeluarkan pernyataan bukan pertanyaan. Ia yakin, bahwa ini pertama kalinya Damay pergi ke kantor tanpa adanya Gilang. Jadi, wajar rasanya jika Bumi mencurigai sesuatu telah terjadi di antara keduanya.“Dari kemaren-kemaren, saya di Jakarta juga sendiri.” Damay berjalan cepat, agar tidak beriringan dengan Bumi. Ia sudah bertekad untuk tidak berada di sekitar Bumi jika berada di kantor. Apapun yang terjadi, Damay tidak boleh terlihat dekat dengan pria beristri tersebut.“Lo tahu maksud gue, May.” Bumi berjalan santai, dan tetap bisa menyamakan langkahnya dengan Damay. “Gilang, sudah bosan sama lo.”Damay tiba-tiba berhenti lalu mengeluarkan ponsel dari tasnya. Ia mana mau pe
Baca selengkapnya
Selalu Berdoa
Setelah menunggu di sebuah lorong selama 15 menit, akhirnya Damay melihat Banyu kembali menghampirinya. Entah dari mana pria itu datang, Damay juga tidak ingin bertanya lebih banyak lagi. Suasana hati Damay sedang berselimut kabut, sehingga sudah tidak tertarik dengan hal apapun.“Waktumu setengah jam,” ujar Banyu sudah melepas jas yang dipakainya. Kini pria itu hanya memakai kemeja hitam, dengan lengan baju yang digulung sebatas siku. “Ikut saya.”Rasanya, Damay ingin protes karena hanya diberi waktu 30 menit. Namun, hal tersebut ia urungkan dan Damay pun hanya mengangguk sambil berdiri. Mengikuti Banyu yang kembali berjalan menyusuri lorong, lalu berhenti di depan sebuah pintu.“Ambil tasnya, dan periksa dari ujung rambut sampai kaki,” titah Banyu pada seorang wanita berseragam yang berdiri di samping pintu.Damay hanya diam dan menurut, ketika harus menyerahkan tas dan merelakan tubuhnya diperiksa oleh wanita yang menurutnya adalah salah satu sipir di lembaga pemasyarakatan tersebu
Baca selengkapnya
Sesuai Rencana
“Keluar sekarang, waktumu sudah habis.”“Ha?” Damay mengerjap linglung. Mengangkat wajah untuk menatap Banyu yang berdiri di celah pintu. Sejenak, Damay tidak bisa berpikir jernih, karena banyak hal yang bertumpuk dalam satu waktu di kepala.“Hei!”“Oh … iya.” Damay beranjak pelan, dan terus melangkah dalam diam melewati Banyu untuk keluar ruangan.“Hei!” Banyu kembali memanggil, dan kali ini suaranya sedikit lebih keras. “Pintu keluar bukan di sana!”Damay berhenti melangkah. Terdiam sejenak, lalu berbalik dan menatap lurus pada lorong di depannya. Setelah menghela kecil, Damay kembali melangkah tanpa menoleh pada Banyu.“Hei!” Gadis ini benar-benar membuat Banyu geram. “Tasmu!”Damay kembali menghentikan langkah, lalu terantuk lelah. Hari belum beranjak siang, tapi suasana hatinya sudah berkecamuk penuh kesah. Separuh jiwanya pun sudah tenggelam dalam resah.Damay akhirnya berbalik, dan hendak bertanya keberadaan tasnya. Namun, Banyu tiba-tiba sudah berada di hadapan dan menghempas
Baca selengkapnya
Sampai Besok
Damay segera keluar dari mobil, untuk menyusul Banyu yang lebih dulu meninggalkannya tanpa kata. Berlari kecil di pekarangan sebuah rumah yang cukup luas, untuk menyamakan langkahnya dengan pria itu. Dari sudut halaman, tepatnya dari pintu garasi yang sedikit terbuka, muncul seorang pria paruh baya yang berlari menghampiri mereka berdua. “Mas Banyu, kenapa nggak bilang dulu kalau mau ke sini,” ujar pria itu tergopoh menyamakan langkah dengan Banyu. “Hm.” Banyu menoleh sekilas pada pria yang sudah berjalan di sampingnya. “Bawakan tasnya.” “Tas?” pria yang memakai kaos oblong dan celana pendek selutut itu, langsung memandang Damay yang terlihat bingung. “Biar saya yang bawa tasnya, Non.” “Nggak papa, biar saya yang bawa,” tolak Damay berhenti sejenak untuk berbicara dengan pria paruh baya tersebut. Damay menduga, pria tersebut merupakan salah satu asisten rumah tangga di rumah megah tersebut. “Ringan, kok.” Damay mengangguk sekilas, lalu kembali menyusul Banyu yang sudah berada di
Baca selengkapnya
Kabur
Lelah terus menggedor pintu yang tidak kunjung terbuka, Damay akhirnya menyerah. Terlebih lagi, derasnya hujan di luar sana pasti semakin meredam teriakan Damay dari dalam ruang. Lagi pula, Damay yakin sekali Banyu sudah tidak lagi berada di rumah tersebut. Pria itu pasti sudah berangkat bekerja, dan entah kapan akan kembali. Damay merasa bodoh karena telah meninggalkan tasnya kepada Umar. Banyu benar-benar sudah merencanakan semuanya dengan sempurna, hingga Damay masuk ke dalam jebakannya. Damay baru bisa keluar besok pagi, dan itu pun langsung pergi menuju bandara untuk kembali ke Kalimantan. Lantas, bagaimana dengan beberapa masalah yang belum selesai? Damay belum bicara lagi dengan Adam. Ia juga masih belum bisa membuktikan kalau Selly ternyata sudah bisa berjalan, dan selama ini hanya duduk di kursi roda untuk mencari simpati. Selain itu, Damay juga tidak bisa kembali ke Kalimantan begitu saja. Ada kontrak kerja yang masih harus Damay selesaikan dengan Jurnal. Jika ia pergi be
Baca selengkapnya
Tidak Ada Pilihan
Banyu membanting pintu mobil, lalu melangkah lebar dengan tergesa memasuki rumah. Langit sudah menggelap sempurna, ketika Umar menelepon dan meminta Banyu untuk datang segera ke rumahnya.“Umar!” teriak Banyu setelah membuka pintu rumah lalu masuk ke dalam dengan terburu. Sesampai di ruang tengah, Banyu melihat Umar berlari untuk menemuinya.“Maaf, Pak.”“Kenapa baru nelpon!” Banyu terus berjalan menuju ruang kerjanya. “Harusnya kamu lapor dari siang tadi.”Banyu masuk ke ruang kerja, dan mendapati Damay tertidur dengan wajah pucat. Tubuhnya sudah berbalut selimut tebal, tapi jelas jika gadis itu tampak kedinginan.“Tadi siang nggak papa, Pak,” terang Umar takut-takut. Beberapa waktu lalu, Umar mendapati Damay tergeletak lemas di sofabed saat mengantarkan makan malam. Yang semakin membuat Umar cemas, gadis itu masih memakai pakaian basah yang terkena hujan siang tadi. Ditambah, makan siang yang sudah dibelikan Umar sama sekali tidak disentuh oleh Damay.Lantas, kepanikan itu semakin m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status